SIXTIETH - Fire

690 133 11
                                    

Waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam, waktu semua orang normalnya beranjak untuk istirahat dari segala aktivitasnya dan mempersiapkan diri untuk hari Senin mereka. Begitu pun dengan Jaerin. Bahkan gadis itu sudah tertidur dari pukul 7 malam tadi, tanpa sempat mengganti pakaian dan makan malam.

Terhitung sudah tiga jam ia terlelap di atas sofa ruang tamunya. Entah lah, ia terlalu malas untuk naik tangga dan memutuskan istirahat sebentar di sofa sebelum kemudian terlelap di sana.

Jika kau kira tidur Jaerin nyenyak tanpa gangguan, kau salah besar. Sebuah suara gaduh yang berasal dari dapur membuatnya terjaga. Suara itu seperti suara alat-alat masak yang berjatuhan.

Kedua matanya menyipit saat mendapati ruang tamunya sangat gelap. Apakah hari ini adalah hari pemadaman listrik?

Prang!

Suara itu kembali terdengar. Ia yakin sekali jika yang jatuh adalah piring keramiknya. Dengan gerakan pelan, ia bangkit dari posisi tidurnya. Ia sama sekali tak dapat melihat apapun sekarang, bagaimana ia bisa mencapai dapur dengan selamat?

"Jungwoo?"

Satu-satunya orang yang ia dakwa sebagai pelaku adalah Jungwoo. Tidak ada siapa pun selain Jungwoo dan orang tuanya yang tahu password rumahnya. Ia tak yakin kedua orang tuanya akan sebar-bar itu memecahkan piringnya.

Namun, tidak ada sahutan dari arah dapur. Gadis itu segera mencari ponselnya. Ia ingat sekali terakhir kali ia membalas pesan Taeyong dan meletakkan ponselnya itu di atas meja. Setelah mendapatkan ponselnya, ia segera menyalakan senter.

Suara gaduh itu terdengar lagi. Kali ini suara kompor dinyalakan. Sepertinya memasak saat lampu padam bukan lah ide yang bagus. Yang benar saja!

"Jungwoo, apa yang kau—" Kalimatnya tersendat saat tak mendapatkan seorang pun di dalam dapurnya. Hanya ada pecahan piring, gelas, dan alat masak lain yang memenuhi lantai dapur. Kompornya juga terlihat memancarkan api yang sangat besar.

Baiklah, ini mulai mengerikan.

Dengan berhati-hati, ia berjalan melewati pecahan keramik itu untuk mematikan kompornya. Dalam hati ia terus menggumamkan agar dirinya tidak takut. Yang terpenting adalah mencari lampu darurat yang ia simpan di laci dapur.

Gunting.

Palu.

Paku.

Dapat! Ia mengeluarkan lampu itu dari laci berisi perkakas dan segera menyalakan lampu daruratnya yang jauh lebih terang daripada cahaya ponselnya. Sekarang, ia harus pergi keluar untuk memastikan koneksi listriknya masih terhubung.

Beruntung ia tak mengarahkan lampu daruratnya ke langit-langit dapur.

Saat dirinya tengah berjalan menuju pintu keluar, ia merasakan ponselnya bergetar. Ada panggilan masuk dan beberapa panggilan tak terjawab. Kenapa ia merasa jadi orang penting seperti ini?

"Halo, Taeyong?" jawabnya sambil melanjutkan langkahnya.

"Akhirnya kau mengangkat teleponnya. Ku kira telah terjadi sesuatu padamu."

Suara Taeyong benar-benar terdengar lega di seberang sana. Setelah mencapai pintu rumahnya yang terbuka lebar itu, ia segera mengecek koneksi listriknya. Ia meringis saat melihat salah satu kabelnya terputus.

"Ya, ada masalah sedikit di rumahku. Seseorang telah memutus koneksi listrikku, but I'm totaly fine." Ia menatap kesal ke sekeliling. Rumah lainnya nampak terang seperti biasa, tidak seperti rumahnya yang gelap gulita.

"Syukurlah."

Jaerin kembali masuk ke dalam rumahnya dan menutup pintunya— yang seingatnya tertutup rapat sebelum ia tertidur di atas sofa. "Memangnya ada apa menelponku?" tanyanya saat suara pintu terkunci di belakangnya terdengar.

SCHICKSAL - Lee Taeyong✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang