Jilid 40

3.1K 41 0
                                    

Si cebol menjadi tidak sabar lagi, ia berteriak, "Samsuko, ayolah lekas turun tangan, tangkaplah budak cilik itu biar Suhu menghukumnya nanti, dia... dia entah mengoceh apa, sungguh kurang ajar!"

Tapi karena ia sendiri sedang gusar, suaranya gemeresek pula dan terlalu bernapsu, maka apa yang ia katakan menjadi kurang terang.

"Rupanya kita juga tidak perlu pakai kekerasan," demkian kata si gendut, "Biasanya Siausumoai sangat penurut, maka marilah ikut pulang saja, Siausumoai!"

"Baiklah, Samsuko, apa yang kau katakan memang selalu kuturut," sahut A Ci dengan tertawa.

Si gendut terbahak-bahak, katanya. "Itulah bagus, memang kamu ini sangat penurut, Marilah kita berangkat!"

"O, ya, silahkan!" sahut A Ci.

Kembali si cebol yang berada paling belakang itu berkaok-kaok, "He,silakan apa kau bilang! Kamu harus ikut pulang bersama kami, tahu?"

"Silakan kalian berangkat dulu, sebentar tentu akan kususul." kata A Ci.

"Tidak, tidak bisa!" seru si cebol. "Kamu harus ikut bersama kami!"

"Aku sih menurut saja, tapi sayang Cihuku itu tidak boleh," kata A Ci sambil menuding Siau Hong.

"Ini dia, sandiwaranya sudah mulai main," demikian Siau Hong membatin. Tapi ia masih tetap bersandar didinding batu sambil bersedekap seakan-akan tidak peduli apa yang terjadi didepannya itu.

Maka si cebol bertanya, "Siapakah Cihumu? Mengapa aku tidak melihatnya?"

"Tubuhmu terlalu jangkung, maka Cihuku tidak dapat melihatmu." sahut A Ci dengan tertawa.

Dasar watak si cebol itu memang sangat beranggasan, apalagi kalau ada orang mengolok-olok tentang tubuhnya yang cebol, tentu akan dilabraknya mati-matian, Maka mendadak terdengar suara "trang" sekali, tongkatnya mengetuk sekali ketanah dan badan lantas melayang kedepan melampaui ketiga orang Suhengnya, lalu turun didepan A Ci.

"Ayo, lekas ikut pulang bersama kami!" demikian ia membentak terus hendak mencengkeram pundak si A Ci.

Kini dapatlah Siau Hong melihat potongan si cebol itu, meski badannya pendek, tapi pinggangnya besar dan pundaknya lebar hingga sekilas dipandang jelas cukup tangkas orangnya, bahkan gerak-geriknya juga gesit.

A Ci ternyata tidak menghindar akan cengkeraman si cebol tadi, ia diam saja, Diluar dugaan tangan si cebol lantas berhenti, ketika hampir menyentuh pundak A ci, mendadak ia ragu dan tertegun, akhirnya ia tanya;

"Apakah sudah kau gunakan, ya?"

"Gunakan apa?" sahut A Ci.

"Sudah tentu Pek-giok-giok-ting....." baru si cebol mengucap istilah itu, mendadak ketiga kawannya membentak bersama, "Patsuko, apa yang kau katakan?"

Bentakan yang bengis dan berwibawa itu membuat si cebol bungkam, sikapnya menjadi jeri dan gugup.

Meski Siau Hong acuh tak acuh sejak tadi, tapi setiap gerak-gerik A Ci dan keempat Suhengnya itu selalu tak terhindar dari pengawasannya, Diam-diam ia membatin, "Benda apakah Pek-giok-giok-ting itu? Dari sikap keempat orang ini agaknya adalah semacam benda yang sangat penting, mereka bersembunyi disini untuk menyergap aku, kenapa mereka tidak lantas turun tangan, tapi malah bertengkar sendiri, jangan-jangan mereka khawatir tak mampu melawan aku, maka ingin menunggu bala bantuan lain lagi?"

Dalam pada itu dilihatnya si cebol sedang menjulurkan tangan dan berkata pula, "Mana, serahkan!"

"Apa yang kau inginkan?" tanya A Ci.

"Sudah tentu Pek...pek...ya, kau tahu sendiri." sahut si cebol dengan tergagap.

"Sudah kuberikan pada Cihuku," jawab A Ci tiba-tiba sambil menuding Siau Hong.

Pendekar Negeri Tayli (天龍八部~Thian Liong Pat Poh) - Jin YongWhere stories live. Discover now