Jilid 49

3K 34 0
                                    

"Tapi... tapi memang betul begitu," ujar A Pik gugup, "dan... dan hwesio itu kan belum tentu dari Siau-lim-si sini."

"Berpuluh li di sekitar Siau-sit-san ini setiap hwesio tentu ada sangkut pautnya dengan biara kami, tapi nona bicara...." sebenarnya ia hendak mendamprat A Pik, tapi melihat kelemahlembutannya, ia jadi tidak tega dan urung melanjutkan ucapannya.

Sesudah termenung sejenak, ia menduga kedatangan Buyung Hok pasti tidak mengandung maksud baik, tidak perlu ditunggu lagi, maka katanya pula, "Silakan kalian bertiga mengaso dulu ke dalam biara kami untuk menantikan datangnya Buyung-kongcu."

Dengan ucapan itu, maksudnya adalah untuk menahan Kongya Kian bertiga secara halus, jika Kongya Kian menolak undangan itu, boleh jadi terpaksa akan dipakai kekerasan.

Tak terduga Kongya Kian terus menerimanya dengan baik, katanya, "Terima kasih, kami terpaksa mesti membikin repot Taysu sekalian!"

Lalu ia pondong Hong Po-ok dan mendahului melangkah ke pintu biara dengan cepat.

Sambil berjalan A Pik bertanya juga kepada padri yang melapor tadi, "Thaysuhu, luka samko kami itu berat atau tidak? Yaitu lelaki kurus berbaju kuning yang kumaksudkan. Bagaimana keadaan lukanya, apakah... apakah kawanmu yang melukainya?"

Waktu itu semua orang sedang berjalan dengan langkah cepat, apalagi Hian-lan masih berada di situ, sebenarnya hwesio itu tidak berani bicara, cuma A Pik bertanya dengan ramah tamah, ucapannya enak didengar, hingga mau-tidak-mau hwesio itu menjawabnya dengan suara perlahan, "Sicu berbaju kuning itu...."

Sampai di sini ia tuding Hong Po-ok dan melanjutkan, "lukanya serupa dengan tuan ini, dan bukan kami yang menyerangnya."

Tapi sesudah merandek sejenak, kembali ia berkata, "Agaknya... agaknya orang dari sia-pay yang menyerangnya."

Lalu ia pun berpaling dan berkata kepada Hian-lan lagi, "Luka yang dialami Hian-thong Supek itu pun sama seperti mereka."

Hian-lan melengak kaget. "Jadi Hian-thong Sute juga kedinginan dari menggigil seperti ini?" tanyanya cepat.

"Betul," sahut hwesio itu.

Hian-lan terheran-heran. Ia bergumam sambil berpikir, "Jadi luka mereka bertiga serupa?"

"Badan Hian-thong Supek terasa dingin sebagai es, maka Hongtiang telah menyalurkan Kim-kong-ciang-lik (tenaga sakti) untuk menolongnya, tapi belum lagi sembuh," tutur hwesio itu.

Mendengar ucapan "belum lagi sembuh" itu nadanya tidak meyakinkan, segera Hian-lan dapat menduga bahwa murid keponakan itu tidak ingin unjuk kelemahan di hadapan orang luar, maka cuma mengatakan "belum lagi sembuh," padahal yang benar adalah "sama sekali tidak manjur."

Hian-lan sudah menyaksikan penderitaan Hong Po-ok akibat serangan racun dingin itu, lalu ia khawatir juga atas diri sang sute, tanpa bicara lagi mendadak ia melayang ke depan, begitu cepat hingga dalam sekejap saja hanya tertampak bayangan merah menyelinap hilang di balik pintu sana.

"Kepandaian yang hebat!" diam-diam Kongya Kian memuji dan tercengang oleh ginkang padri tua itu.

Setelah rombongan mereka sampai ruangan tamu di samping pendopo Tay-hiong-po-tian, karena padri Siaulim-si memandang Kongya Kian bertiga pasti adalah musuh mereka, maka sikap mereka agak kurang hormat, cuma demi kehormatan mereka sebagai tuan rumah yang ternama, mau-tak-mau mereka menyilakan duduk dan menyuguhkan minuman kepada para tamu.

"Di manakah saudara angkat kami yang terluka itu? Di mana dia?" demikian Kongya Kian lantas tanya dengan tak sabar.

Tiba-tiba dari ruangan belakang ada suara sahutan orang yang keras lantang, "Jite, aku berada di sini! Samte juga kena serangan musuh secara keji!"

Pendekar Negeri Tayli (天龍八部~Thian Liong Pat Poh) - Jin YongWhere stories live. Discover now