Jilid 52

2.5K 31 0
                                    

Maka Pek-ling mulai lagi peras otak memikirkan problem catur itu, tapi hanya sebentar saja tubuhnya lantas sempoyongan dam kembali muntah darah.

"Huh, cari mampus sendiri, apa gunanya?" jengek Ting-lokoai tiba-tiba, "Perangkap yang dipasang Lojat (bangsat tua) ini memang sengaja dipakai untuk menyiksa dan membunuh orang, apa gunanya kau antarkan nyawamu dengan percuma ?"

Mendadak So Sing-ho melirik Ting-lokoai, lalu bertanya, "Kau sebut Suhu sebagai apa ?"

"Memangnya dia adalah Lojat, maka aku pun panggil dia Lojat!" sahut Ting Jun-jiu.

"Si kakek tuli dan bisu hari ini sudah tidak tuli dan bisu lagi, tentu kau tahu apa sebabnya, bukan?" tanya So Sing-ho pula.

"Bagus!" sahut Ting Jun-jiu, "Kau sendiri yang melanggar sumpah dan mencari mampus, maka jangan menyalahkan aku lagi."

Seketika Kheng Kong-leng cuma saling pandang dengan Sih-sin-ih dan lain-lain, Pikir mereka, "Dahulu iblis ini memaksa Suhu menjadi orang bisu tuli, dengan demikian ia berjanji takkan mengganggu Suhu, Tapi kini mendadak Suhu membuka suara, ini berarti beliau sudah bertekad akan menentukan mati-hidup dengan Tinglokoai."

Begitulah Kheng Kong-leng dan kawan-kawannya menjadi khawatir, tapi bersemangat juga.

Kemudian So Sing-ho mengangkat sepotong batu besar disebelahnya dan ditarik kedepan Hian-lan, katanya, "Silakan duduk, Taisu!"

"Terima kasih!" sahut Hian-lan sambil memberi hormat, Diam-diam ia pun terkesiap melihat tenaga orang.

Perawakan So Sing-ho kurus kecil, bobotnya paling-paling cuma delapanpuluh kati, tapi dengan mudah ia

dapat mengangkat sepotong batu besar yang beratnya ditaksir tidak kurang dari limaratus kati, hal ini menandakan kepandaian kakek kecil ini tidak boleh dipandang enteng, Baginya sebenarnya juga tidak sukar mengangkat batu sebesar itu, bilamana ilmu silatnya belum punah, tapi rasanya juga tidak segampang sikakek kecil yang tampaknya seperti mengangkat sebuah dengklik kecil saja.

Lalu terdengar So Sing-ho berkata pula, "Problem catur ini adalah hasil jerih-payah pemikiran mendiang guruku selama tiga tahun, beliau mengarang problem catur ini dengan harapan agar ahli catur pada jaman ini ada yang dapat memecahkannya, Aku sendiri sudah mempelajarinya selama tigapuluh tahun dengan tekun, tapi hasilnya tetap nihil dan belum dapat memecahkannya."

Berkata sampai disini, ia berhenti, sinar matanya melayang kearah Hian-lan, Toan-ki, Hoan Pek-ling dan lainlain, lalu sambungnya pula,

"Sebagai seorang padri berilmu, tentu Hian-lan Taisu paham akan kunci ajaran Buddha terletak pada 'kesadaran', Seorang yang tekun belajar belum tentu dapat sadar begitu saja seperti orang biasa, Begitu pula problem catur ini, seorang anak kecil mungkin akan dapat menangkan ahli catur kelas satu, Aku sendiri tidak dapat memecahkan problem ini, tapi orang berbakat didunia ini masih sangat banyak, tentu ada yang dapat memecahkannya, Sewaktu guruku akan wafat dulu, beliau meninggalkan harapan ini, apabila ada orang dapat memecahkan problem catur ini hingga harapan guruku itu terkabul, maka arwah beliau tentu akan merasa senang dan terhibur."

Diam-diam Hian-lan pikir, "Antara gurunya dan Cong-pian Siansing serta murid-muridnya ini mempunyai banyak persamaan, terhadap seni musik, melukis, catur dan lain-lain, semuanya seperti kesetanan dan mencurahkan segenap tenaga dan pikiran mereka untuk menyelami permainan-permainan itu sehingga Ting Jun-jiu sempat malang melintang dalam perguruannya tanpa ada yang mampu mengatasinya, sungguh hal ini harus disesalkan."

"Dan Suteku ini." demikian So Sing-ho melanjutkan bicaranya sambil menuding Ting-lokoai, "Dahulu dia mendurhakai perguruan sendiri, membunuh guru dan melukai aku pula, Mestinya aku harus mati menyusul guru, tapi demi mengingat ada sesuatu cita-cita guruku yang belum terkabul, bila aku tidak mendapatkan orang untuk memecahkan problem catur ciptaannya ini, andaikan aku mati juga malu untuk menemui Suhu dialam baka. Sebab itulah aku terima dihina dan mempertahankan hidup sampai sekarang, Selama beberapa tahun ini aku tetap memenuhi janjiku kepada Sute, tidak bicara dan tidak mendengar, bukan saja aku telah menjadi Liong-ah Lojin, bahkan murid-muridku yang baru juga kupaksa menjadi orang tuli dan bisu,

Pendekar Negeri Tayli (天龍八部~Thian Liong Pat Poh) - Jin YongOù les histoires vivent. Découvrez maintenant