Dia meloncat kesenangan, melihat tembakan panahnya yang tepat mengenai target tujuannya. "Kak! Kau yang terbaik!"

Ezekiel terkekeh, dia mengacak gemas rambut Adiknya. "Lain kali, minta aku yang mengajarimu, jangan bergaya main sendiri jika hanya berakhir kesal sendiri. Mengerti?"

"Ay! Ay! Kapten!"

Dari belakang, Lucas yang merangkul pinggang Rene, memperhatikan keduanya dengan senyum yang terukir. Lucas mau pun Rene berjalan menghampiri kedua anaknya, Lucas yang mengecup kening anak keduanya dan Rene yang menggandeng tangan anak sulungnya.

"Apa ada peningkatan pada Adikmu, sayang?"

"Tentu saja Mama! Aku ini sangat hebat, cekatan, dan kuat! Memanah itu hal mudah! Easy!"

Ezekiel mencibir, "Mudah? Masa?"

"Apa sih? Iri bilang dong babu!"

"Heh!"

Ezekiel ingin memiting leher Adiknya tapi urung ketika Papa menatapnya dengan ganas, merasa dirinya memiliki tameng kuat, dia pun menjulurkan lidah ke arah Kakaknya dengan wajah menyebalkan. "Wle! Aku menang, aku menang!"

"ARIA!"

Dengan kekuatan 45, Aria berlari sekencang kilat.

"ARIA AWAS KAU!"

"HAHAHA! AYO KEJAR AKU! KEJAR AKU!"

Melihat kedua anaknya yang kadang akur, kadang seperti kucing dan anjing, Lucas dan Rene pun menggeleng pelan. "Anak kamu itu, sayang."

"Anak kamu juga,"

"Anak kita,"

Rene mendongak, dia tersenyum dengan sepasang mata yang saling memandang satu sama lain.

***

"Matamu memancarkan kesedihan,"

"Penipu!"

Aria yang semula menopang dagu, dengan serius mendengarkan ramalan dari seorang wanita tua yang katanya peramal hebat tapi baru bicara, omongannya langsung tidak tepat sasaran dan si peramal yang mendapat jawaban tak terduga dari Aria, memelotot kan matanya.

"Mataku itu cantik, membahana, menggelora, siapa pun yang memandangnya pasti akan terpana! Kau itu penipu, bisa-bisanya di luar sana banyak yang antri hanya untuk mendengarkan omong kosong. Buang-buang waktu dan uang!"

"Hei yak! Dasar bocah berandal!"

Aria tertawa, dia berlari meninggalkan ruangan yang menjadi saksi si Nenek yang menjadi peramal untuk mengisi waktu luang. Wanita tua itu tersenyum dengan mengusap kipasnya, "Anak zaman sekarang. Hobinya menjahili Nenek-nenek,"

Di luar, Aria masih berlari sambil tertawa dan dia terpaksa mengerem mendadak saat seseorang menghadang langkahnya. "Shit! Kaget aku," Aria mengusap dadanya terkejut. "Paman kenapa berdiri di sini sih? Kalau aku jantungan bagaimana? Memangnya Paman mau tukar tambah jantung denganku?"

"Nona, Anda sudah terlalu lama bermain-main di luar. Sekarang waktunya untuk Anda pulang,"

Aria mencebik, dia membuka pintu mobil sendiri dan menutupnya dengan kasar. Asisten Ben yang terbiasa dengan sikap anak bungsu majikannya hanya bisa menggelengkan kepala, dirinya sudah kebal menghadapi Lucas dan Ezekiel, tambah satu, bukan perkara yang sulit, mungkin depresi saja setelah dari sini.

Perpindahan Dimensi Sang Penulis Where stories live. Discover now