Jilid 11

3.8K 47 1
                                    

Benar juga Wan-jing merasa perut orang naik turun dengan perlahan mengikuti gelombang suara tadi. Ia menjadi geli, "Haha, sungguh aneh!"

Kiranya apa yang dilatih Jing-bau-khek atau orang berbaju hijau itu adalah semacam "Hok-gi-sut" atau ilmu bicara dengan perut.

Ilmu bicara dengan perut itu pada zaman sekarang masih banyak yang mahir, yaitu terutama dalang 'boneka bicara'. Cuma untuk bicara dengan tegas dan jelas seperti Jing-bau-khek ini tentunya tidak mudah, sebab diperlukan Lwekang yang tinggi.

Dengan keheranan, Bok Wan-jing masih mengitar beberapa kali sambil mengamat-amati orang, kemudian tanyanya, "Mulutmu tak bisa bergerak, lalu cara bagaimana engkau makan?"

"Begini!" sahut orang itu sambil angkat kedua tangannya, ia pentang bibir atas dan tarik rahang bawah hingga mulutnya ternganga, lalu ambil sebutir makanan terus dijejalkan ke dalam mulut, "keruyuk", makanan itu ditelan sekaligus.

"O, kasihan!" ujar Wan-jing melihat cara makan orang, "Bukankah tiada rasa apa pun?"

Baru sekarang ia tahu kulit daging muka orang kaku beku, kelopak matanya tak bisa terkatup, dengan sendirinya tiada sesuatu tanda perasaan pada mukanya itu, dari itulah maka mula-mula Bok Wan-jing menyangkanya orang mati.

Ia pikir orang aneh ini sendiri tak dapat mengatasi kesulitan sendiri yang luar biasa, mana mampu mengubah kakak sendiri menjadi suami baginya? Agaknya apa yang dikatakannya tadi hanya bualan belaka.

Setelah pikir sejenak, lalu Wan-jing berkata, "Aku akan pergi saja!"

"Ke mana?" tanya si jubah hijau.

"Entah, aku sendiri tidak tahu!" sahut si gadis.

"Aku akan membikin Toan Ki menjadi suamimu, jangan kau tinggalkan aku," ujar orang itu.

Wan-jing tersenyum tawar sambil berjalan beberapa tindak ke depan, tiba-tiba ia berhenti dan tanya pula sambil putar tubuh, "Selamanya kita tidak kenal, dari mana kau tahu perasaanku? Engkau ... engkau kenal Toan-long?"

"Sudah tentu kutahu isi hatimu," sahut orang itu. Tiba-tiba katanya pula, "Kembalilah sini!"

Berbareng tangan kirinya terjulur dan menarik dari jauh.

Aneh juga, tiba-tiba Bok Wan-jing merasakan suatu tenaga mahakuat yang tak bisa ditahan, tanpa kuasa tubuhnya terseret mentah-mentah oleh tenaga tak kelihatan itu dengan sempoyongan dan tahu-tahu sudah berdiri lagi di depan Jing-bau-khek.

Kejadian itu benar-benar sangat mengejutkan Bok Wan-jing, katanya dengan suara gemetar, "Apakah ... apakah kepandaianmu disebut Kim-liong-ciong-ho-kang?"

"Ehm, luas juga pengetahuanmu," kata Jing-bau-khek. "Tapi ini bukan Kim-liong-ciong-ho-kang (ilmu menangkap naga dan menawan bangau), hanya khasiatnya sama, cara berlatihnya berbeda."

"Habis apa namanya?" tanya Wan-jing.

"Namanya 'Kui-gi-lay-hi'!" sahut Jing-bau-khek.

"Kui-gi-lay-hi (kalau sudah pergi, pulanglah)! Hah, nama ini jauh lebih bagus daripada Kim-liong-ciong-hokang, bila Toan-long mendengar nama demikian, tentu dia ... dia ...." teringat pada Toan Ki, kembali Wan-jing berduka.

"Marilah berangkat!" kata Jing-bau-khek tiba-tiba sambil mengeluarkan dua potong tongkat bambu dari bajunya. Sekali tongkat bambu kiri menutul, tubuhnya terus melayang ke depan dan dengan enteng sudah melangkah setombak lebih jauhnya.

Melihat tubuh orang ketika terapung di udara, kedua kakinya tetap tertekuk seperti waktu duduk bersila, Wanjing menjadi heran, tanyanya, "He, kedua kakimu ...."

Pendekar Negeri Tayli (天龍八部~Thian Liong Pat Poh) - Jin YongWhere stories live. Discover now