FIRST - Meeting

2.3K 309 16
                                    

Jemari Taeyong mengetuk kasar meja kerjanya. Kedua matanya tak berhenti menatap layar ponselnya dengan perasaan gusar. "Astaga, dimana dia?" Disisirnya anak rambutnya yang sedikit panjang itu ke belakang dengan gerutuan.

Kembali, ia menekan ponselnya dan menempelkannya di telinganya. Mark, pasien yang telah ia anggap sebagai adiknya sendiri itu lah yang membuatnya begitu gusar. Sejak sore tadi, Mark tidak datang ke klinik untuk jadwal kontrolnya.

Ia ingat terakhir kali Mark mengeluh tentang teman khayalannya-ia pikir begitu. Tiga teman khayalannya bernama Ace, James, dan Aaron. Menurut kesaksian ayahnya, ketiga teman khayalannya itu muncul semenjak kematian ibunya. Mark kecil yang saat itu begitu besar rasa penasarannya pergi ke loteng rumahnya di Kanada. Di situ, Mark bertemu dengan tiga teman khayalannya itu.

Hingga tiba saatnya Mark harus pindah ke Korea mengikuti ayahnya. Dan saat itu pula ayah Mark mempercayakan remaja berusia delapan belas tahun itu padanya.

Yang membuat dirinya cemas kali ini adalah pembicaraannya dengan Mark kemarin malam. Remaja yang kini duduk di bangku sekolah menengah atas itu bercerita jika James berencana untuk membunuh ayahnya dengan perantara dirinya.

Membuatnya kini menggeram frustasi seraya menggigit kukunya. "Dia tidak berniat untuk membunuh ayahnya, 'kan?" gumamnya tepat sebelum nada sambung itu berhenti. Membuatnya menghentikan gerakan gusarnya dan menegakkan tubuhnya.

"Mark Lee! Kenapa kau baru mengangkat teleponku? Kau dimana sekarang?" cecarnya.

"Mark sedang bersamaku."

Bukannya suara Mark, suara seorang wanita yang terdengar begitu dingin justru menyapa indera pendengarannya. Keningnya berkerut, merasa bahwa Mark tidak pernah mempunyai teman wanita selama ini. "Siapa kau?"

Gadis di seberang sana hanya bisa mendengus kesal mendengar pertanyaannya. "Aku adalah orang random yang dipaksa oleh Mark untuk menolongnya," jawab gadis itu. Terdengar begitu malas dan jengah.

Namun, perkataan dari gadis itu justru membuat tubuhnya kaku. Seluruh kemungkinan-kemungkinan buruk menggelayuti kepalanya saat itu juga. Dengan hati-hati, ia kembali memastikan. "Tunggu, kau bilang 'menolong'?"

"Ya. Apa lagi?"

Taeyong tercekat. Dia sungguh tidak punya kemungkinan lain selain ini. "Apa dia membunuh ayahnya?" tanyanya sepelan mungkin. Hanya takut jika seseorang kini tengah menguping pembicaraannya-walaupun, toh, satu-satunya asistennya sudah pulang beberapa jam yang lalu.

"Ya."

Shit! Pemikiran Taeyong benar kali ini. Dengan gerakan terburu-buru, ia menyambar mantel dan kunci mobilnya. "Sekarang dimana Mark?" tanyanya dengan nada yang memggambarkan ketidaksabaran.

"Dia sedang tertidur."

Tentu saja. Ia sangat hapal bahwa setelah Mark mengalami pergulatan dengan tiga teman khayalannya itu, ia akan kelelahan dan tidur. Tetapi, jika pergulatannya adalah mengenai nyawa seseorang, itu bukan lagi suatu hal yang perlu disepelekan.

"Kirimkan aku lokasi kalian, aku akan kesana."

















***

















Usai membantu Mark masuk ke mobilnya, Taeyong kembali menghampiri Jaerin, gadis yang menurutnya cukup cantik walaupun dengan tampang dingin. Tangan kanannya terulur saat ia berkata, "Aku Lee Taeyong, dan Mark Lee adalah pasienku. Maafkan aku karena telah merepotkanmu." Matanya melirik ke arah Mark yang tengah tertidur di dalam mobil.

Gadis itu mendengus kecil sebelum menjabat tangan dingin Taeyong. "Setidaknya, jika nanti polisi memburunya, jangan sangkut pautkan aku," ujarnya dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada.

Taeyong tersenyum kecut mendapat perlakuan dingin seperti itu. Seingatnya, tidak pernah ada orang yang memperlakukannya sedingin ini-yeah, walaupun sebenarnya dirinya juga sering berlaku dingin pada orang lain. Tetapi, di sini Jaerin dingin padanya di awal pertemuan? Hell! Percuma memiliki wajah cantik jika sifatnya begitu buruk.

"I won't." Taeyong menggeleng kecil.

Jaerin tiba-tiba menghela napas dan mengalihkan perhatiannya kepada Mark yang nampak lebih tenang dalam tidurnya. "Jika saja aku tidak mempunyai rasa kemanusiaan aku sudah berteriak memanggil polisi," keluhnya kemudian ia imbangi dengan decakan kesal.

Taeyong tersenyum lega. "Tetapi kau tidak melakukannya," katanya. Setidaknya, sekarang ia tak menjemput Mark di kantor polisi. Kalau pun ia tahu kepastian tentang berita kematian ayah Mark, ia tak akan pernah merelakan Mark diringkus oleh polisi. Mark adalah pasiennya. Mark mungkin saja tidak dalam keadaan sadar saat melakukannya, 'kan?

Anggukan samar tercipta oleh Jaerin. Ia lantas mengosongkan pandangannya dan mungkin juga dengan pikirannya. "Karena aku tahu dia butuh pertolongan," gumamnya tanpa sadar.

Sangat segar di kepala Jaerin ketika tiga makhluk berwujud hologram di samping Mark itu menatapnya tajam di sepanjang perjalanan. Ia tak pernah tahu siapa ketiga sosok itu. Yang pasti sedari tadi Mark bungkam dan tak membahas apapun selain tidur di mobilnya. Meninggalkannya yang gusar oleh tatapan sosok astral tersebut.

Namun, herannya, tiga makhluk itu seolah-olah lenyap ketika Taeyong tiba tadi. Entah sejak kapan mereka pergi, ia hanya menyadari ketiadaan sosok transparan itu ketika Taeyong mengetuk pintu mobilnya.

"Bagaimana caranya kau tahu dia butuh pertolongan?"

Suara rendah Taeyong mendadak membuat Jaerin merinding. Benar. Bagaimana bisa dirinya menolong Mark yang bahkan tak pernah ia kenal sebelumnya? Bukan kah ia itu bisa menambah masalahnya, mengingat Mark sedang dalam pengejaran saat ini.

Gadis itu menggaruk pelipisnya dengan gerakan abstrak. "Insting?"

Senyum tipis terpatri di wajah tegas Taeyong. Sungguh, di samping kekesalannya dengan sikap Jaerin padanya, ia sangat bersyukur atas keputusan sang gadis untuk menyelamatkan Mark. "Kalau begitu aku pergi. Sekali lagi terima kasih, Nona-"

"Jaerin. Jung Jaerin," timpal Jaerin cepat tanpa merubah wajahnya yang sangat datar. Namun, tak sanggup menampik jika dirinya merasa lega masalahnya dengan Mark sudah berakhir.

Pria dengan rambut hitam kelam itu mengangguk kecil. Ia akan mengingat nama tersebut. "Baiklah. Nona Jung. Aku pergi. Sekali lagi terima kasih," ujarnya sebelum berlalu dari hadapan Jaerin.




















TBC

TBC

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
SCHICKSAL - Lee Taeyong✔Where stories live. Discover now