SIXTY SIXTH - The Blue

688 136 22
                                    

Sesuatu di dalam tas Irene mengeluarkan sinar biru yang amat kuat tanpa sang pemilik mengetahuinya. Sinar itu semakin menguat ketika doa yang dilakukan oleh Irene dan Jaehyun kian serius.

Sinar itu membelah kegelapan yang menyelimuti taman tersebut. Kegelapan dan sinar itu berperang hingga membuat angin di sana tampak membentuk pusaran dengan Irene dan Jaehyun yang menjadi poros.

Jaehyun sedikit terbatuk saat merasakan sebuah cairan kental keluar dari hidungnya. Tanpa ia sadari ia mimisan saat memimpin ritual itu. Ia tak pernah tahu kalau sebenarnya ia tak cukup kuat untuk memimpin ritual berbahaya ini.

Dan risikonya adalah kematian.

Irene menggenggam tangan Jaehyun semakin kuat saat merasakan angin di sekitarnya membawa aura kejahatan yang sangat kuat. Gadis itu juga sangat khawatir saat batuk Jaehyun semakin keras dan parah.

"Jaehyun, kau baik-baik saja? Apa kita hentikan saja–"

"Tidak!" Napas Jaehyun tersengal.

Pria itu mengatur napasnya yang semakin pendek-pendek. Darahnya juga sudah mengotori jubah putih milik Pastor Samuel. "Kita lanjutkan."

Irene menggigit bibirnya cemas. Schicksal yang ia letakkan di tasnya– semoga bisa menyelamatkan semua orang.




***



Schicksal milik Irene dan schicksal yang melingkar di leher Jaerin membentuk sebuah ikatan tak kasat mata. Ditandai dengan sinar biru yang berpendar memenuhi ruangan kuil.

Jaerin menatap Taeyong di sampingnya dengan tatapan penuh tanya. "Taeyong apa yang terjadi?" cicitnya seraya membuat tubuhnya bangkit.

Pria itu hanya terdiam, termangu melihat indahnya sinar biru yang memancar itu. Namun, saat ini ia juga tak bisa sepenuhnya terpesona oleh sinar tersebut saat melihat sebuah asap hitam keluar dari lorong gelap di sebelah kirinya.

"Taeyong jangan," ujar Jaerin saat Taeyong bergerak mendekat ke lorong.

Masih dalam jangkauan pendaran sinar biru dari liontinnya, Taeyong melihat ke dalan ruangan tersebut. Sangat gelap dibandingkan ruang utama kuil yang dijangkau oleh sinar biru.

Ia tersenyum kecil sebelum kemudian menatap ke arah Jaerin. "Jaerin aku rasa kita berhasil!"

"Taeyong awas!"

Sebuah angin besar menghempas tubuh Taeyong menjauh dari sinar biru liontinnya. Ia meringis kecil saat merasakan sakit di lengannya yang menabrak dinding kuil.

Namun, ringisannya cepat berhenti saat melihat apa yang ada di depannya. "Mark," desisnya.

Ia dan Mark kini berada di sisi gelap ruangan yang tidak terjangkau sinar biru.

Dengan cepat ia menghampiri Mark yang masih terikat oleh tali yang sama yang melilitnya tadi. Namun, ini tak semudah saat ia lolos, tali itu begitu kuat.

"Jaerin bisakah kau kemari? Cahaya itu sepertinya bisa menyelamatkan Mark," ujarnya sedikit berteriak.

Gadis itu mengangguk cepat sebelum kemudian berlari menghampiri tempat Taeyong dan Mark berada. Semakin bertambah dekatnya ia dengan Taeyong dan Mark, cahaya biru itu semakin mengikis kegelapan di sana.

Oh, ini terlihat begitu mudah!

Tali yang mengikat Mark mengendur dengan sendirinya saat cahaya biru itu menjangkaunya. Karena itu pula kesadaran Mark perlahan kembali.

Taeyong membantu menyingkirkan tali yang masih melilit tubuh Mark dengan cepat. Dan dengan cepat pula tali itu melebur menjadi pasir saat Jaerin tiba di hadapan mereka.

"Errgh!"

"Ayo kita cepat pergi dari tempat ini!" seru Taeyong seraya membantu Mark berdiri.

Sementara itu Jaerin hanya terdiam menatap lorong yang tak terjangkau oleh sinar birunya. Di sana, ia melihat tiga pasang mata merah yang mengawasi mereka. Gadis itu menelan ludahnya susah payah.

Ia tak yakin semuanya akan berakhir semudah ini.

"Jaerin!"

Ia berjenggit saat Taeyong berteriak padanya. Ia menatap Taeyong dan Mark sudah tiba di depan pintu utama.

Seharusnya iya yakin, 'kan?

Ia segera berlari menyusul Taeyong dan Mark seraya sesekali mengamati lorong tersebut–

–dimana tiga pasang mata itu bertambah menjadi delapan pasang; milik Aaron, James, Ace, Yerim, Haechan, Pastor Samuel, Jaehyun, dan Irene. Semua itu adalah korban dari sekte setan ini.





***






Irene merasakan sakit yang luar biasa di kepalanya ketika pusaran angin itu berhenti.

Semuanya sudah selesai, ia yakin.

Pria di hadapan Irene itu melepaskan tautan tangannya dengannya. Jaehyun menyeka wajahnya yang terasa kasat dan kebas itu. "Ini sudah selesai," ujarnya dengan suara tersendat.

Kedua pasang mata itu terbuka bersamaan. Membuat keduanya sadar bahwa di sekitar mereka sudah tidak lagi terlihat seperti taman. Sepertinya angin benar-benar telah memorak-porandakan taman itu.

"Jaehyun, kau baik-baik saja?" tanya Irene dengan matanya yang sayu dan napas terputus-putus saat melihat sisa darah yang mengering di bawah hidung bangir Jaehyun. Pandangannya itu sudah buram, tetapi ia masih bisa melihat Jaehyun juga sama lemasnya dengannya.

Pria itu menggeleng lemah sebelum kemudian menghapus jejak darah yang mengenai bibirnya. Ia tertawa kecil sebelum kemudian berujar, "Semuanya sudah berakhir." Tubuh besarnya itu terjatuh ke samping ketika kesadarannya hilang.

Tak jauh berbeda dengan Jaehyun, Irene juga tak dapat lagi menahan sakit di kepalanya dan menyusul Jaehyun.

Dalam ketenangan sebuah–

kematian.




TBC

Maaf banget ga bisa menuhin janji bikin semuanya selamat. Tapi (uhuk) nanti (uhuk) bisa lah (uhuk) dipertimbangkan.

SCHICKSAL - Lee Taeyong✔Where stories live. Discover now