Jilid 60

2.8K 35 1
                                    

Pek-jwan tercengang. Tapi segera ia menurut dan menutuk dua hiat-to punggung pengemis tua. Benar juga darah lantas berhenti menyembur keluar dari mulutnya. Dengan demikian dapatlah Kongya Kian memberikan pil lagi dan dapat ditelan oleh pengemis itu.

Sesudah menarik napas dalam-dalam, dengan suara terputus-putus pengemis tua itu berkata, "Banyak terima kasih atas.....atas pertolonganmu. Numpang tanya sia........siapakah nama inkong (tuan penolong) yang budiman ?"

"Membantu sesamanya bagi orang kangouw adalah soal biasa. Kenapa mesti dipikirkan." sahut Pek-jwan.

Kembali pengemis tua itu menarik napas dalam-dalam lagi. ia merasa tenaganya sudah habis, ada maksudnya hendak mengeluarkan sesuatu dari bajunya tapi tidak kuat lagi. Maka katanya, "To.... tolong...."

Kongya Kian tahu maksudnya. Katanya, "Apakah engkau hendak mengambil sesuatu barangmu ?"

Pengemis itu mengangguk.

Segera Kongya Kian mengeluarkan isi saku pengemis itu. Ternyata macam-macam benda yang dibawanya. Ada am-gi, ada alat ketikan api, ada obat-obatan, ada makanan kering dan sedikit uang perak.

"Aku.... aku tidak kuat lagi." demikian pengemis itu bicara dengan lemah. "di sini sehelai.... sehelai maklumat yang sangat... sangat penting. Mohon in-kong suka.....suka mengingat sesama orang Kangouw dan.......dan sudilah menyampaikannya ke.....kepada Tianglo Kai-pang kami, untuk itu sungguh aku sangat berterima kasih."

Habis berkata, sambil terengah-engah ia mengulurkan tangan untuk mengambil satu lipatan kertas kuning yang dipegang Kongya Kian yaitu salah satu isi sakunya yang dikeluarkan Kongya Kian tadi.

"Harap jangan kuatir" Buyung Hok coba menghiburnya. Jika keadaanmu sudah ditolong lagi, maka kami berkewajiban menyampaikannya barangmu kepada Tiang lo dari Pang kalian.

Habis berkata segera ia terima kertas kuning yang dipegang pengemis itu.

"Aku bernama Ih It-jing," dengan suara lemah pengemis itu berkata lagi. "Mohon tuan suka sampaikan kepada kawan-kawanku, bahwa........bahwa aku baru datang dari negeri se-he, kertas.........kertas ini berisi maklumat raja se-he tentang sayembara mencari menantu raja. urusan........urusan ini maha penting dan menyangkut jaya dan runtuhnya nasib kerajaan song kita. Maka Pang kami..........Pang kami......."

Sampai disini ia tidak sanggup bicara lagi, kelihatannya ia sangat bernafsu hendak menghabiskan pembicaraannya, tapi tenggorokan serasa tersumbat. Rasanya darah hendak menyembur keluar lagi.

Tiba-tiba ia melihat wajah Buyung Hok yang ganteng itu, teringat sesuatu olehnya, segera ia tanya sekuatnya, "Siapa........siapakah tuan ? Apakah........apakah ...Koh-soh........"

"Benar, aku Buyung Hok dari Koh-soh," sahut Buyung Hok.

Pengemis tua itu terperanjat, serunya, "He, kau.... kau musuh besar kami........."

Mendadak ia rebut kembali kertas kuning tadi.

Namun Buyung Hok tidak mau merebut dengan dia dan membiarkan kertas itu diserobot kembali olehnya. Pikirnya, "Orang Kai-pang masih tetap mencurigai aku sebagai pembunuh Be Tai-goan, wakil pangcu mereka. Paling akhir ini meski kabar bohong itu agak reda, tapi orang ini baru pulang dari se-h e. Dengan sendirinya belum tahu perkembangan dunia persilatan terakhir ini."

Sesudah merebut kembali kertas kuning itu, segera si pengemis tua merobeknya menjadi dua dan selagi hendak merobek pula, baru saja tangannya bergeraki mendadak tenaganya sudah habis, darah menyembur lagi dari mulutnya, kaki berkelojotan sekali lalu melayanglah jiwanya.

Hong Po-ok coba mengambil kertas kuning yang sudah terobek menjadi dua itu dan dibentang menjadi satu. Ia lihat pada kertas itu banyak tertulis huruf asing yang tak dikenal. Pada bawah tulisan itu malah terdapat pula sebuah cap merah.

Pendekar Negeri Tayli (天龍八部~Thian Liong Pat Poh) - Jin YongWhere stories live. Discover now