Jilid 14

4K 56 1
                                    

Di tengah perjamuan itu, hadirin ramai mengobrol ke timur dan ke barat, kemudian sama mengaturkan selamat pula kepada Toan Cing-sun suami-istri dan Ko Sing-thay karena kedua keluarga itu telah berbesanan. Seketika suasana tambah semarak dan beramai-ramai sama mengajak angkat cawan.

Bok Wan-jing coba melirik Toan Ki, ia lihat pemuda itu menunduk dengan lesu, teringat olehnya waktu mereka berduaan tinggal bersama di dalam rumah batu itu, tanpa terasa ia pun ikut muram durja. Ia tahu selama hidup ini terang tiada harapan untuk menjadi istri Toan Ki, tapi demi mendengar pemuda itu sudah melamar putri Ko Sing-thay, tentu saja ia pun berduka dan hancur perasaannya.

Semakin memandang Ko Sing-thay, semakin gemas hatinya, sungguh ia ingin sekali panah binasakan orang itu sebagai hukumannya mengapa melahirkan seorang anak perempuan untuk diperistri oleh kekasihnya itu? Cuma ia tahu kepandaian Ko Sing-thay terlampau lihai, untuk memanahnya tidaklah mudah, maka panah yang sudah disiapkan dalam lengan baju itu tidak lantas dibidikkan.

Ia lihat suasana perjamuan itu semakin memuncak riang gembira, ia khawatir saking tak tahan dirinya bisa menangis, hal mana tentu akan ditertawai orang, maka segera ia berbangkit dan menyatakan kepalanya pusing, ingin kembali ke kamar saja. Habis itu, tanpa permisi lagi pada Toan Cing-sun dan Po-ting-te, ia terus tinggal masuk ke dalam dengan cepat.

Dengan tersenyum Cing-sun minta maaf kepada para tamu atas kelakuan putrinya yang kurang adat itu.

Tiba-tiba datang bergegas seorang penjaga dan menyampaikan secarik kartu nama kepada Cing-sun serta melapor, "Ko Gan-ci, Ko-siauya dari Hou-cut-koan mohon bertemu dengan Ongya."

Sungguh di luar dugaan Toan Cing-sun atas kunjungan tamu yang tak diundang ini. Ia tahu Ko Gan-ci itu adalah murid pertama dari Kwa Pek-hwe dari Ko-san-pay, di kalangan Kangouw cukup harum namanya sebagai pendekar yang budiman, julukannya adalah "Tui-hun-jiu" atau si Tangan Penguber Nyawa. Konon ilmu silatnya sangat hebat, tapi selamanya tiada hubungan apa-apa dengan keluarga Toan, lantas untuk keperluan apa jauh-jauh dia datang kemari?

Walaupun agak sangsi, namun Cing-sun berbangkit juga dan berkata, "Kiranya Tui-hun-jiu Ko-tayhiap yang datang, aku harus menyambutnya sendiri."

Para kesatria yang hadir di situ juga pernah mendengar namanya Ko Gan-ci, di antaranya Hui-sian dan Kim Tay-peng malah sudah kenal, maka beramai-ramai mereka lantas ikut menyambut keluar. Hanya Po-ting-te, Uibi-ceng, Co Cu-bok dan Cin Goan-cun yang tetap duduk di tempat masing-masing.

Kalau Po-ting-te dan Ui-bi-ceng tidak keluar menyambut adalah mengingat kedudukan mereka di kalangan Bulim memang lebih tinggi daripada orang lain, sedang Co Cu-bok dan Cin Goan-cun berdua sengaja berlaku angkuh, anggap diri sendiri adalah tokoh utama suatu aliran tersendiri. Ko Gan-ci dipandang mereka lebih rendah setingkat, betapa pun tenar nama Ko Gan-ci juga masih mempunyai seorang guru, yaitu Kwa Pek-hwe.

Ketika Toan Cing-sun sampai di luar, ia lihat seorang laki-laki setengah umur yang berperawakan tinggi besar sambil menuntun seekor kuda putih yang gagah sedang menunggu di depan pintu. Laki-laki itu memakai baju berkabung, wajah murung, kedua mata merah bendul, terang orang sedang ditimpa kemalangan kematian sanak keluarga.

Melihat orang, segera Kim Tay-peng melangkah maju dan menyapa, "Ko-toako, baik-baikkah engkau!"

Kiranya laki-laki berbaju berkabung inilah Ko Gan-ci. Maka jawabnya, "Kiranya Kim-hiante juga berada di sini."

"Atas kunjungan Ko-tayhiap, maafkan Siaute tidak menyambut lebih dulu," demikian Cing-sun memberi hormat.

Cepat Ko Gan-ci membalas hormat sambil merendah diri, diam-diam ia mengagumi keluarga Toan di Tayli yang tersohor bijaksana nyatanya memang tidak omong kosong.

Pendekar Negeri Tayli (天龍八部~Thian Liong Pat Poh) - Jin YongUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum