TWENTY FOURTH - Night Call

854 168 9
                                    

Dari kaca spion mobil Taeyong, Jaerin melirik ke arah Mark yang kini duduk di kursi belakang. Sebenarnya Mark masih terlihat normal. Memainkan game di ponsel Taeyong dan mendengus kesal saat permainannya berakhir. Namun, ia pikir Mark bukan lah Mark ketika memberitahunya bahwa ketiga 'teman'nya itu baik.

"Mark?"

Kepala Mark yang semula tertunduk karena kalah dalam permainan itu mendongak. Balik menatap Jaerin yang kini duduk di sebelah Taeyong. "Ya, Noona?" jawabnya dengan nada riang.

Benar-benar ciri khas Mark.

Jaerin menggigit bibirnya. Entah lah ia ragu untuk mempertanyakannya langsung pada Mark.

Ia menoleh ke arah Taeyong. Nampaknya pria itu pun tak peduli dengan rasa penasarannya. Pria itu seolah-olah adalah orang asing yang tak berniat untuk ikut campur dengan pembahasan yang akan ia ajukan.

Gadis itu akhirnya menghela napas. Memiringkan badannya demi melihat sosok Mark dengan jelas. "Bukan kah kau benci dengan mereka?" tanyanya dengan penuh kehati-hatian.

Ia cukup panik ketika Mark terdiam untuk sesaat, memandanginya dengan tatapan penuh pertanyaan. Apalagi ketika Taeyong menegakkan badannya untuk mengubah possinya yang mungkin kurang nyaman.

"Mereka siapa?"

Ia menelan ludah. Ia sebenarnya enggan untuk menyebutkan nama-nama itu. "Aaron, James, dan–"

"Ace?" potong Mark kemudian disambut tawa kecilnya. Hal yang tentu saja semakin membuat Jaerin heran.

Lelaki itu menaruh ponsel Taeyong dipangkuannya kemudian menaruh seluruh perhatiannya pada Jaerin. Ia tersenyum kecil kemudian melanjutkan, "Ya, awalnya memang seperti itu. Tetapi, seperti yang sudah ku katakan, mereka tidak sejahat itu."

Jaerin menggigit bibirnya. Ia mendapatkan sinyal bagus dari Mark yang dengan senang hati menceritakannya padanya, tetapi tidak dengan Taeyong yang sedari tadi bergerak-gerak resah. Sepertinya memang ada sesuatu yang ingin disampaikan olehnya, namun ada sesuatu pula yang menghambatnya.

"Bagaimana kau bisa menyimpulkan seperti itu setelah selama ini kau begitu menghindari mereka?" Jaerin akhirnya mengeluarkan pertanyaan itu.

"Mereka yang bercerita sendiri," sahut Mark enteng. "Sewaktu aku bermalam di rumah Jaehyun Hyung, mereka datang dan menjelaskan bahwa mereka sebenarnya tidak bermaksud jahat padaku. Justru Daddy yang jahat."

Dada Jaerin tiba-tiba terhentak. Kedua alisnya menyatu, hampir tak percaya dengan apa yang dikatakan Mark barusan. "Daddy?" ulangnya.

Dan jangan lupakan ekspresi Taeyong yang sudah sepenuhnya tegang.

Dengan santainya, Mark mengangguk. "Itu lah kenapa mereka memengaruhi pikiranku untuk membunuhnya. Karena dia ingin membunuhku."

Sudut mata Jaerin menangkap gerak-gerik Taeyong. Pria itu terlihat mengusap wajahnya dengan kasar. Gadis itu menebak jika Taeyong kini sedang mati-matian mengontrol emosinya. Sangat terasa apalagi laju mobil Taeyong yang sangat tidak stabil.

"Seperti yang kau dengar dari Taeyong Hyung, Daddy ingin membawaku ke neraka bersamanya. Itu artinya, Daddy membenciku, 'kan?" jelas Mark dengan wajah datarnya. Kentara sekali jika dirinya sedang menahan sesuatu.

Kepala Jaerin meneleng ke samping. "Lalu, jika benar mereka berniat baik, kenapa mereka menerorku?"

Tak seperti perkiraan Jaerin yang menebak jika Mark akan kehabisan alasan, ternyata dengan santai Mark menjawab, "Mereka bilang karena kau bermaksud untuk memisahkanku dengan mereka. Mereka tidak suka."

SCHICKSAL - Lee Taeyong✔Where stories live. Discover now