THIRTY FOURTH - Kim Jungwoo

836 139 1
                                    

Pagi harinya, Jaerin sama sekali tidak melihat Irene di kamarnya. Mungkin gadis itu sudah duluan turun ke dapur. Ia tak habis pikir dengan gadis itu. Berapa jam idealnya bagi Irene untuk tidur malam? Seingatnya, Irene pernah bercerita padanya jika ia bisa tidur tenang di atas pukul dua dini hari.

Yang membuatnya semakin heran adalah wajah Irene sama sekali tak kelihatan lelah. Bahkan untuk orang yang kurang tidur, Irene tidak memiliki kantung mata sama sekali. Ia terkadang iri dengan kecantikan alami sepupunya itu.

Setelah memakai kemeja hijau dan rok hitam selututnya, ia segera turun menuju dapur. Aroma masakan sudah tercium bahkan sebelum dirinya mandi. Apa mungkin Irene bisa memasak?

Setelah tiba di dapur, ia dikejutkan oleh sosok wanita yang tengah menata makanan di atas meja makan. "Ibu datang?"

Ibunya memang baru saja pulang dua hari yang lalu. Tetapi, kenapa ibunya kembali lagi tanpa memberitahunya?

Wanita yang dipanggil ibu itu mendongak kemudian tersenyum hangat. "Ya. Baru saja. Ayahmu juga akan datang besok."

Lagi-lagi, Jaerin dibuat terkejut. Sekarang ayahnya juga datang? "Tapi, untuk apa?" tanyanya seraya mendekati ibunya.

Wanita itu menghentikan kegiatannya sejenak dan melemparkan senyum jenaka. "Memangnya kita tidak boleh ke ibu kota?" timpalnya kemudian berbalik ke arah dapur.

"Bukan seperti itu, Bu." Bagaimana jika ibu dan ayahnya tahu jika ia ikut campur masalah Mark? Bagaimana jika ayahnya mengetahui bahwa dirinya pernah terlibat dalam masalah Mark? Seperti dirinya, ayahnya paling anti melakukan tindakan melanggar hukum.

"Lagipula rumahmu akan menjadi lebih ramai, 'kan, Jaerin." Irene masuk dari pintu halaman belakang. Sepertinya gadis itu baru saja selesai menjemur pakaiannya.

"Memangnya kau tidak bosan sendirian di rumah?" tanya ibunya yang kini tengah berjalan dari arah dapur dan duduk di depan meja makan. Ia menepuk-nepuk meja, mengisyaratkan Jaerin untuk sarapan.

Jaerin menghela napas, tersenyum kecil kemudian duduk di hadapan ibunya. "Baiklah, baiklah. Aku senang rumahku ramai karena kalian."

Irene yang baru saja kembali dari mengembalikan ember itu ikut tertawa dengan ibunya. Saking kompaknya, Jaerin bahkan tak yakin jika Irene hanyalah keponakan ibunya. Bagaimana jika ternyata Irene adalah anak ibunya?

Dalam suasana tenang, akhirnya mereka menyantap sarapan. Tak ada yang berniatan membuka pembicaraan karena yang pasti Jaerin tahu Irene sedang menahan diri untuk tidak menceritakan pada ibunya bahwa Jungwoo baru saja menyatakan perasaan kepadanya.

Ting! Tong!

Jaerin menghentikan kunyahannya dan menatap Irene serta ibunya bergantian. Ia kemudian berdiri. "Biar aku yang membukakan pintu."

Jarang sekali ia menerima tamu sepagi ini. Kalau toh itu adalah pengantar koran, tak mungkin juga akan menekan bel, 'kan? Ah, mungkin ada tetangganya yang memerlukan bantuan.

Namun, betapa terkejutnya ia saat dirinya membukakan pintu. Sosok pria jangkung dengan senyum hangat berdiri di hadapannya. Sosok yang membuat dirinya tak dapat tidur nyenyak semalam.

Itu Kim Jungwoo!

"Selamat pagi, Jaerin," sapa Jungwoo seraya tersenyum lebar hingga kedua matanya menyipit. Terlalu menggemaskan untuk ukuran seorang pria.

"Direktur Kim?" Baiklah, ia terkejut sekarang. Tetapi, ia kembali mengingat bahwa Jungwoo sangat tidak menyukainya jika memanggilnya Direktur Kim. Ia meralat, "Ah, maksudku, ada apa datang pagi-pagi, Jungwoo?"

SCHICKSAL - Lee Taeyong✔Where stories live. Discover now