THIRD - Warning

1.5K 253 16
                                    

Taeyong meletakkan beberapa kantung plastik belanjaannya ke atas meja makan. Mengeluarkan kotak ayam dari dalamnya dan juga beberapa roti yang ia beli di minimarket. "Mark, kemari lah. Aku membelikanmu roti cokelat juga," serunya seraya menatap pintu kamar tamu yang tertutup dan tak menunjukkan aktivitas apapun yang berarti.

Merasa diacuhkan, Taeyong mengerutkan kening. Seingatnya, senyenyak-nyenyaknya Mark tidur, ia tidak akan pernah mengacuhkan panggilan siapapun. "Mark?" panggilnya sekali lagi seraya berjalan mendekati kamar tamu.

Tepat ketika tangannya meraih gagang pintu, suara debuman keras mengejutkannya. Dengan gerakan bar-bar, ia merangsek masuk. Kedua matanya sontak membulat saat mendapati barang-barang tercecer dari tempatnya semula. Juga jangan lupakan sosok pria yang tengah meringis di dekat lemari yang kini menganga. "Astaga, Mark!" serunya segera mendekati tubuh bergetar itu.

Dengan wajahnya yang begitu ketakutan, Mark meraih tubuh Taeyong dan menggunakannya sebagai perlindungan. "Hyung–" Kerongkongannya tercekat ketika kembali melirik ke arah jendela yang terbuka lebar. Jantungnya berdebar amat kuat ketika mengingat bagaimana tubuhnya terlempar kuat dari ranjang menabrak lemari di belakangnya. "Begitu kau pergi, mereka datang," cicitnya dengan suara bergetar.

Taeyong menghela napas. Ia meneguhkan hatinya yang cukup panas melihat betapa berantakannya kamarnya itu.

Tidak, ia tidak pernah percaya dengan keberadaan tiga sosok yang selalu menjadi topik pembicaraan mereka ketika bertemu. Tidak pernah.

Tangannya yang semula dicengkeram kuat oleh Mark itu menarik tubuh lesu itu. "Bangunlah," titahnya dengan suara beratnya.

Mark menggeleng kuat seraya mengeratkan cengkeramannya pada lengan Taeyong. Wajahnya terbenam dalam kemeja Taeyong ketika ia mulai tak mampu menahan air matanya lagi. "Hyung, jangan tinggalkan aku, mereka akan datang jika kau pergi," pintanya dengan nada pilu. "Dan sepertinya mereka benar-benar kecewa padaku."

Taeyong tersenyum simpul seraya mengusap pundak Mark. Berusaha membuat pria di hadapannya itu nyaman. Tak lama, ia membawa Mark untuk bangkit dan menatap darah yang mengalir di bagian pelipis Mark. "Aku tidak akan meninggalkanmu. Sekarang aku harus mengobati lukamu dahulu," ujarnya seraya menuntun Mark duduk di tepi ranjang.

Dari situ, ia tahu jika Mark mulai bergantung padanya.







***







Pintu kaca klinik itu terbuka karena Taeyong mendorongnya dari luar. Membuat pria jangkung yang sedang membereskan meja resepsionis itu mendongak dan tersenyum. Apalagi dengan keberadaan Mark di samping Taeyong. Ia berlari kecil menghampiri kedua pria yang baru saja masuk tersebut untuk menyambut. "Hi, Mark. Apa kabar?" sapanya.

Mark yang sedari tadi menunduk itu mengangkat kepalanya. Membalas senyuman manis Jaehyun, pria di hadapannya itu, dengan senyuman kecut. "Not really fine," jawabnya sejujur-jujurnya. Membuat Taeyong hanya bisa menghela napas dan menepuk-nepuk punggung Mark pelan.

"Hey, ada apa? Cerita lah padaku." Jaehyun segera menggantikan posisi Taeyong dan menuntun Mark untuk duduk di kursi di balik meja resepsionis. Ia meringis ketika melihat luka di pelipis Mark. "You are not fine," cicitnya, membenarkan ucapan Mark.

Taeyong melanjutkan langkahnya menuju ruang praktik. "Jaehyun, bisakah kau menemaninya dahulu?" tanyanya seraya memijat keningnya yang terasa berputar.

Dengan segera, Jaehyun menyusul langkah lebar Taeyong. Menarik lengan psikiatris itu agar menghadapnya. "Apa terjadi lagi?" lirihnya, bermaksud agar Mark tidak mendengar pertanyaannya–yang nyatanya memang dapat didengar oleh Mark.

SCHICKSAL - Lee Taeyong✔Where stories live. Discover now