Jilid 15

3.4K 56 0
                                    

Mula-mula Po-ting-te dan lain-lain merasa heran ketika mendengar ucapan Ciok-jing-cu tadi, mereka mengira imam yang biasanya jenaka itu sedang membadut. Tapi kini demi tampak sikap Ui-bi-ceng yang sungguhsungguh itu, barulah mereka tahu urusan benar-benar sangat gawat.

Segera Po-ting-te pegang tangan Toan Ki dan hendak menyeretnya bangun. Ketika tangan menempel tangan, tiba-tiba hati tergetar juga, tenaga dalam terus merembes keluar. Cepat ia tahan sekuatnya berbareng lengan jubah mengebas hingga Toan Ki terentak ke samping beberapa tindak. Lalu bentaknya dengan suara bengis, "Sejak kapan kau belajar ilmu sesat begini?"

Sejak kecil sampai dewasa, jarang sekali Toan Ki melihat pamannya bicara dengan suara bengis padanya. Saking gugupnya cepat ia berlutut dan menjawab, "Kecuali 'Leng-po-wi-poh' itu selamanya anak tidak pernah belajar ilmu apa-apa lagi. Apa barangkali ilmu gerak langkah itu sejahat ini? Jika ... jika demikian, biarlah anak takkan menggunakannya lagi mulai sekarang, bahkan akan kulupakan saja seluruhnya."

Po-ting-te cukup kenal watak keponakannya, selamanya tidak pernah berdusta, terhadap orang tua juga sangat hormat, maka apa yang dikatakan pasti salah. Tentu di dalamnya ada sesuatu yang ganjil, maka katanya pula, "Kau gunakan ilmu melenyapkan tenagaku, hal ini sengaja kau lakukan atau karena terpaksa lantaran mendapat tekanan orang lain?"

Toan Ki bertambah heran dan bingung, "Titji ben ... benar tidak tahu sama sekali, dari mana Titji berani melenyapkan tenaga paman? Hakikatnya Titji tidak bisa sesuatu ilmu apa-apa!"

Tadi waktu Hui-cin dan Hui-sian menemui Po-ting-te, sebagai Onghui yang diagungkan, Si Pek-hong tidak bebas bertemu dengan orang luar, maka dia menyingkir ke dalam. Kemudian waktu mendapat laporan bahwa putra kesayangannya di depan terjungkal oleh tindakan Ui-bi-ceng dan sedang dimarahi Po-ting-te, saking gugupnya cepat ia keluar lagi.

Dan ketika melihat Toan Ki berlutut di hadapan sang paman dengan sikap bingung dan takut, sebagai ibu yang mahakasih, segera ia menarik bangun sang putra sambil berkata, "Ki-ji, jangan khawatir, segala urusan boleh katakan terus terang pada Pekhu dan aduuuuh ...."

Sekonyong-konyong ia merasa tangan sendiri seakan-akan tersedot dan tenaga dalam terus merembes keluar tak terhentikan.

Untunglah sebelum itu Po-ting-te sudah bersiap-siap, cuma di antara ipar tidak boleh bersentuhan badan, maka tidak enak baginya menarik tangan Si Pek-hong, tapi cepat ia kebas lengan bajunya hingga berjangkit serangkum angin keras ke tengah-tengah kedua orang itu, dengan paksa ia pisahkan daya lengket tangan ibu dan anak itu.

"Kenapa kau ... kau ...." seru Si Pek-hong kaget setelah dapat menarik kembali tangannya.

Melihat kelakuan sang ibu yang kaget dan gugup itu, Toan Ki belum sadar kalau dirinya yang menjadi garagara, cepat ia berbangkit hendak memegang sang ibu.

"Jangan Ki-ji!" lekas Cing-sun mencegahnya sambil mengadang di antara istri dan anaknya.

Maka sekarang tahulah semua orang bahwa pada badan Toan Ki ada sesuatu yang tidak beres, tapi mereka pun tidak mencurigai lagi bahwa arak muda itu mahir "Hoa-kang-tay-hoat" dan sengaja hendak mencelakai orang. Hal ini dapat mereka ketahui dari sikap Toan Ki yang polos dan lugu itu, sedikit pun tidak berpura-pura atau palsu. Pula, seumpama pemuda itu benar-benar jahat dari keji, rasanya tidak mungkin membunuh ibu kandung sendiri.

"Ui-bi Taysu, Ciok-jing-cu," tiba-tiba Sing-thay berkata, "apakah sebabnya Toan-kongcu bisa begitu? Ayolah, coba siapa yang lebih dulu dapat menerangkannya!"

Mendengar itu, Ui-bi-ceng dan Ciok-jing-cu saling melotot sekali, lalu sama-sama memeras otak untuk menemukan jawabannya.

Kiranya Ui-bi-ceng dan Ciok-jing-cu sebenarnya adalah dua kawan karib pada masa lalu. Suatu kali, karena berdebat tentang agama yang dianut masing-masing itu, keduanya sama-sama tidak mau mengalah hingga akhirnya saling gebrak.

Pendekar Negeri Tayli (天龍八部~Thian Liong Pat Poh) - Jin YongWhere stories live. Discover now