54 - Perbedaan

24.1K 1.7K 238
                                    

Kedua tangannya yang saling bertaut terasa menguat bersama dengan Lucas yang mendongak sembari memejamkan matanya, pria itu merasa seperti baru saja mendapatkan letusan hebat dalam tubuhnya. Ini kali pertama dia bercinta lagi setelah hampir 6 tahun menduda dengan segala kesepian yang dia pendam seorang diri.

Kepalanya menunduk, menatap wajah cantik Rene yang basah akan peluh. Di kecupnya kening itu dengan lama dan penuh kelembutan, rasanya seperti mimpi, bercinta dengan wanita yang memiliki wajah serupa dengan mendiang istrinya. Ini adalah sesuatu hal yang tidak masuk akal, mungkin jika hanya mirip di beberapa bagian wajah, itu tidak masalah.

Tapi ini, wanita di bawah kungkungannya yang baru saja menerima sentuhan intim darinya, memiliki wajah dan bentuk tubuh yang Lucas yakin tanpa ragu, 100 persen sama. Tidak ada perbedaan diantara keduanya, bahkan Lucas hafal detail kecil tentang mendiang istrinya yang juga sama persis dengan Rene.

Mendiang istrinya memiliki tahi lalat di beberapa bagian tubuh dan Rene juga memilikinya di bagian tubuh yang sama, Lucas mengulurkan tangan untuk mengusap bibir Rene yang membengkak. Rene yang masih memejamkan matanya, menerima hangatnya sesuatu yang mengaliri miliknya bahkan terasa begitu penuh. Dalam pengalaman, ini memang bukan yang pertama untuk Rene tapi untuk tubuhnya, ini yang pertama.

Dan hanya satu perbedaan di antara wanita di bawah kungkungannya dengan mendiang istrinya. Ketika Lucas melepas penyatuan dan berguling ke samping Rene, juga Rene yang pelan-pelan memiringkan tubuh membelakangi Lucas. Lucas melihat adanya bercak kemerahan di atas seprei putih, mendiang istrinya tentu saja sudah tidak perawan tapi wanita ini, wanita ini masih perawan.

Lucas mendudukkan dirinya dengan bersandar, pria itu mengacak rambutnya dengan kasar. Sekarang, Lucas seakan baru saja mendapatkan fakta yang menyakitkan. Yang dirinya sentuh, bukanlah mendiang istrinya yang dia anggap masih hidup. Wanita di sampingnya ini, wanita berbeda dengan mendiang istrinya. Dan Lucas, baru saja melakukan suatu kesalahan yang besar.

Dia menatap punggung Rene yang tertidur membelakanginya, ada rasa penyesalan dan kecewa karena dirinya menyentuh wanita lain yang masih tersegel sempurna tanpa adanya ikatan. Rene, wanita di sampingnya ini, pasti merasa sedih, makanya enggan melihat ke arah dirinya. Tapi dugaan Lucas salah, karena sebenarnya, Rene menahan tangis bukan karena keperawanannya yang terenggut.

Tapi karena memori kelam tentang dirinya yang menembak Lucas dan anaknya, kembali berputar. Rene merasa bersalah karena menembak keduanya tapi itu semua demi kebaikan mereka bersama. Saat Lucas ingin menyentuh bahu Rene, ponselnya di saku celana yang terlempar ke atas lantai, berbunyi. Sebuah dering yang Lucas pasang secara khusus.

Membuatnya langsung turun dari atas ranjang dan mengambil ponselnya, "Ben?"

"Tuan, Tuan muda terjatuh dari tangga."

"Shit! Siapkan helikopter, aku akan ke sana sekarang."

Lucas memutuskan panggilan, dia menatap Rene sekilas sembari memakai semua pakaiannya. Setelah selesai berpakaian, Lucas mendekati Rene dan mengecup sekilas bahunya. Dia berbisik, "Istirahatlah di sini. Besok aku akan datang untuk menjemputmu," Lucas sekali lagi mengecup bahu terbuka Rene, sebelum buru-buru pergi meninggalkan kabin kapal menuju helikopter yang sudah di siapkan.

Dia sekali lagi menatap ke belakang sebelum naik ke helikopter dan kembali ke kediamannya.

Di dalam sebuah kabin kapal yang nyaman, Rene membaringkan tubuhnya terlentang. Dia menatap langit-langit dengan pandangan yang menerawang, Lucas akan tiba-tiba pergi hanya jika dirinya terluka atau Ezekiel terluka di dimensi kedua. Itu berarti .... Rene langsung terduduk lalu meringis merasakan pegal di sekujur tubuhnya dan nyeri di bagian selangkangannya.

"Ezekiel, putraku."

Rene menggigit kuku, dirinya yakin, sesuatu pasti terjadi pada putranya makanya Lucas bisa dengan tergesa-gesa pergi. Tapi di sini, Rene tidak memiliki siapa pun untuk di jadikan informan. Dia pun mengembuskan napasnya gusar, hingga ponselnya di atas nakas, berbunyi. Rene mengambil ponselnya, melihat Viona yang menghubungi dirinya.

"Vi, kenapa?"

"Re,"

"Vi? Kau nangis?!"

"Re, bokap gue di Indonesia ...."

"Kenapa bokap lo?!"

"Masuk rumah sakit, huwaaa!!"

"Oh God! Lo di mana sekarang? Gue kesana!"

Rene menahan rasa nyeri di selangkangannya sekuat tenaga, dia memakai semua pakaiannya dan pergi dengan cepat menghampiri Viona yang terus menangis. "Re, bokap gue ...."

Rene berpikir keras, dia harus melakukan apa untuk bisa menepi dari tengah lautan ini dengan cepat. Hanya ada satu cara, oke, ini tidak ada pilihan lain. Rene mencoba mencari nomor seseorang dari google dan akhirnya mendapatkan apa yang dia cari. "Iya, sekarang ya. Terima kasih,"

"Re, lo ngapain?"

"Gue abis sewa helikopter buat kita balik dengan cepat,"

"H-helikopter? Lo bayar pakai apa, Re?"

"Gue .... Gue jual mobil, gue bayar pakai mobil gue."

"Re, itu mobil kesayangan lo!"

"Udah biarin, nanti gue bisa nabung lagi buat beli."

Sekian jam menunggu, helikopter pun datang. Rene dan Viona segera pergi meninggalkan kapal dengan helikopter yang Rene sewa, mereka pergi ke Indonesia menggunakan penerbangan pagi di bandara. Membuat keduanya harus menunggu sampai pagi di bandara dengan Viona yang terus menangis, Rene kebingungan harus melakukan apa.

"Re, gue baru sadar. Cara jalan lo terlihat aneh, lo enggak apa-apa?"

"Ha? Gue enggak apa-apa,"

Viona mengangguk, keduanya pergi ke Indonesia setelah jam yang di tentukan tiba.

Sedangkan di tempat lain, Lucas menemui seorang Dokter kepercayaan yang menangani putranya. "Bagaimana dengan anakku?"

"Tuan muda baik-baik saja karena di bawa tepat waktu ke rumah sakit, jadi Tuan muda tidak mengalami pendarahan yang terlalu serius. Hanya cedera di tangan karena kemungkinan besar, Tuan muda menahan bobot tubuhnya dengan tangan ketika tergelincir."

Lucas mengangguk, "Baik. Kalau begitu, terima kasih, Dok."

"Sama-sama, Tuan."

Lucas masuk ke dalam ruangan putranya, dia melihat sang Mama yang terkantuk-kantuk di samping brankar Ezekiel. "Mama," dengan pelan, Lucas menyentuh bahu Mamanya. Dan satu hal yang berbeda dengan dimensi kedua, Ibu dari Lucas tidak meninggal di sini. Beliau masih hidup dan sehat jasmani mau pun rohani.

"Lucas!" Mama Louisa langsung menegakkan punggungnya, "Di sini tidak aman untuk cucu Mama yang sering kamu tinggal bekerja. Pindahlah ke Birmingham, kau bisa mengelola perusahaan pusat di sana dan Ezekiel bisa aman dalam pengasuhan Mama. Mama tidak ingin hal seperti ini terjadi lagi karena kecerobohan kalian, Lucas."

Lucas memijat pelipisnya yang berdenyut, dia mengerti kekhawatiran Mamanya. Dia pun mengangguk karena mau bagaimana pun, keselamatan putranya adalah yang utama setelah kematian mendiang istrinya 6 tahun lalu.

"Oke, aku akan urus kepindahan Ezekiel dan yang lainnya."

Mama tersenyum, dia berdiri dan memeluk putranya. "Anak Mama ini akan baik-baik saja, Mama percaya, kamu akan bahagia setelah ini."

"Amin, Mah."

***

200 komentar untuk selanjutnya!!!

Perpindahan Dimensi Sang Penulis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang