Jilid 5

4.5K 52 1
                                    

Tak terduga belum lagi setombak mendekati Toan Ki, tahu-tahu lebih 20 orang itu sudah dipapak pula oleh sambaran senjata rahasia, seketika ramai dengan suara mendesir, hujan panah terjadi, sekejap saja orang-orang itu sama menggeletak terbinasa.

Orang-orang itu adalah sisa kawanan Sin-long-pang yang masih kuat, tapi dalam sekejap saja sudah mati semua, keruan Sikong Hian sangat terkejut. Apalagi sebelumnya sudah berpuluh anak buahnya terpagut Kimleng-cu, sisa anak buahnya sekarang hanya tinggal kelas rendahan saja.

"Hiang ... Hiang-yok-jeh, sungguh tak bernama kosong, keji amat cara turun tanganmu!" dengan dendam Sikong Hian berkata.

Mimpi pun Toan Ki tidak menyangka bahwa dalam sekejap saja penyerang sebanyak itu bisa roboh dan mati semua, terang diam-diam ada orang kosen telah menolongnya, tapi sekitarnya sunyi senyap, di mana ada orang kosen?

Ketika melihat kematian orang-orang itu cukup mengenaskan, ia merasa tidak tega, maka katanya, "Sikongpangcu, engkaulah yang memaksa aku, sungguh aku merasa men ... menyesal."

Sikong Hian menjadi gusar, katanya, "Jiwaku hanya satu ini, hendak kau bunuh atau disembelih boleh silakan. Sin-long-pang hancur di tangan Sikong Hian, memangnya aku pun tidak ingin hidup lagi."

"Aku tiada bermaksud mencelakaimu," sahut Toan Ki menyesal. "Le ... lekas kau bebaskan nona Ciong saja."

Dalam keadaan terharu, nada suara Toan Ki menjadi berbeda sekali daripada suara Bok Wan-jing yang dingin.

Tapi Sikong Hian sudah kalap menyaksikan anak buahnya habis terbunuh, tak diperhatikan lagi apakah suara Toan Ki itu suara orang laki-laki atau perempuan, tulen atau palsu, segera ia membentak, "Akhirnya juga mati, Thio-hiati, kau bunuh dulu anak perempuan she Ciong itu!"

Anak buahnya yang she Thio itu mengiakan terus mendekati Ciong Ling, golok terangkat terus membacok kepala Cong Ling. Tapi belum lagi senjata itu diayunkan, sekonyong-konyong suara mendesir berjangkit lagi

sekali, di mana panah kecil itu sampai, kontan orang she Thio itu roboh terjengkang, golok membacok di muka sendiri hingga berlumuran darah.

Sebenarnya orang she Thio itu sudah menduga bahwa "Hiang-yok-jeh" pasti akan menimpukkan panahnya untuk merintangi bacokannya itu, maka waktu membacok, ia sudah mencurahkan segenap perhatian ke arah Toan Ki, asal tangan "Hiang-yok-jeh" itu sedikit bergerak, segera ia bermaksud berjongkok untuk menghindar. Siapa duga datangnya panah itu sedikit pun tiada tanda apa pun.

Tadi waktu berpuluh orang mengepung Toan Ki, dalam keadaan hiruk-pikuk hujan anak panah, semua orang juga tidak jelas dari mana datangnya panah berbisa itu. Kini secepat kilat orang she Thio itu jatuh binasa pula, dari mana menyambarnya panah terlebih tiada seorang pun yang tahu. Keruan sisa anak buah Sin-long-pang menjadi ketakutan, beberapa di antaranya yang bernyali kecil menjadi lemas kakinya hingga dan terkulai tak sanggup berdiri.

"Kau lepaskan nona Ciong," Toan Ki tunjuk seorang laki-laki setengah umur.

Orang itu tahu bila tidak menurut perintah, sekejap saja jiwanya pun akan melayang seperti kawan-kawan lain. 

Sekalipun disiplin Sin-long-pang cukup keras, tapi demi keselamatan jiwa sendiri, terpaksalah ia mendekati Ciong Ling dengan takut-takut, ia lolos sebilah pisau dan memotong tali pengikat gadis itu.

Setelah bebas, Ciong Ling mendekati Sikong Hian, katanya, "Keluarkan obat di dalam kotak emas itu dan kembalikan kotaknya padaku."

Meski Sikong Hian sangsikan khasiat obat di dalam kotak itu, tapi toh dikoreknya juga semua isi kotak di telapak tangannya, lalu menyerahkan kotak kosong itu kepada Ciong Ling. Diam-diam ia cari akal cara bagaimana melawan panah berbisa Hiang-yok-jeh.

Pendekar Negeri Tayli (天龍八部~Thian Liong Pat Poh) - Jin YongWhere stories live. Discover now