Jilid 7

4.3K 46 1
                                    

Entah lewat berapa lama, perlahan Toan Ki siuman, waktu membuka mata, ia menjadi silau oleh cahaya matahari, kembali ia pejamkan mata lagi. Tapi segera terasa dirinya dirangkul sesosok tubuh yang lunak hangat. Ia membuka mata lagi untuk melihat, ternyata muka Bok Wan-jing yang putih pucat itu masih bersandar di dadanya.

Ia membatin, "Setelah kami menuju akhirat, ternyata masih berada bersama, suatu tanda bahwa cerita tentang alam halus segala bukanlah dongeng belaka."

Tiba-tiba ia dengar di tempat agak jauh sana ada suara orang lagi berkata, "Jika binatang melata ini merintangi jalan kita, marilah kita menggunakan Am-gi!"

Tapi seorang telah membentaknya, "Jangan! Sin-kun suruh kita menawannya hidup-hidup, kalau mencelakai dia, apakah tidak takut dimarahi Sin-kun?"

Waktu Toan Ki memandang ke arah datangnya suara itu, ia lihat ada empat laki-laki berbaju kuning lagi berdiri di tepi jurang situ, tangan mereka membawa tangkai kayu sedang menuding dirinya. Tampaknya sangat jeri pada ular yang merayap di situ, maka tidak berani mendekat.

Ketika Toan Ki memandang lagi sekelilingnya, ia lihat dirinya dilingkari kawanan ular yang lagi merayaprayap, cahaya sang surya terang benderang, suasana demikian tiada ubahnya seperti waktu dirinya "mati" tadi, seketika pikirannya tergerak, "He, jangan-jangan aku tidak jadi mati?"

Segera ia merasa badan Bok Wan-jing yang berada di pangkuannya itu masih lunak-lunak hangat, napasnya mengeluarkan bau harum yang semerbak, nyata, gadis itu pun selamat tak kurang suatu apa pun.

Saking girangnya, terus saja Toan Ki berteriak-teriak, "Hura, aku belum mati, aku tidak mati!"

Keempat laki-laki berbaju kuning itu memang sudah lama menunggu di situ, soalnya karena dirintangi kawanan ular, maka tidak berani mendekat. Ketika mendadak mendengar teriakan Toan Ki, mereka menjadi kaget juga.

Dalam pada itu, dengan bersuara perlahan Bok Wan-jing juga sudah siuman, begitu membuka mata, segera ia tanya perlahan, "Longkun, apa kita sudah sampai di akhirat!"

"Tidak, tidak, engkau belum mati, aku pun tidak mati! Sungguh ajaib sekali bukan?" seru Toan Ki.

"Sekarang belum mati, kalau ingin mati sebentar lagi masih belum telat!" bentak seorang laki-laki berbaju kuning tadi. "Ayo lekas kemari, Sin-kun panggil kau!"

Sudah sekarat, kini dapat hidup kembali, tentu saja girang Toan Ki tidak kepalang. Mana ia mau gubris gemboran orang itu? Segera ia berkata pula kepada Bok Wan-jing, "Sungguh aneh bin ajaib, kita ternyata tidak jadi mati, bahkan sakit perutku juga sudah sembuh. Caramu menyerang racun dengan racun itu ternyata sangat manjur. Eh, lukamu sendiri sudah baik belum?"

Ketika Wan-jing geraki badannya, ia merasa luka di punggungnya kesakitan lagi. Tapi hal mana tidak mengurangi rasa girangnya yang luar biasa, sahutnya dengan tertawa, "Lukaku bukan keracunan, maka racun ular ini tidak bisa menyembuhkan luka luar ini. Ternyata kita berdua tidak mati oleh racun ular, tampaknya kita berdua jauh lebih lihai daripada ular berbisa!"

Nyata Toan Ki dan Bok Wan-jing yang tidak luas pengetahuannya itu tidak tahu bahwa racun ular itu baru bisa mencelakai orang bila masuk ke dalam darah melalui suatu luka. Tapi kalau dimakan ke dalam perut, asal di antara mulut, lidah, tenggorokan dan usus tiada sesuatu luka, racun ular itu tiada berbahaya sama sekali. Sebab itulah, makanya bila orang dipagut ular berbisa, orang berani mengisap racun dari luka pagutan itu tanpa ikut keracunan.

Kini secara ngawur kedua muda-mudi itu sembarangan menelan kepala ular dan mengisap racun ular, sebaliknya malah membawa hasil yang di luar dugaan mereka.

Toan-jiong-san yang lihai itu benar-benar lenyap digempur oleh racun tiga buah kepala ular yang dimakan Toan Ki itu. Cuma mereka sudah tak sadarkan diri selama semalam suntuk, kini sudah menginjak esok pagi hari kedua.

Pendekar Negeri Tayli (天龍八部~Thian Liong Pat Poh) - Jin YongOnde histórias criam vida. Descubra agora