ELEVENTH - Insident 0.2

1K 199 1
                                    

Jaerin menghela napas panjang tepat ketika ia mematikan mesin mobilnya. Ia menatap sekilas garasi remang-remangnya sebelum kemudian menenggelamkan kepalanya di atas kemudi. Jika ditanya, ia sedang sangat lelah saat ini. Ditambah dengan perdebatannya dengan Taeyong membuatnya semakin ingin mati saja.

Lagipula, ia tidak bohong mengenai penglihatannya. Dan tentu saja ia marah dengan sikap Taeyong yang apatis dan cenderung angkuh itu. Jika ia bisa, ia sudah mematahkan rahang tegas pria itu.

Baiklah, ini waktu baginya untuk beristirahat. Persetan dengan Taeyong yang bisa kapan saja membatalkan perjanjiannya untuk membantu Mark. Justru ia akan merasa sangat senang jika hal itu terjadi.

Dengan langkah gontai, ia menaiki tangga menuju ruang tengahnya. Satu persatu menghidupkan lampu karena memang langit sudah gelap. Tepat ketika ia menyalakan lampu ruang tamu, pandangannya terhenti pada sofa panjang. Tempat yang sama dimana ia melihat Mark hampir mati di tangan para iblis itu.

Dan mohon ingatkan Jaerin, dirinya sendirian saat ini. Tanpa melihat lagi ke arah ruang tamu, ia berbalik dan mematikan lampu. Bergegas menuju ke kamarnya dengan sesekali bergidik ngeri membayangkan mata-mata merah itu menatapnya.

Dengan gerakan cepat, ia membuka pintu kamarnya. Namun, kembali dadanya terhenyak ketika dirinya hendak menyalakan lampu kamarnya. Jantungnya sempat berhenti sesaat ketika ia melihat bayangan hitam besar yang tengah duduk di meja kerjanya dengan posisi membelakanginya.

Napas Jaerin memburu ketika memori seringaian seram itu kembali berputar di kepalanya. Takut-takut, ia mencoba bertanya, "Who are you?"

Hening. Bayangan itu nampak tak menunjukkan pergerakan apapun. Entah karena memang kamarnya yang gelap sehingga ia tak dapat melihat pergerakan bayangan itu dengan jelas atau memang 'dia' benar-benar tengah mematung.

"Who are you?" tanya Jaerin. Kali ini lebih keras dari yang pertama yang terkesan begitu gentar. Tanpa sadar, ia mengayunkan langkahnya mendekati bayangan tersebut. Berlawanan dengan jantungnya yang serasa mulai berdetak tak karuan.

Ketika tiba tepat di belakangnya, Jaerin semakin bergetar. Aura panas sangat terasa ketika ia hanya berjarak kurang dari satu meter di belakangnya. "Who are you?!"

"Who are we."

Suara bergema itu membuat Jaerin tersentak. Suara yang seperti beragam suara yang ditumpuk itu membuatnya mundur selangkah. Sosok itu mulai membalikkan tubuhnya menghadap ke arah Jaerin yang sudah bergetar sempurna.

Sedikit melayang, sosok itu mendekati wajah Jaerin. Menampilkan seringaian yang Jaerin yakini bukan dari satu sosok saja. Ia dapat melihat sosok-sosok lain dalam satu wajah yang membuatnya semakin mengerikan.

"You know who are we."

Suara bergema itu kembali menggaung di telinga Jaerin. Membuat gadis itu mau tak mau menutup telinganya yang mulai berdengung dengan erat.

Pernyataan itu terus terulang dan memantul di telinganya hingga ia merasa kepalanya benar-benar sakit. Tanpa sadar, ia mulai berteriak untuk mengimbangi suara nyaring itu. Juga untuk mengatasi rasa takutnya akan wajah sosok yang tinggal beberapa centi dari wajahnya.

"Hah!" Jaerin kembali tersentak namun kali ini di tempat yang berbeda. Wajahnya basah oleh keringat dan napasnya tersengal-sengal. Dengan liar, matanya menatap sekitarnya.

Ia masih berada di dalam mobilnya.

Jaerin menghela napas panjang seraya menutup matanya erat. Tadi itu ternyata adalah mimpi buruk. Ia menatap jam di pergelangan tangannya. Masih pukul 8 lebih 5. Itu berarti ia tertidur selama lima menit lamanya.

SCHICKSAL - Lee Taeyong✔Where stories live. Discover now