NINETEENTH - We Need To Talk

927 175 5
                                    

"T-taeyong?"

Merasa terpanggil, pria yang tak lain adalah Taeyong itu menoleh. Kedua matanya membulat menatap gadis yang kini menghentikan langkahnya. "Jaerin! Kebetulan sekali kita bertemu," ujarnya. Kentara sekali sedang menyembunyikan canggungnya.

Baik Johnny maupun Jungwoo kini ikut menghentikan langkahnya dan menatap Jaerin dan Taeyong bergantian. Mereka sama sekali tidak memahami situasi macam apa ini, yang pasti tindakan paling tepat adalah mereka memberikan Taeyong dan Jaerin ruang untuk berbicara.

"Kami tunggu di sana, Sekretaris Jung," ucap Johnny kemudian menyeret Jungwoo yang masih terdiam. Dengan tatapan curiga.

"Ah, iya–" Jaerin menggaruk belakang telinganya dengan canggung. Awalnya dia ingin segera menyudahi pertemuan kikuknya bersama Taeyong. Tetapi, melihat dua atasannya itu pergi membuatnya hanya bisa menghela napas pasrah.

Pria di hadapannya itu terlihat mengambil satu dari empat gelas kopi yang ia beli dan menyodorkannya ke arah Jaerin. "Kau mau kopi? Aku mendapat voucher dari pasienku. Beli tiga gratis satu," ujarnya disertai senyum tipis.

Jaerin menggigit bibirnya ragu sebelum menerima uluran kopi tersebut. "Terima kasih." Kopi cappuccino. Not bad, dia menyukai segala macam kopi.

Merasa mereka tidak berada di tempat yang baik untuk berbincang, Taeyong kemudian menuntun gadis itu untuk duduk di salah satu meja yang berada di luar yang disediakan oleh kedai tersebut.

Setelah keduanya duduk, Jaerin memulai pembicaraan mereka. Kebetulan dirinya sangat penasaran dengan kondisi Mark setelah mengalami kejadian aneh kemarin. "Bagaimana keadaan Mark?"

"Sudah membaik. Dia menanyakan keberadaanmu setelah sadar sepenuhnya," jelasnya seraya tertawa canggung. Kedua matanya lantas menangkap sebuah gedung tinggi di dekat kedai tersebut kemudian menunjuknya. "Itu tempat kerjamu?"

Pandangan Jaerin mengikuti arah telunjuk Taeyong sebelum kemudian mengangguk kecil. "Ya."

"Sebagai sekretaris?" tanya Taeyong lagi yang langsung disambut anggukan Jaerin.

Ia menoleh ke arah restoran seafood. Lewat jendela kacanya, bisa ia lihat dua pria tampan yang tadinya bersama Jaerin saat ini tengah memperhatikan Jaerin secara seksama. Tak lama, karena setelah menyadari dirinya memperhatikan keduanya, mereka lantas mengalihkan pandangannya.

Kedua mata Taeyong menyipit menatap tingkah aneh dua pria itu. Terlebih pria yang terlihat lebih kecil itu. Seperti kesal?

Taeyong kembali menatap Jaerin yang sepertinya paham arah pandangannya tadi. "Dan mereka adalah–"

"Direktur dan presiden direktur," sahut Jaerin dengan bangga. Bagaimana tidak bangga mempunyai dua atasan muda yang tampan seperti mereka? Jelas semua wanita pasti akan menyombongkannya.

Taeyong tertawa hambar. "Kelihatan sekali dari wajahnya."

Gadis itu mendengus. Pria itu nampaknya sama sekali tak tertarik. Ia lantas melihat ke arah jam tangannya. Jam makan siang hampir usai dan dirinya belum makan sama sekali.

Sadar diri, Taeyong kemudian berdiri. "Kalau begitu, aku harus kembali. Mark menunggu frappuchino-nya," ujarnya seraya menggoyangkan -tempat kopi-nya. "Kau ingin menitip salam?"

Jaerin ikut bangkit. "Ah, ya. Salam untuk Mark dan Jaehyun."

Melihat wajah ceria Jaerin saat menyebutkan Jaehyun membuat Taeyong mengerutkan kening. "Sudah mulai akrab dengan Jaehyun, huh?" cibirnya seraya berjalan meninggalkan teras kedai tersebut.

"Dia orangnya menyenangkan." Senyum gadis itu menipis melihat Taeyong yang mendadak sinis. Langkahnya terhenti. Memilih untuk hanya melihat punggung Taeyong menjauh menuju mobilnya.

SCHICKSAL - Lee Taeyong✔Where stories live. Discover now