Jilid 74

2.6K 36 0
                                    

"Crit", sekonyong-konyong hawa pedang Toan Ki menembus pertahanan Buyung Hok sehingga kopyahnya terpapas jatuh, seketika rambutnya terurai, keadaannya serba runyam.

"Jangan, Toan kongcu!" teriak Giok yan dengan kuatir.

Toan Ki terkesiap, menghela napas panjang dan serangan lain tidak jadi dilontarkan lagi. Katanya di dalam hati, "Ya, aku tahu yang kau pikirkan hanya piaukomu seorang saja, andaikan aku membunuhnya, tentu engkau akan sangat terluka dan selanjutnya takkan tertawa lagi. Aku menghormati dan mencintaimu, tidak nanti aku membikin dirimu hidup merana."

Dalam pada itu Buyung Hok telah mengikat kembali rambutnya dengan wajah pucat, kalau mendapat bantuan seorang wanita untuk mengatakan ampun kepada lawan, maka ke mana lagi mukaku harus ditaruh selanjutnya?

Karena pikiran itu, ia lantas membentak, "Seorang laki-laki biar mati juga tidak sudi minta kemurahan hatimu."

Berbareng ia putar Boan-koan-pit dan menubruk maju lagi.

"Eh, eh, jangan! kita kan tiada permusuhan apa-apa. Kenapa mesti bertempur lagi?"' seru Toan Ki sambil menggoyang-goyang kedua tangannya ke depan. "Sudahlah aku tak mau berkelahi lagi, tak mau lagi!"

Dasar watak Buyung Hok memang tinggi hati selamanya dia tidak pandang sebelah mata pada siapa pun, tapi sekarang dia kecundang di depan orang banyak celakanya lawan adalah orang yang dikenal sebagai pelajar tolol itu, apalagi lawannya lantas mengalah lantaran Giok-yan ikut minta. Sudah tentu la tidak mau terima mentah-mentah kekalahannya.

Maka sekali menubruk maju, segera ia gunakan Boan-koan-pit yang bengkok itu untuk menyerang müka Toan Ki, sebaliknya Boan-koan-pit lurus menusuk dada lawan, pikirnya, "Biarlah kau bunuh aku dengan hawa pedang tak kelihatan itu, marilah kita. gugur bersama daripada hidup menanggung malu di dunia ini."

Nyata, dengan serangan Buyung Hok itu, terang dia sudah nekat dan tidak menghiraukan sendiri lagi.

Di lain pihak Toan Ki menjadi bingung juga ketika melihat Buyung Hok menubruk ke arahnya, kalau ia gunakan Lak-meh-sin-kiam, kuatír akan membinasakan lawan itu. Dan karena sedikit ayalserangan Buyung Hok sudah tiba, "Bles", tahu-tahu Boan-koan-pit menancap dibadan Toan Ki sedang dalam kagetnya mengeges sedikit ke kiri sehingga tusukan itu tidak tepat menembus dadanya tapi menancap bahunya, begitu hebatnya serangan itu sehingga bahu Toan Ki tertembus.

Dan Takkala Toan Ki menjerit kaget menyusül Buyung Hok ayun Boan-kuau-pit lain yang bengkok itu untuk menggaet leher Toan Ki.

Saat itu Toan telah dipantek oleh Boan-koan-pit sehingga susah mengelak lagi, tampaknya dia pasti akan dibinasakan oleh serangan Buyung Hok yang sudáh kalap itu.

Melihat keadaán berbahava itu, kembali Toan Cing-Sun dan Lam-hai-gok-sin menubruk maju lagi hendak menolong. Tapi sekali ini Buyung-Hok sudah bertekad harus mernbunuh Toan Kí, maka ia tidak menghiraukan keselamatan sendiri yang diserang sekaligus oleh Toan Cing-sun dán Lam-hai-gok-sin berdua.

Tampaknya leher Toan Kí akan segera dapat digantul oleh Boan-koan-pitnya yang bengkok itu, walaupün Buyung Hok sendiri juga takkan terhindar dari kematian karena di serang bareng oleh Cing-sun dan Gok-sin, di luar dugaan pada detik yang menentukan itu sekonyong-koyong Buyung Hok merasa "Sin-to-hiat" di punggungnya terasa kesemutan dan tahu-tahu badan kena dicengram dan diangkat ke atas oleh tangan seseorang.

Sin-to-hiat adalah hiat-to terpenting di bagian punggung, sekalí tempat itü terpegang seketika terasa kedua tangan linu pegal dan tak bertenaga lagi sehingga senjata yang dipegangnya juga terjatuh.

Maka mendengar Siau Hong membentak dengan suara bengis, "Orang sengaja mengampun jiwamu, tapi kamu malah turun tangan keji. Huh, terhitung ksatria macam apakah ini!"

Pendekar Negeri Tayli (天龍八部~Thian Liong Pat Poh) - Jin YongWhere stories live. Discover now