FIFTY SEVENTH - Where We're Going

689 136 22
                                    

Air mata Jaerin tumpah saat menceritakan semuanya pada Taeyong. Beruntung karena saat ini klinik sedang tutup sehingga mereka bertemu di apartemen Taeyong. Lumayan aman karena tidak ada siapa pun yang mungkin akan menguping pembicaraan mereka. Mark juga saat ini tengah berada di kamar.

Keduanya saat ini tengah duduk di sofa ruang tamu. Duduk saling berhadapan dengan Taeyong yang mendengarkan dengan seksama setiap cerita Jaerin.

Pria itu menghela napas saat tangis Jaerin semakin kencang. Ia membuka kedua tangannya mempersilakan Jaerin untuk mendekat padanya. "Here. You need a hug," bisiknya kemudian membawa tubuh ringkih itu jatuh ke dalam pelukannya.

Entah apa yang ada di pikiran Jaerin saat ini, ia hanya ingin sebuah ketenangan. Dan ia mendapatkannya dalam pelukan hangat Taeyong.

Ia pun membalas pelukan itu dengan erat. Tangannya bahkan sekarang bergerak meremas kaos bagian punggung milik Taeyong demi menyalurkan emosinya. "Aku bahkan tidak siap menerima surat pemecatan."

"Sshh. It's gonna be alright. Belum tentu Johnny akan memecatmu. Bukan kah ini masih peringatan?" desisnya. Ia menempatkan dagunya di puncak kepala Jaerin ketika tangannya beranjak untuk mengusap lembut rambut milik Jaerin.

Ternyata gadis dingin itu bisa juga menangis.

Usapan dan juga napas teratur Taeyong membuat Jaerin perlahan-lahan menjadi tenang. Gadis itu semakin lama semakin bisa menguasai dirinya dan menghentikan tangisnya. Cengkeramannya pada kaos Taeyong pun mengendur. Sebenarnya, ia juga tak mengerti mengapa Taeyong bisa sesakti ini.

Pria itu mengendurkan pelukannya, namun tidak melepaskan rangkulannya. Jemarinya bergerak menyusuri helaian surai Jaerin yang terasa begitu lembut itu.

"Sudah meminta maaf pada Johnny?" tanyanya dengan lembut. Berusaha untuk tidak memancing tangis Jaerin lagi.

"Aku sudah meminta maaf. Tetapi, sepertinya dia memang sangat marah." Jaerin semakin membenamkan wajahnya ke dada bidang milik Taeyong. Sangat nyaman, ia ingin selamanya melakukan ini.

Oh, tidak! Ia pasti sudah hilang akal.

Taeyong tersenyum kecil merasakan Jaerin begitu senang menggerakkan kepalanya di dadanya. "Tak apa. Kau masih punya hari esok untuk membuktikan padanya bahwa kau tidak pantas menerima pemecatan," ujarnya. Ia sangat yakin Jaerin bisa melakukannya. Hey, Jung Jaerin adalah orang yang optimis, 'kan?

Kepala Jaerin semakin menunduk. Ia tak berani menampakkan wajahnya yang penuh dengan air mata itu di depan Taeyong. "Tetapi, bagaimana jika Johnny benar-benar akan memecatku?"

"Itu berarti kau tidak pantas mendapatkan pekerjaan di situ. Kau hanya pantas bekerja di perusahaan yang lebih baik dari perusahaan milik Johnny," timpal Taeyong seraya mengendikkan bahu.

Ia lantas membawa pundak Jaerin untuk menjauh dari tubuhnya. Dengan seksama ia mengamati wajah Jaerin yang memerah karena menangis. Jemarinya mengusap lembut pipi sang gadis yang basah itu dan merapikan rambutnya yang berantakan.

"Now, look. Kau punya aku. Punya Mark dan Jaehyun. Jangan pernah merasa dirimu hancur hanya karena dipecat oleh kantormu. Aku akan selalu mendukung dan membantumu."

Tatapan teduh Taeyong menyihirnya. Ia bisa merasakan ketulusan dalam kalimat-kalimat itu. Ia perlahan mengangguk. "Terima kasih, Taeyong."

Senyum Taeyong merekah saat melihat senyum Jaerin. "Anytime," desisnya tepat di depan wajah manis Jaerin. Hey, ia baru sadar jika di balik wajah dinginnya, Jaerin menyimpan sisi manis. Dan itu, menggemaskan menurutnya.

Kedua tangannya terulur untuk mengusap kedua sisi rahang Jaerin. Ia bisa gila. Gadis itu benar-benar sempurna di matanya. Bagaimana jika ia jatuh cinta padanya? Bagaimana jika ia menginginkan gadis itu untuk menjadi miliknya? Bisakah?

SCHICKSAL - Lee Taeyong✔Where stories live. Discover now