FOURTY FIRST - Hospital

822 154 18
                                    

Widiiiiiiw pada ngevote Taeyong sama Jaerin HAHAHAHAHAHA
Padahal kan Taeyong nanti jadinya sama aq :((

Mata tajam Taeyong kini terlihat lebih bengkak dari biasanya. Semalam ia sama sekali tidak bisa tidur. Memikirkan keadaan Jaerin membuatnya cemas setiap detiknya.

Setelah Jaehyun dan Mark berangkat ke klinik, ia mampir sebentar ke apartemennya. Berencana untuk beristirahat sebentar di atas ranjangnya. Namun, yang ia lakukan hanyalah berguling-guling tak jelas karena bayangan wajah pucat Jaerin selalu hadir di kepalanya.

Dan akhirnya ia memutuskan untuk berangkat ke klinik pukul 10 tanpa berusaha menyamarkan kantung matanya yang sedikit menghitam. Berharap saja pasiennya nanti tidak kabur karena penampilannya yang menyeramkan itu.

"Selamat pagi, Hyung!"

Sapaan Jaehyun dari balik meja resepsionis membuat Taeyong mengangkat wajahnya. Lihat, ia bahkan tidak sadar jika dirinya sudah berada di klinik.

Taeyong berjalan pelan mendekat ke arah Jaehyun yang kini tulang pipinya terbalut plester luka. Semalam Mark sepertinya tidak sadar mencakar wajah tampan Jaehyun dengan brutal.

Ia menghela napas panjang kemudian menyandarkan tubuhnya di meja resepsionis. "Dimana Mark?" tanyanya tanpa membuka matanya.

Ibu jari Jaehyun mengarah ke pintu di belakangnya. "Ada di sana." Hampir sama dengan Taeyong, Mark begitu lesu hari ini.

Pria berlesung pipi itu mendengus melihat wajah berantakan Taeyong. Sudah pasti pria yang lebih tua darinya itu terlalu memikirkan Jaerin. "Bagaimana dengan Jaerin? Dia baik-baik saja?" tanyanya kemudian.

Kedua mata Taeyong terbuka, namun terlihat kosong. Ia menggeleng pelan dengan rahang mengeras. "Kita tidak akan bertemu dengannya lagi. Dia akan berhenti membantu kita."

Jaehyun membulatkan matanya. Suara Taeyong boleh kecil, tetapi ia masih bisa mendengar dengan jelas apa yang dikatakan pria itu. "Tunggu. Apa?"

Tatapan Taeyong beralih ke arah Jaehyun. Tidakkah Jaehyun melihat bagaimana Jaerin selalu menjadi korban di sini? "Dia sudah terlalu menderita selama ini, Jaehyun," cicitnya dengan suaranya yang tegas.

Tentu saja Jaehyun mengerti itu semua. "Apa Jaerin yang memintanya?" Ia mengalihkan pandangan dari mata Taeyong yang begitu mengintimidasinya.

Taeyong menggeleng pelan. Ia berjalan gontai masuk ke meja resepsionis seraya berkata, "Seharusnya kita sadar bahwa selama ini Jaerin terlalu menderita." Sebelum membuka pintu yang tadi ditunjuk oleh Jaehyun, ia melanjutkan, "Satu jam lagi buka kliniknya. Aku menemui Mark dulu."

Tatapan lemah Taeyong beranjak untuk menelanjangi ruang yang kini sering menjadi tempat persembunyian Mark ketika ada pasien datang itu. Sangat rapi, tapi juga sangat kosong.

Di sudut ruangan, tepatnya di balik meja rendah, Mark tengah sibuk mencoret-coret selembar kertas kosong dengan krayonnya. "Mark."

Yang dipanggil hanya menghela napas panjang tanpa berniat untuk menatap lawan biacaranya. Di depannya kertas putih yang semula polos itu sudah penuh dengan warna abstrak. Kebiasaannya saat sedang merasa tidak baik.

"Hyung, kenapa mereka seperti ini padaku?" gumam Mark. Masih sibuk menimpa warna-warna di atas kertas dengan warna lain. "Mereka bilang mereka adalah temanku, mereka akan membantuku. Tetapi, mengapa mereka justru mencelakai Jaerin Noona?"

Taeyong mengulum bibirnya. Nada bicara Mark sangat terdengar menyedihkan, membuat hatinya bergetar. Perlahan, ia mendekati Mark dan duduk di sampingnya.

SCHICKSAL - Lee Taeyong✔Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt