SIXTY SEVENTH - A Goodbye

741 130 12
                                    

Jaerin merangkul pundak Mark ketika Taeyong melemparkan api dari korek yang ia bawa ke dalam kuil yang sebelumnya sudah disiram oleh minyak tanah. Sontak saja api yang dilempar oleh Taeyong itu menyebar dengan cepat dan membakar bangunan besar itu tanpa ada keraguan.

Mark terduduk lemas di semak-semak saat kobaran api semakin besar melahap semua bangunan kuil itu. Apa yang selama ini ia harapkan terjadi.

Bahwa ia selamat dari semua kesialan yang menimpanya.

Ia melihat wajah Taeyong yang begitu kusam terkena panas api yang membakar kuil itu. Pria yang selama ini menjadi tujuannya bersembunyi itu nampak begitu lega. Sama leganya dengan Jaerin yang berdiri di sampingnya.

Senyum perlahan tercipta di wajahnya yang sama kusamnya dengan Jaerin dan Taeyong. Sejak awal ia begitu mengharapkan semuanya berakhir. Sebenarnya ia sama sekali tak pernah berharap hal ini akan menimpanya.

"Ayo kita pergi."

Ucapan Taeyong membuat Mark mendongak. Namun, tepat saat ia menatap wajah Taeyong, ia merasakan kepalanya berputar.

Kesadarannya tersedot, penglihatannya diganti oleh penglihatan lain yang nampak samar dan tak nyata.


Di hadapannya, Mark melihat sebuah taman yang sangat berantakan dan hancur. Tak lagi terlihat sebagai sebuah taman. Dan yang membuatnya terkejut adalah keberadaan empat tubuh tak bernyawa yang tergeletak di tempat yang terpisah.

Mereka adalah Pastor Samuel, Haechan, Jaehyun, dan Irene.

Ia tak pernah lupa Pastor Samuel pernah berkata jika ritual doa akan dilaksanakan di taman belakang gereja. Dan jika perkiraannya benar, maka keempat orang ini adalah orang yang berada dalam ritual doa yang dimaksud Pastor Samuel.

Jaerin dan Taeyong berusaha menyelamatkannya sedangkan mereka membantunya dengan ritual doa.

Mark menutup bibirnya yang terbuka lebar. Ia tak tahu jika ini akan memakan korban yang banyak. Hanya untuk menyelamatkan nyawanya, keempat orang ini harus mati?

"Mark."

Suara berat yang sangat ia kenal membuatnya menoleh ke belakang. Di hadapannya, ia dapat melihat ayahnya menatapnya dengan tatapan sendu. Di belakangnya juga berdiri mendiang ibunya dan Yerim yang sama-sama menunjukkan raut sedih.

"Daddy. Mommy. Yerim."

Mark tidak bodoh. Ketiga orang di depannya dan empat jasad yang tergeletak di bawahnya adalah korban karena dirinya yang terus menghindar dari kenyataan bahwa ia sudah menjadi hak milik iblis.

Remaja itu meraung keras seraya menjambak rambutnya kuat. Ia tak lagi bisa hidup jika ingatan mengenai banyak korban yang berjatuhan karenanya terus tersimpan dalam lubuk hatinya. Ia akan hidup dalam rasa bersalah yang panjang.

"Mark, ini bukan salahmu. Ini semua salah Daddy yang mengorbankanmu, Nak. Daddy tidak pernah mendengarkan perkataan Mommy untuk berhenti mengorbankanmu. Daddy minta maaf."

Lutut Mark tertekuk hingga remaja itu jatuh berlutut. Tak dapat lagi ia bendung air yang berkumpul di pelupuk matanya. Semuanya sudah terjadi, semuanya akan selamanya menjadi kutukan untuknya.

"Bisakah–" Mark menatap ayahnya yang masih melayang bersama ibunya dan Yerim. "Bisakah aku saja yang pergi? Orang-orang ini tidak layak untuk mati. Tidak juga dengan kalian."

"Tidak, Mark. Hidup lah dengan tenang di dunia ini. Kau diberi kesempatan kedua untuk memperbaiki semua ini."

"Diam!" jerit Mark seraya menutup kedua telinganya erat-erat.

SCHICKSAL - Lee Taeyong✔Where stories live. Discover now