EIGHTEENTH - Daydream

938 165 2
                                    

Jaerin menundukkan kepalanya demi menyembunyikan wajahnya yang sudah pasti memerah. Ia tak berniat untuk mengalihkan pandangannya dari ujung sepatu hak tinggi berwarna birunya.

Tanpa pernah ia perkirakan sebelumnya, sebuah telapak tangan besar menangkup kedua tangannya yang bertaut di atas pangkuannya. Kepalanya mendongak dan sedikit terhanyut oleh tatapan pria yang duduk di hadapannya. Apalagi senyun tipisnya yang membuat dadanya bergejolak semakin kencang.

Rahang tegas milik sang pria begitu menggoda untuk disentuh. Rahang yang otomatis juga memancarkan ketampanan pria berhidung bangir itu. Tanpa bisa ditahan lagi, salah satu tangannya terangkat.

Namun, gerakannya terangkat ketika sang pria mengangkat kedua alisnya tanpa menghilangkan senyuman mautnya. Ia menggigit bibirnya yang kelu sebelum bertanya, "Bolehkah?"

Senyum gadis itu mengembang. Tangannya kembali bergerak menuju rahang tajam yang selalu menarik perhatiannya itu sedangkan satu tangan lainnya meremas sofa yang ia duduki. Ia gugup!

Ia terhentak. Tangannya benar-benar menyentuh rahang tersebut. Sangat lembut dan membuat jantungnya berdetak semakin tak normal. Ia sangat menyukai rahang itu. Mungkin hal yang paling ia sukai adalah rahang pria tampan itu.

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukan dua benda keras di dekatnya membuatnya mengernyit. Perlahan-lahan mengerjapkan matanya yang terasa berat. Membuat sang pria tampan di hadapannya menghilang dan digantikan oleh pemandangan sang atasan yang menatapnya datar.

"Sekretaris Jung?"

Jaerin menoleh ke sekitarnya. Ia sedang berada di meja kerjanya dengan posisi duduk di kursinya. Beberapa detik kemudian ia membulatkan matanya. Hey, ia baru saja tertidur di jam kejanya.

Dan memimpikan Taeyong?!

Dengan cepat, ia berdiri dan merapikan dirinya yang sudah pasti berwajah bengkak. Berkali-kali ia membungkuk pada Johnny yang hanya bisa menggeleng. "Astaga, maafkan saya, Direktur. Aku benar-benar tidak sadar-ash!" keluhnya seraya memukul kepalanya sendiri.

Johnny, pria jangkung di hadapannya, terkekeh melihat Jaerin yang terlihat begitu bodoh di matanya. "Tenang. Jungwoo told me about your house. You didn't have enough time to rest, did you?" tanyanya dengan nada pelan. Mungkin agar meminimalisasi kemungkinan orang lain mendengar pembicaraan mereka.

Jika dipikir memang kalimat Johnny cukup ambigu dan dapat membuat orang lain yang mendengarnya salah paham.

Jaerin menggaruk tengkuknya, entah harus menjawab seperti apa. Ia menolehkan kepalanya ke arah sudut ruangan. Mengerutkan kening kesal saat melihat di sana Sherly sedang terkikik melihatnya. Tangannya mengepal kuat di balik punggungnya tanda dirinya benar-benar ingin sekali memukul hantu itu.

"Kau tidak mempunyai janji makan siang dengan orang lain, 'kan?" tanya Johnny kemudian ketika tak mendapat reaksi apapun dari Jaerin.

Gadis itu sempat terkesiap sebelum kemudian menggeleng. "Tidak, Direktur Seo," jawabnya pelan. Sangat menyesalkan keputusannya untuk tidur barusan.

Sang atasan mengangguk kemudian mengetuk laptop milik Jaerin yang tertutup di atas meja dengan telunjuknya. "Kalau begitu ikut aku. Aku butuh bantuanmu untuk mempersiapkan presentasi rapat besok," perintahnya tanpa bisa terbantah.

"Baik, Direktur Seo."

Tak ada hal lain selain menyetujuinya. Lagipula tidak ada lagi alasan baginya untuk menolak setelah kejadian memalukan tadi. Ia segera membereskan meja dan menyisihkan barang-barang yang harus ia bawa makan siang. Huh, ia bahkan tidak sadar jika sudah jam makan siang.

SCHICKSAL - Lee Taeyong✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang