Jilid 10

4.1K 48 2
                                    

Sampai esok paginya lagi, ke-32 langkah itu sudah dapat dipecahkan seluruhnya. Diam-diam ia menghafalkan lagi seluruh ke-64 segi itu dari awal sampai akhir. Dan nyatanya memang berjalan dengan lancar.

Ibaratnya orang yang mogok di tengah jalan karena menghadapi jalan buntu, kini mendadak jalan itu dapat ditembus, keruan Toan Ki sangat girang, terus saja ia meloncat bangun sambil bertepuk tangan dan berseru, "Bagus, bagus!"

Mendadak ia tertegun heran teringat pada dirinya kini sudah dapat bergerak lagi tanpa terasa.

Kejut dan girang Toan Ki tidak terkira, ia khawatir lupa, maka ke-64 gerak langkah itu diulanginya beberapa kali hingga hafal benar-benar, ia melangkah perlahan setindak demi setindak hingga akhirnya tercapai dengan bulat, ia merasa semangatnya tambah kuat dan segar. Meski sudah beberapa hari tidak makan, tapi toh tidak terasa lapar.

Ia memberi hormat ke arah patung dan mengucapkan terima kasih, lalu cepat berlari keluar dari gua itu. Dengan mengikuti jalan yang pernah dilaluinya, ia melintasi "Sian-jin-toh" dan kembali ke Bu-liang-san, akhirnya berjumpa pula dengan Bok Wan-jing.

Demikianlah ia ceritakan pengalamannya itu kepada ayah dan paman, hanya mengenai patung cantik itu tidak ia ceritakan, ia bilang menemukan dua buah cermin perunggu dan dari tulisan ukiran di atas cermin itulah dapat diperoleh ilmu gerak langkah yang ajaib itu.

Ia merasa di hadapan orang sebanyak itu tidak pantas menceritakan dirinya kesengsem atas sebuah patung ayu, apalagi Bok Wan-jing tentu akan marah besar dan bukan mustahil dirinya bisa digampar pula.

Selesai Toan Ki bercerita, Po-ting-te lantas berkata, "Ke-64 gerak langkah itu terang mengandung semacam ilmu Lwekang yang mahatinggi, coba kau lakukan sekali lagi dari awal sampai akhir."

Toan Ki mengiakan dan segera mulai berjalan selangkah demi selangkah menurut perhitungan Pat-kwa.

Po-ting-te, Toan Cing-sun dan Ko Sing-thay adalah ahli Lwekang, tapi terhadap keajaiban ilmu langkah itu

mereka cuma bisa menangkap satu-dua bagian saja, selebihnya mereka pun merasa bingung.

Selesai Toan Ki melangkah ke-64 segi itu, persis ia putar suatu lingkaran besar dan tiba kembali di tempat semula.

Po-ting-te sangat girang, serunya, "Bagus sekali! Poh-hoat ini tiada bandingannya di seluruh jagat, sungguh beruntung sekali Ki-ji dapat memperolehnya, harap Ki-ji melatihnya lebih masak. Sekarang silakan omong dengan ibumu yang baru pulang istana."

Lalu ia berpaling pada permaisurinya, "Marilah kita pulang!"

Honghou mengiakan sambil berbangkit. Segera Toan Cing-sun dan lain-lain mengantar Hongte dan Honghou keluar istana Tin-lam-ong.

Setelah berada di dalam istana sendiri, segera Toan Cing-sun mengadakan perjamuan untuk menyambut pulangnya sang istri dan datangnya Bok Wan-jing. Satu meja perjamuan hanya empat orang, yaitu Toan Cingsun suami istri, Toan Ki dan Wan-jing, tapi dayang yang melayani hampir 20 orang banyaknya.

Sudah tentu selama hidup Bok Wan-jing belum pernah melihat kemewahan demikian, begitu pula semua masakan yang disuguhkan di situ jangankan melihat, bahkan mendengar pun tidak pernah. Tapi demi tampak ayah-bunda Toan Ki memandang dirinya sebagai anggota keluarga sendiri, diam-diam ia pun sangat senang.

Melihat sikap ibunya terhadap ayahnya tetap dingin saja, tidak mau minum arak dan tidak makan daging, hanya dahar sedikit sayuran saja, segera Toan Ki menuang satu cawan arak dan berkata, "Mak, marilah anak menghormati engkau secawan!"

"Tidak, aku tidak minum arak," sahut Yau-toan-siancu.

Tapi Toan Ki menuang lagi secawan dan mengedipi Wan-jing, katanya pula, "Minumlah Mak, nona Bok juga ingin menyuguh engkau secawan!"

Pendekar Negeri Tayli (天龍八部~Thian Liong Pat Poh) - Jin YongWhere stories live. Discover now