TENTH - Indigo

1K 202 7
                                    

Taeyong menatap jendela dengan gusar. Langit sudah gelap dan mobil Jaerin baru saja terparkir di depan kafe tempatnya dan Jaerin bertemu. Ia menghela napas panjang seraya mengalihkan pandangannya ke kopinya yang sudah lama dingin.

Suara lonceng tak lama kemudian terdengar ketika pintu kafe terbuka. Menampilkan sosok gadis berambut sebahu melangkah anggun dan terkesan angkuh menuju ke arah Taeyong.

"Duduk," ujar Taeyong dingin ketika Jaerin telah tiba di depannya.

Mendapatkan perlakuan dingin dari Taeyong yang seingatnya cukup ramah itu membuat Jaerin mengerutkan kening. Namun, dirinya juga tidak membantah titah Taeyong dan segera duduk di hadapan pria yang menatap malas kopi hitamnya.

Setelah meletakkan tasnya di kursi yang berada di sampingnya, ia mulai membuka pembicaraan. "Di mana Mark?" tanyanya dengan cukup bersahabat. Berusaha untuk mencairkan wajah berkerut Taeyong yang jujur cukup mengerikan baginya.

"Di klinik bersama Jaehyun."

Jung Jaehyun. Nama itu pernah disebutkan oleh Mark sebelumnya. Mark bilang, Jaehyun adalah asisten Taeyong di klinik.

Tetapi, bukan itu yang membuat Jaerin mengerutkan kening. Melainkan cara bicara Taeyong yang begitu datar dan terdengar ketus. "Kenapa nada bicaramu seperti itu? Kau marah padaku?" tanyanya dengan nada cukup tinggi. Ia lelah, dan Taeyong membuatnya semakin buruk.

Menghela napas panjang, Taeyong akhirnya menatap Jaerin lumayan lembut. Tidak terlalu lembut karena alisnya masih berkerut. "Jung Jaerin. Memang benar aku meminta bantuanmu. Tetapi, tidak perlu terlalu mengada-ada seperti itu," ujarnya dengan nada tertekan.

"Apa maksudmu?"

Taeyong tertawa sinis. "Kau tidak mengerti juga?"

Kedua tangan Jaerin mengepal di bawah meja. Sungguh, jika ia tak ingat dirinya sedang berada di tempat umum, ia sudah melayangkan kepalan tangannya ke wajah Taeyong. Tak tahu kah pria itu bahwa dirinya sedang dalam mood yang buruk?

"Kau sudah mendengar cerita Mark tentang kepribadiannya yang lain dan dengan kau bertindak seperti tadi pagi, kau mendukung kepribadiannya itu untuk semakin bertumbuh!"

Jaerin terdiam. Berusaha mencerna kalimat Taeyong. Ah, ia bahkan tak ingat Taeyong pernah menyebutkan kepribadian ganda selama ini. Dan apa tadi? Ia membantah jika Mark selama ini benar-benar mengalami gangguan supranatural?

"Kejadian tadi pagi. Kau sengaja berpura-pura melihat Ace, Aaron, dan James, 'kan?" lanjut Taeyong ketika Jaerin tak menunjukkan reaksi lain selain menatapnya heran.

Dengan halus, Jaerin menggeram. "Berpura-pura bagaimana? Aku benar-benar melihatnya, Lee Taeyong. Ketiganya hampir membunuh Mark!"

Tangan kanan Taeyong terangkat untuk mengurut keningnya. "Mereka itu tidak nyata, Jaerin. Mereka hanyalah bentuk imajinasi Mark saja." Kedua matanya menatap lurus ke mata Jaerin dengan tatapan memohon. "Kumohon. Bantulah Mark dengan cara menyadarkannya tentang ketiadaan Ace, Aaron, dan James."

Rahang Jaerin menguat mendengar permintaan Taeyong. "Jadi, kau berpikir bahwa mereka tidak nyata? Mark menipumu, begitu?" tanyanya dengan hidung yang kembang kempis. Persetan dengan pengunjung yang kini mulai menatapnya aneh.

Melihat Jaerin yang bisa semarah ini tak ayal membuat Taeyong juga semakin tersulut emosi. "Bukannya seperti itu, Jung Jaerin."

Dengan satu gebrakan, kopi di atas meja itu membentuk gelombang dan memuntahkan sedikit muatannya. "Sudah ku katakan padamu sebelumnya mereka nyata."

Ia tak habis pikir. Ternyata selama ini Taeyong bahkan tak mempercayai perkataan pasiennya sendiri. Dan mengatasnamakan psikiater, ia memvonis Mark hanya berhalusinasi.

SCHICKSAL - Lee Taeyong✔Where stories live. Discover now