ZERO - Prologue + Cast

4.6K 364 53
                                    

Jung Jaerin menutup matanya erat-erat ketika mendadak jalan di depannya macet total. Ia lelah dan harus pulang sekarang juga. Namun, kejadian tak terduga membuatnya harus mau menunggu di tengah derasnya hujan malam itu.

Kedua irisnya melirik ke arah kursi di sampingnya. Beberapa bahan roti tersedia di sana. Tidak terlalu banyak, tetapi cukup untuk membuatnya puas menyalurkan hobinya memasak di tengah kesibukannya menjadi sekretaris direktur utama.

Tok! Tok!

Suara ketukan pelan di kaca mobilnya membuatnya berjenggit. Tidak, bahkan suara tetesan air hujan tidak sejelas ini. Suara itu seperti sebuah kuku yang beradu dengan kaca mobilnya.

Dan yang ia takutkan terjadi di hadapannya. Sesosok pria dengan pakaian penuh darah menatapnya tajam. Dan jangan lupakan kepalanya yang pecah–yang sedikit memperlihatkan otaknya yang tersembul. Membuat Jaerin beringsut mundur.

"Apakah ada kecelakaan di depan?" gumamnya dengan tubuh bergetar.

Ini memang bukan pertama kalinya ia melihat hal-hal seperti itu. Ia bahkan sering berbicara dengan makhluk-makhluk tak kasat mata seperti itu. Namun, jika sudah berhadapan dengan makhluk semengerikan ini, dia memilih angkat tangan. Wujudnya terlalu mengerikan. Ia yakin jika malam ini dia tidak akan bisa tidur.

Ia menggeleng pelan saat tangan berdarah itu menembus kaca jendelanya dan berusaha meraih lengannya. Hey, ia tahu jika arwah itu butuh pertolongan–atau mungkin penjelasan tentang kematiannya. Tetapi, dirinya bukan lah seseorang yang bisa menenangkan arwah. Dirinya hanyalah manusia ter-sial yang kebetulan dapat melihat hal-hal gila seperti itu.

Belum sempat dirinya berteriak, tangan itu tertarik ke belakang. Seperti kabut, arwah itu lantas menghilang dari hadapannya. Selalu seperti itu. Membuatnya takut dan pergi begitu saja tanpa pertanggungjawaban.

Ia mendengus dan meremas ujung jaketnya gusar. Untung saja arwah itu segera pergi dan tidak membuat kekacauan seperti membentaknya dan memaksanya untuk berkata bahwa sang arwah masih hidup seperti kejadian sebelum-sebelumnya. Sepertinya memang arwah tadi semasa hidupnya adalah orang baik sehingga malaikat pencabut nyawa dengan senang hati menjemputnya.

"Huh, menyusahkan saja."

Brak!

Kepala Jaerin menoleh cepat ke arah bangku belakang. Tepat ke arah seorang pria dengan wajah pucat pasi dan keringat yang meluber di sekita pelipisnya. Keningnya berkerut.

"Hey! Siapa kau? Ini bukan taksi," hardiknya. Bagaimana tidak? Pria asing yang nampaknya jauh lebih muda darinya itu nampak memejamkan matanya, seolah-olah hanya di mobilnya sajalah dia aman.

Pria itu nampak menggeleng lemah kemudian menegakkan tubuhnya. Matanya yang tadinya tertutup itu kini menatap sekitar dengan was-was. "Aku tidak peduli. Cepat jalankan mobilnya."

Suaranya terdengar gusar dan sedikit panik. Tetapi, hal itu lah yang justru membuat Jaerin semakin kesal. Tubuhnya kini ikut berputar menghadap orang asing itu dan menatapnya nyalang. "Kau ini kenapa? Kau tidak dengar ini bukan taksi!" Ia hampir menjerit frustasi.

Kini kedua mata yang bergetar itu beranjak menatap Jaerin. Memberikan tatapan memelas. "Aku sedang dikejar. Tolong aku," pintanya kemudian menggenggam tangan Jaerin yang bertumpu pada kursi. "Bisakah kau jalankan mobilnya?"

Dengan kasar Jaerin menghempaskan tangan sedingin es itu. Ia sangat tahu jika orang ini dalam masalah. Tetapi kenapa harus dirinya yang dimintakan tolong? Ia mengusap wajahnya kasar. "Kau tidak lihat? Di depan ada kecelakaan. Aku juga sedang terjebak saat ini, bukan hanya kau saja."

Omelan Jaerin berakhir begitu juga dengan interaksi mereka. Pria asing itu terdiam, mematung di tempatnya untuk mencerna sesuatu. "Tunggu, bagaimana kau tahu jika di depan ada kecelakaan? Mobilmu jauh dari tempat kejadian," cicitnya dengan mata memicing. Sejenak melupakan keresahannya.

SCHICKSAL - Lee Taeyong✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang