Irene tersentak dan langsung melempaskan tangannya. Ia menatap Mark dengan tatapan ngeri. Ada apa dengan lelaki yang satu ini?
"Irene, kau tunggu di sini bersama mereka, ya. Aku memesan kopi dulu."
Ia segera membalik tubuhnya panik. Yang benar saja. Ia ditinggalkan bersama orang-orang asing ini? Belum lagi mereka itu pria. "Jaerin–"
"Kau sekolah di luar negeri?"
Suara Taeyong menutus seruan tertahan Irene. Gadis itu menoleh ke arah Taeyong kemudian menunduk. Ia tak suka bertatapan dengan orang lain.
"Ya."
Taeyong mengangguk. Melirik ke arah Jaehyun dan Mark yang nampaknya juga penasaran dengan gadis yang satu ini. "Baru selesai tahun ini?" tanyanya lagi walaupun dirinya sudah tahu jawabannya dari Jaerin.
"Iya."
Singkat. Pembicaraannya benar-benar langsung terputus. Ia tanpa perlu berpikir pun ia tahu jika Irene adalah convo killer.
Kemudian Mark yang bertanya, "Studi apa yang Noona ambil?"
Gadis itu sempat tersentak saat suara ceria Mark tiba-tiba mengambil alih sesi wawancara itu. "Design," jawabnya seraya takut-takut menatap Mark-pria yang membuatnya penasaran akibat dari penglihatannya tadi.
Sedari tadi diam, Jaehyun menatap Jaerin dan Irene bergantian. Menerawang sesaat sebelum kemudian bergumam, "Wanita-wanita dingin itu memangnya selalu cantik, ya?"
Hal itu tentu saja membuat Taeyong, Mark, dan juga Irene sontak menatapnya. Namun, yang ditatap itu hanya mengangkat dagunya, seolah tak pernah mengatakan sesuatu yang penting.
Tetapi, hal itu tentu penting bagi Irene. Gadis itu bahkan terlihat memerah pasca mendengar gumaman Jaehyun.
Taeyong menggeleng. Ia lantas kembali menatap Irene yang sudah menunduk lagi. "Jika kau punya waktu, kau bisa main ke klinik. Jaerin juga sering ke klinik," katanya dengan nada seramah mungkin.
Irene menggigit bibirnya dan tangannya kini saling bertautan di bawah meja. "S–saya mungkin akan sibuk," cicitnya terbata-bata.
Ia benar-benar tidak berniat untuk menjalin relasi baru dengan mereka. Ya, sebut saja dia antisosial.
"Hey, ada apa? Kau baru saja lulus, Noona. Sibuk apanya?" seru Mark disertai tawa khasnya. Senyum cerianya kini bahkan bisa meredakan kecemasan Irene jika gadis itu mau menatapnya.
Tubuh Jaehyun condong ke depan. Ia menumpukan kedua tangannya di atas meja untuk lebih jelas menatap wajah Irene. Sungguh demi apapun, baru kali ini ia menemui orang setertutup ini. Biasanya, setertutup apapun orang, akan merasa nyaman jika orang-orang di sampingnya ramah padanya. Sepertinya Irene memang lain.
"Kau tidak punya banyak teman, ya?" tanyanya tanpa sadar. Ia sontak mengulum bibirnya yang tak sopan itu. Ia memejamkan matanya seraya memukul-mukul bibirnya.
Begitu pula yang Taeyong rasakan saat ini. Ia terkejut saat Jaehyun dengan frontalnya berkata seperti itu. "Jaehyun–"
"Iya."
Jaehyun menelan ludahnya kasar. Ia memang keceplosan bertanya seperti itu. Namun, ia sama sekali tak berharap jika Irene menjawab pertanyaannya. Ia semakin merasa bersalah jika seperti ini.
Taeyong terdiam sesaat sebelum kemudian tertawa kecut seraya menepuk keras punggung Jaehyun. Sengaja. "Ahahaha, maafkan Jaehyun. Terkadang mulutnya tidak bisa dikontrol."
Gadis itu tersenyum pahit. "It's okay. Lagipula itu kenyataan," ujarnya. Bukan pertama kalinya ia dihadapkan dengan situasi seperti ini. Jadi, ia sudah kebal.
"Irene, kopinya sudah siap."
Seruan Jaerin yang kini tengah berjalan menuju meja mereka itu membuat Irene sontak berdiri dari kursinya. Tanpa pamit kepada ketiga pria itu, ia berjalan mendahului Jaerin ke arah pintu keluar. "Ayo kita pulang."
Langkah Jaerin terhenti, menatap ke arah punggung Irene dan Taeyong secara bergantian. "Eh, secepat itu? Aku bahkan belum mengobrol dengan mereka."
Tangan Irene yang siap mendorong pintu itu terhenti. Tanpa berbalik, ia berkata, "Mereka temanmu, 'kan? Bukan temanku. Jika kau ingin mengobrol, aku bisa menunggu di mobil."
"Jangan seperti itu– Hey, Irene!" seru Jaerin pada Irene yang kini berjalan cepat menuju tempat parkir. Ia menggaruk tengkuknya kemudian menatap ke arah Taeyong yang sepertinya sama canggungnya dengannya. "Astaga. Maafkan aku. Sepertinya aku harus pergi duluan."
Taeyong tersenyum kecut kemudian mengibaskan tangannya di udara. "Tak apa. Sampaikan juga maaf kami pada Irene. Sepertinya dia tidak nyaman bersama kami," ucapnya kemudian melirik tajam ke arah Jaehyun.
"Baiklah." Jaerin kemudian melambaikan tangannya pada ketiga pria itu. "See you!"
Selepas kepergian Jaerin, meja mereka diselimuti keheningan. Tentu saja mereka merasa tidak enak pada Irene. Bagaimana pun juga ini adalah pertemuan pertama mereka. Tetapi, mereka sudah membuat citra buruk di hadapan Irene.
"Jaehyun Hyung!" seru Mark seraya memukul meja.
Kedua mata Jaehyun membulat mendengar teriakan menantang Mark. Ia balik menatap Mark yang kini menatapnya kesal. "Apa?"
Telunjuk Mark mengarah ke arah pintu keluar. "Gara-garamu, Noona itu marah."
Jaehyun memijat pelipisnya. "Aku sudah meminta maaf."
"Ralat. Taeyong Hyung yang meminta maaf," sahut Mark tak mau kalah.
"Sudah lah. Lebih baik kita kembali ke klinik," putus Taeyong sebelum pertengkaran bodoh mereka semakin menarik semakin banyak perhatian dari pengunjung kafe.
Dengan perasaan aneh, ia menghabiskan kopi pesanannya. Pikirannya melayang. Entah lah, ia pun ragu apakah ia harus senang atau tidak bertemu dengan Irene.
TBC
Yang kata Jaehyun cantik-cantik dingin uwu
YOU ARE READING
SCHICKSAL - Lee Taeyong✔
ספרות חובבים[Finished-Bahasa Baku] Mark Lee diikuti iblis? Apa itu masuk akal bagi si realistis, Lee Taeyong? Si indigo, Jung Jaerin berusaha meyakinkan Taeyong bahwa Mark benar-benar sedang dalam masalah. Di sini akan dikuak apa yang terjadi pada Mark Lee. Ge...