TWENTY FIRST - Wrath

878 173 2
                                    

Brak!

"Mark?"

Ketika Taeyong tengah bercerita, tiba-tiba pintu di belakang Jaerin terbuka dengan kasar. Sontak, baik Jaerin maupun Taeyong menoleh ke arah pintu, ke arah Mark yang kini menatap keduanya dengan tatapan tajam.

"Sudah kubilang jangan katakan pada siapa pun!" seru Mark menggelegar ke seluruh penjuru ruangan. Membuat nyali Jaerin seketika menjadi ciut.

Di belakang Mark, Jaehyun nampak berlari terburu-buru. Pria itu nampak sangat panik dan segera menarik lengan Mark untuk meredam amarahnya. "Mark, kau harus tenang," ucapnya tepat di depan telinga Mark.

Namun, sepertinya tenaga remaja pria itu lebih kuat dari Jaehyun sehingga kini dirinya bisa lolos. Dengan cepat ia menarik tubuh Jaerin untuk berdiri kemudian mendorongnya ke dinding.

"Mark!" pekik Taeyong kemudian segera menghampiri Mark yang telah mencekik Jaerin dengan lengannya.

Di dalam kungkungan Mark, Jaerin hanya bisa melihat wajah memerah Mark dan juga hidungnya yang kembang kempis. Yang ia tahu saat ini hanyalah dia membutuhkan asupan oksigen. Namun, lengan Mark justru semakin kuat saat dirinya memberontak.

"Lupakan semua yang dikatakan Taeyong Hyung," desis Mark dengan memberi tekanan di setiap kalimatnya.

Persediaan oksigen di jantung Jaerin menipis seiring semakin kuatnya dorongan lengan Mark pada lehernya. Ia terbatuk-batuk dan memegangi lengan kokoh itu. "Ba-baiklah," ujarnya terbata-bata.

"Mark, lepaskan tanganmu!" Taeyong menghempaskan tubuh Mark ke belakang hingga Jaerin terlepas dari kungkungannya. Pria itu menatap tajam ke arah Mark yang kini didekap oleh Jaehyun.

Di tempatnya, Jaerin hanya bisa mencengkeram kerah bajunya dan melonggarkannya. Ia sudah bisa bernapas dengan normal, namun dirinya masih merasa syok sehingga tubuhnya merosot ke bawah.

"Hyung, aku kecewa," ujar Mark dengan mata menyipit. Hendak menyerang Taeyong yang masih menatapnya nyalang sebelum Jaehyun buru-buru menahan pundak Mark.

Pria berlesung pipi yang kini terlihat begitu serius itu menggiring tubuh Mark untuk keluar. "Ikut aku, Mark," ujarnya tegas saat Mark masih berusaha berontak. Ia hanya tak ingin menambah masalah dengan mempersilakan Taeyong memukul Mark atas kelakuannya barusan.

Yeah, walaupun sebenarnya dirinya tidak paham situasi apa ini.

Setelah pintu ruangan periksanya tertutup, Taeyong segera mendekat ke arah Jaerin. Bersimpuh di hadapan gadis itu seraya mengusap pundaknya. "Kau tidak apa-apa?" tanyanya dengan alis naik.

Masih mengumpulkan kekuatannya, Jaerin balik menatap Taeyong dengan tatapan kesal. "Kenapa kau mengatakannya padaku?" Andai saja Taeyong tidak bercerita pasal Mark, mungkin ia tidak akan merasakan rasanya sakratul maut seperti tadi.

Taeyong menghela napas. Kentara sekali jika dirinya sangat menyesali keputusannya itu. Dengan hati-hati, ia menuntun tubuh mungil Jaerin untuk duduk di kursinya semula.

Ia bertanggung jawab akan semuanya. Tetapi, semua itu justru malah semakin rumit. Saat dirinya tidak percaya tentang dunia 'halus', Mark marah. Namun, ketika dirinya ingin percaya, Mark seolah menghalanginya.

Setelah memastikan Jaerin dapat minum dengan baik, ia berjalan sedikit menjauh dari Jaerin. Mengusap wajahnya yang sudah pasti begitu mengerikan ketika menatap Mark tadi. Ia menghela napas panjang.

"Aku hanya ingin membuktikan sesuatu dengan memintamu kembali membantu Mark. Dan ku kira, jika aku tak menjelaskan alasanku memintamu membantu Mark lagi, mungkin kau tidak berkenan," gumamnya tanpa berniat memutar tubuhnya untuk menghadap ke arah Jaerin.

Jaerin terdiam seraya menggenggam erat gelas di atas pangkuannya. Jelas saja ia kesal. Jika ini dihitung bisnis, mungkin ia akan membatalkan perjanjian ini atas dasar perlakuan tidak menyenangkan.

Namun, melihat betapa frustasinya Taeyong saat ini, membuatnya paham. Apalagi setiap harinya pria tampan itu berhadapan dengan Mark yang emosinya masih labil. Ditambah masalah Mark dan 'teman-teman'nya itu.

Ia menghela napas kemudian meletakkan gelasnya kembali ke atas meja. "Jaehyun juga tahu masalah ini?" tanyanya dengan cukup lembut.

Taeyong terdiam sesaat sebelum kemudian menunduk. "Belum," jawabnya lemah seiring dengan ponselnya yang bergetar di dalam saku celananya. Ia merogoh sakunya tanpa niat kemudian membuka pesan masuk tersebut.

Jaehyun Jung
Hyung, malam ini Mark tinggal di rumahku. Sebaiknya besok kau meminta maaf padanya dan menjelaskan apa yang kau lakukan.


Setelah membaca pesan tersebut, Taeyong kembali mengantongi ponselnya. Berbalik ke arah Jaerin yang kini menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Lagi, ia menghela napas kemudian berjalan menuju ke mejanya.

"Mark sudah pulang dengan Jaehyun," ujarnya seraya menyahut jaket putih yang ia sampirkan di sadaran kursinya. "Mari pulang. Aku akan mengawal mobilmu," lanjutnya seraya mengenakan jaketnya.

"Eh? Tidak perlu. Aku bisa pulang sendiri," tolak Jaerin yang sempat terpaku dengan pemandangan mengagumkan dari Taeyong yang tengah mengenakan jaket.

"Tidak perlu menolak," sahut Taeyong cepat seraya mengambil kunci mobilnya dari tempat gantungan kunci. Tak lupa, ia kembali berjalan menuju Jaerin dan membantunya untuk berdiri dan menuntunnya pelan.

Jaerin sempat tergagap saat kedua tangan Taeyong mendarat di kedua lengannya, bergerak untuk menuntun. "Aku baik-baik saja." Namun, yang ia dapat hanyalah decakan dari Taeyong yang masih senantiasa berjalan di samping kanannya.

Semoga saja di jarak sedekat ini Taeyong tidak mendengar suara degub jantungnya.



























TBC

Suka ga tega bikin Mark galak,, padahal segalak galaknya Mark mah malah lebih keliatan kaya anak singa 😂😂

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suka ga tega bikin Mark galak,, padahal segalak galaknya Mark mah malah lebih keliatan kaya anak singa 😂😂

SCHICKSAL - Lee Taeyong✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang