FOURTY SECOND - First Date

787 137 37
                                    

Sudah satu bulan semenjak Jaerin didiagnosa retak tulang rusuk oleh dokter. Sudah sebulan pula dirinya tidak bertemu dengan Taeyong, Mark, dan Jaehyun.

Ia merindukan mereka. Tawa Mark, sifat lembut Taeyong, juga kebaikan Jaehyun. Semua itu membuatnya mengerti arti pertemanan yang sebenarnya.

Dan sungguh, ketika Taeyong melarangnya untuk bertemu mereka lagi membuatnya sedih. Dia membantu mereka memang karena Taeyong meminta. Tetapi perasaannya kini sudah lain.

Dia membantu karena dia ingin.

Ia meraih ponsel di atas nakasnya kemudian membuka kontak Taeyong. Selama ini ia tak pernah menghubungi Taeyong lagi. Begitu pula sebaliknya. Mungkin ia benar-benar sudah tidak ditakdirkan untuk bertemu dengan mereka lagi.

Jaerin menghempaskan diri ke atas ranjang. Saat ini pukul 7 malam, terlalu awal baginya untuk tidur. Tetapi sungguh tidak ada yang bisa ia lakukan selain berguling di tempat tidur.

Sejak kemarin, Irene memutuskan untuk pindah ke apartemen dekat kantor ayahnya. Ibu dan ayahnya juga sudah pulang ke Incheon sejak seminggu yang lalu. Tepatnya setelah tulangnya dinyatakan sembuh.

Walaupun sejak seminggu yang lalu ia sudah sembuh, ia masih tidak diperbolehkan untuk bekerja. Lebih tepatnya, Jungwoo yang melarangnya. Seharusnya saat ini ia berada di Jeju untuk pembukaan cabang, jika saja Jungwoo tidak menghalanginya.

Percuma ia memaksa untuk masuk kerja, Jungwoo akan marah dan tidak membiarkannya untuk masuk ke area kantor. Padahal Johnny tidak pernah melarang apapun.

Saat dirinya hendak memejamkan matanya, ia merasakan ponselnya bergetar menandakan telepon masuk. Dengan antusias, ia menatap layar ponselnya. Berharap jika Taeyong lah yang menghubunginya.

Namun, nama Kim Jungwoo justru yang keluar di layar datarnya. Ia menghela napas sebelum kemudian mengangkatnya.

"Halo, Jaerin. Kau sudah baikan?"

Suara ceria Jungwoo seperti biasa menyapa telinganya. Membuatnya tersenyum kecil seraya menatap langit-langit kamarnya. "Iya. Dokter sudah memperbolehkanku berjalan jauh walaupun aku masih harus meminum obatnya."

"Baguslah. Dengarkan kata dokter," jawab pria itu.

"Hm." Jaerin mengangguk kecil. Di bayangannya, pasti menyenangkan jika dirinya sedang berada di Jeju. Hitung-hitung sebagai pelarian dari segala perasaan yang berkecamuk dalam hatinya.

"Bagaimana acara di Jeju? Berjalan lancar?" tanyanya kemudian.

"Sangat membosankan karena tidak ada dirimu." Kemudian Jungwoo tertawa cukup keras.

Jaerin terdiam. Selalu seperti itu. Jungwoo tak pernah bosan menunjukkan perhatian padanya. Pria itu benar-benar tak main-main dengan pernyataan cintanya.

Setidaknya itu yang dipikirkan oleh Jaerin.

Gadis itu jadi berpikir untuk kedua kalinya. Apakah dirinya tidak keterlaluan dengan menggantungkan perasaan Jungwoo seperti ini? Jungwoo pasti akan terus menunjukkan perhatiannya sepanjang dirinya mengabaikan perasaan pria itu.

Tapi, apakah menerima cinta Jungwoo adalah juga kebenaran untuk hatinya?

Mengerti Jaerin terus terdiam selama dirinya tertawa akan leluconnya membuat Jungwoo terdiam. Pria itu langsung mengklarifikasi, "Bercanda. Johnny juga menanyakan keadaanmu."

Jaerin masih terdiam. Ia memikirkan apa yang mungkin akan terjadi jika ia menolak Jungwoo. Ia pikir, ia terlihat begitu jahat dengan menolak perasaan Jungwoo setelah selama ini ia mendapatkan perhatian berlebih dari pria itu.

SCHICKSAL - Lee Taeyong✔Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora