FIFTY FOURTH - Done?

694 136 14
                                    

Sebuah angin kencang menghantam seluruh ruangan hingga membuat orang-orang itu terpental. Angin itu benar-benar membuat suara dan kericuhan di ruangan itu berhenti.

Angin itu datang saat permukaan liontin dalam genggaman Jaerin itu menyentuh telapak tangan Taeyong.

Jaerin segera bangkit duduk dan menatap ke sekitarnya. Orang-orang berpenutup kepala itu tersungkur di sekeliling ruangan. Sepertinya mereka pingsan karena membentur keras permukaan dinding kuil yang kokoh. Sungguh, pemandangan di hadapannya itu sangat mengerikan.

Seperti sebuah keajaiban, Taeyong membuka matanya. Tangannya yang terbuka itu terasa hangat karena genggaman tangan Jaerin. Ia mengerutkan kening. "Jaerin?" panggilnya pada gadis yang tengah menatap ruang sekelilingnya dengan mata yang berkaca-kaca.

Ia bangkit dari posisinya yang terlentang itu kemudian menarik Jaerin untuk menatapnya. "Ada apa? Kenapa kau menangis? Kau terluka?" tanyanya cepat seraya mengamati seluruh tubuh Jaerin yang nampak begitu lemah itu. Jujur, ia tak mengerti dengan apa yang terjadi. Seingatnya, pagi tadi Mark memintanya untuk menemaninya pergi ke–

"Bodoh!" jerit Jaerin di tengah isakannya. Tubuhnya oleng ke depan hingga kepalanya mendarat di pundak kokoh milik Taeyong. Masih terasa sangat kokoh untuk ukuran orang yang hampir saja menjadi persembahan sebuah sekte.

Ia meremas telapak tangan Taeyong yang begitu dingin itu. "Jiwamu hampir diambil, Bodoh!"

Mendengar Jaerin semarah itu membuat Taeyong terenyuh. Gadis itu benar-benar mengkhawatirkannya. Bagaimana bisa ia melarang gadis itu untuk bertemu dengannya? Pasti sulit baginya untuk menahan rasa cemas itu.

Pria itu menegakkan tubuh Jaerin. Kedua matanya mengamati setiap sudut mata Jaerin. Gadis itu sangat kacau. Perlahan tangannya yang tidak digenggam oleh Jaerin itu beranjak untuk merapikan rambut Jaerin yang begitu berantakan itu. Sangat menyakitkan melihat gadis itu menangis.

Jaerin menunduk menghindari tatapan tajam Taeyong. Bukan saatnya untuk tersipu oleh perlakuan lembut itu. Ia segera membuka kaitan liontin di tangannya dan memakaikannya di leher Taeyong. "Kau tidak bisa hidup tanpa liontin ini," ujarnya seraya menatap mata elang itu.

Pandangan Taeyong terarah pada liontin yang kembali melingkar di lehernya. "Bagaimana kau bisa mendapatkan liontin ini? Bukan kah aku sudah memberikannya pada Mark?" tanyanya, sedikit menuntut.

Kepala Jaerin menggeleng. "Liontin itu tercipta untukmu. Untuk Lee Taeyong, bukan Lee Mark. Liontin itu tidak berpengaruh apapun pada Mark sehingga malam setelah pesta barbekyu ia bisa menyerangku," jelasnya.

Taeyong tertegun. Ia baru tahu jika ada liontin yang hanya mengabdi pada satu orang saja. Mungkin memang benar neneknya saat itu berkata padanya bahwa liontin itu bukan lah sembarang liontin, tetapi sebuah jimat.

"Kita pulang, ya?"

Pria itu tersentak. Ia baru sadar jika mereka berada di tempat asing yang tak pernah Taeyong lihat sebelumnya. Sangat, errr, mengerikan?

"Kita dimana?" tanyanya saat Jaerin mulai menariknya untuk bangkit dari lantai yang membentuk sebuah bentuk–

Oh, tidak. Ia tahu bentuk apa yang sedang ia duduki itu. Apakah Gereja yang dimaksud Mark adalah Gereja... setan? Baiklah, ia mulai pusing.

Brak!

Pintu utama bangunan itu terbuka dengan kasar. Siapa lagi pelakunya jika bukan Jaehyun. Pria itu terlihat begitu panik saat memasuki kuil. "Ayo kita pulang."

Taeyong menatap Jaehyun dan Jaerin bergantian. Baiklah, ia bersyukur ia diselamatkan. Tetapi, dari mana mereka tahu jika ia berada di sini? Sebenarnya apa yang terjadi selama ia tak sadarkan diri?

SCHICKSAL - Lee Taeyong✔Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora