Jilid 22

3.4K 54 0
                                    

"Ilmu silat Loji dengan sendirinya bukan nomor satu di dunia ini," demikian tutur Pau-sam. "Tapi kalau dia tak sanggup melawan orang dan ingin melarikan diri, kuyakin di jagat ini juga tiada seorang pun mampu menahannya. Apalagi mereka suami-istri gabung bersama, tiada seorang pun yang mereka takuti. Tapi demi keselamatan Buyung-hiante, ia pikir mendatangkan bala bantuan lebih banyak akan lebih baik."

"Apa yang dikatakan tujuh golongan dan aliran keempat provinsi itu entah terdiri dari orang-orang macam apa?" tanya Giok-yan. Terhadap ilmu silat dari berbagai aliran tiada satu pun yang tak dikenalnya. Maka asal ia tahu dari golongan atau aliran mana, untuk menghadapinya menjadi sangat mudah.

Setelah membaca pula surat itu, Pau-sam menjawab, "Dalam surat Jiko ini tidak diterangkan siapa-siapa ketujuh aliran dan golongan itu. Agaknya dia sendiri tidak tahu, biasanya Jiko sangat cermat setiap tindak tanduknya, kalau tahu tentu dia jelaskan di sini."

Habis ini, mendadak ia berpaling kepada Toan Ki dan berkata kepadanya, "Hai, orang she Toan, sekarang silakan kau pergi saja! Kami hendak berunding urusan pribadi, tidak perlu kau ikut serta. Kami pergi bertanding dengan orang juga tidak perlu kehadiranmu untuk memberi sorakan."

Dari tadi Toan Ki memang sedang merasa sangat tawar karena dirinya hanya mendengarkan percakapan mereka tentang Buyung-kongcu hendak bertanding dengan orang. Kini secara terang-terangan Pau-samsiansing menuding pintu pula baginya, keruan ia tambah tersinggung. Meski rasanya sangat berat meninggalkan Giokyan, namun dia toh tidak dapat tinggal di situ tanpa kenal malu.

Maka dengan keraskan hati segera ia berkata, "Baiklah, Ong-kohnio, nona-nona A Cu dan A Pik, sekarang juga kumohon diri saja, sampai berjumpa pula."

"Tengah malam buta engkau hendak pergi ke mana?" tanya Giok-yan. "Apalagi jalanan air di sini engkau juga tidak paham, lebih baik engkau tinggal semalam di sini, esok pagi engkau boleh berangkat."

Ucapan Giok-yan seperti menahan tamunya agar jangan pergi dulu, tapi Toan Ki dapat menyelami perasaan gadis itu jelas sudah melayang kepada diri Buyung-kongcu. Mau tak mau Toan Ki jadi dongkol dan merasa terhina.

Jelek-jelek dia adalah calon putra mahkota kerajaan Tayli, sejak kecil ia pun biasa disanjung puji, walaupun

sejak berkelana di Kangouw telah banyak mengalami penderitaan dan bahaya, tapi belum pernah dipandang rendah sebagai sekarang ini. Maka katanya segera, "Berangkat sekarang atau besok sama saja, biarlah aku mohon diri."

"Jika begitu, akan kusuruh orang mengantar engkau keluar dari danau ini," kata A Cu.

Melihat A Cu juga tidak menahannya, Toan Ki tambah kurang senang. Ia semakin iri kepada Buyung-kongcu yang dipuja berlebih-lebihan itu. Maka jawabnya, "Tidak perlu antar, cukup pinjamkan sebuah perahu, biar aku mendayung sendiri ke mana saja tibanya nanti."

"Engkau kurang paham jalanan air di danau luas itu, mungkin engkau akan kesasar," ujar A Pik.

Namun dengan marah-marah Toan Ki lantas menyahut, "Kalian sudah memperoleh kabar Buyung-kongcu, maka lekas berunding untuk pergi membantunya. Aku tiada punya perjanjian apa-apa dengan jago silat segala, pula bukan Piaute kalian, tidak perlu kalian pikirkan."

Habis berkata, dengan langkah lebar ia lantas bertindak keluar.

A Cu dan A Pik terpaksa mengantar tamunya keluar. Kata A Pik, "Toan-kongcu, kelak kalau bertemu dengan Kongcu kami, boleh jadi kalian akan menjadi sahabat baik."

"Ah, mana aku berani mengharapkan," sahut Toan Ki dingin.

Mendengar nada perkataan pemuda itu agak marah, A Pik menjadi heran, ia tanya, "Toan-kongcu, sebab apakah engkau kurang senang? Apakah pelayanan kami ada yang kurang sempurna?"

Pendekar Negeri Tayli (天龍八部~Thian Liong Pat Poh) - Jin YongWhere stories live. Discover now