12 - Iel Sayang Mama

81.8K 6.1K 48
                                    

Rene histeris ketika memeriksa kamar anaknya namun kosong dan saat membuka pintu kamar mandi tanpa izin, betapa terkejutnya Rene melihat sang anak yang tenggelam di dalam bathup dengan air berubah warna menjadi merah. Sontak saja, seisi kediaman heboh. Apalagi Rene yang tiada henti menangis di dalam pelukan Lucas.

"Sayang, anak kita akan baik-baik saja. Di tembak pun dia tidak mati, jadi jika hanya tenggelam, mustahil dia mati."

Bugh!

Rene memukul dada bidang Lucas, situasi sedang genting, Lucas malah bercanda. "Anakku cuma satu! Aku tidak suka melihatnya terluka!"

"Kalau mati satu, nanti kita buat lagi sepuluh."

"Lucas!"

"Iya-iya, ampun, sayang."

"Menyingkir! Aku ingin menemani anakku!"

Rene masuk ke dalam ruang rawat Ezekiel, bahkan sengaja mengunci pintu dari dalam. Dia melarang Lucas untuk ikut masuk karena masih kesal pada pria itu. Melihat bagaimana putranya terbaring padahal sebelumnya sempat dia lihat tengah tertidur dengan kepala telungkup di atas meja. "Mama lebih rela kamu tidur di meja dari pada harus melihatmu tidur di atas brankar seperti ini, Nak."

Jika pegal di bagian leher, putranya tidak perlu pingsan. Jika di rumah sakit? Sudah pasti kondisi putranya tidak baik-baik saja, "Nak. Sayangnya Mama, ayo dong bangun. Mama lebih baik mendengar semua ucapan sarkas dari kamu dari pada harus melihatmu terbaring seperti ini. Hati Mama lebih sakit, sayang."

Rene menggenggam jemari Ezekiel dan menangis di sana, dia juga mengusap sangat hati-hati pada lengan Ezekiel yang mendapat perban kecil. "Mama merasa semakin gagal menjadi Ibumu, maafkan, Mama."

3 hari di rawat, selama 3 hari penuh juga Rene menemani putranya di rumah sakit. Bahkan dia mengabaikan Lucas yang wajahnya semakin masam, ketika Rene pulang untuk mandi, Lucas terpaksa bergantian menemani putranya yang selalu tidak sopan ini. Di pandanginya wajah Ezekiel yang serupa dengan wajahnya semasa kecil dulu.

Hingga kelopak mata yang lumayan lama terpejam, kini terbuka perlahan. Bukannya lega dan panik memanggil Dokter, Lucas malah mencecar anaknya dengan kalimat. "Kau bangun juga! Dasar anak nakal! Gara-gara dirimu yang masuk rumah sakit, istriku ikut sakit! Istriku demam karena menjagamu dua puluh empat jam di sini!"

"Gara-gara kamu! Istriku lupa padaku! Kamu ini! Anak nakal!"

Ezekiel menatap datar Ayahnya, bahkan dia mengambil gelas sendiri di atas nakas dengan tangan kecilnya juga minum sendiri tanpa di bantu. Sampai ucapan Lucas selanjutnya, membuat air di tenggorokan, seperti tercekat. "Istriku, Ibumu, sudah berjuang dengan segala kemampuannya untuk menunjukkan rasa sayangnya padamu. Bisakah kau mengerti?"

Lucas mengembuskan napasnya begitu berat, "Dia rela mengorbankan cita-cita dan karirnya demi mengandung dirimu selama sembilan bulan. Dia rela mempertaruhkan nyawanya demi melahirkan kamu ke dunia, istriku juga berusaha keras agar bisa mendidikmu tapi Kakek buyut sialanmu, selalu punya cara untuk menggagalkan niat istriku. Apa kau masih ingin mencela istriku? Ibumu sendiri?"

"Ezekiel, kau terlahir sebagai anakku dan istriku. Kami menanti kehadiranmu dan menunggu dengan cemas kelahiranmu, dan ini balasanmu untuk kami? Kau lebih takut pada Kakek buyutmu dari pada aku dan Ibumu? Ingat, Ezekiel. Kau lepas dari pria tua itu, bukan berarti kau akan hidup sengsara. Apa yang kau takutkan?"

"Takut istriku di lukai musuh? Kamu lupa? Aku ini siapa dan bagaimana latar belakang keluarga istriku? Jangan bodoh, Ezekiel. Kesempatan hanya sekali, jika sudah berakhir, kau hanya terbelenggu pada penyesalan." Lucas berdiri dari duduknya, dia hendak pergi sebelum ucapan Ezekiel terdengar.

"Maaf,"

"Jangan padaku, minta maaf pada Ibumu. Kau berhasil melukai hatinya, kau anak durhaka."

***

Ezekiel masih pura-pura tidur, dia tahu jika yang menjaga dirinya saat ini adalah Rene. Ezekiel ingin menyampaikan isi hatinya dan permintaan maafnya, tapi Ezekiel gengsi. Dia tidak pernah mengutarakan isi hati pada siapa pun, pantas kan jika Ezekiel kikuk dengan suasana hatinya sendiri? Meski pada Ibunya sendiri sekali pun.

Di sisi Rene, wanita itu belum tahu jika anaknya sudah bangun. Dia berpikir, Ezekiel masih tidur dengan nyenyak. "Nak, maafkan, Mama. Jika kebahagiaanmu tanpa Mama, Mama akan pergi dari dirimu. Tapi kamu harus janji, cari kebahagiaanmu."

"Tidak! Jangan pergi!"

Ezekiel membuka kelopak matanya dan menggenggam balik tangan Rene begitu erat, di pandanginya mata teduh sang Ibu dengan bola mata berkaca-kaca. "Mama, maaf. Maafkan, Iel. Iel salah, maaf!" Akhirnya, tangis bocah yang usianya hampir 5 tahun itu pecah. Dia sesenggukan dengan terus mengecup punggung tangan Ibunya.

"Mama, aku anak durhaka, aku anak nakal. Maafkan aku, Mama. Tapi jangan tinggalkan aku, jangan." Rene langsung luluh, dia memeluk putranya yang dibalas dengan begitu erat. "Mama sayang Iel, mana mungkin Mama tega meninggalkan Iel? Mama hanya ingin kebahagiaan untuk Iel dan Mama rela melakukan apa pun untuk kebahagiaan Iel,"

"Kebahagiaan Iel adalah melihat Mama bahagia,"

"Manisnya anak Mama," Rene mengecup lama kening putra tampannya.

"Maafkan semua ucapan Iel, Mama. Maaf, Iel sayang Mama."

"Mama jauh lebih sayang Iel,"

Siapa yang tidak terharu, melihat hubungan antara Ibu dan anak yang kini sudah membaik?

***

"Menjauh dari cicitku!"

Rene menatap nyalang seorang pria tua yang baru datang dan tiba-tiba memintanya agar menjauh dari anaknya sendiri, "Kau siapa?! Kau yang harusnya pergi dari sini!" Keberanian Ibunya, membuat Ezekiel ingin mengacungkan jempol tapi dia lebih memilih diam dan melihat apa yang akan Ibunya lakukan ketika ingin di pisahkan kembali dari dirinya.

"Aku Bramasta La Elguerro! Kepala keluarga La Elguerro!"

Bukannya segan atau hormat pada Bramasta La Elguerro, Rene malah tertawa kecil. "Lalu? Aku harus sujud di kakimu? Meminta maaf karena tidak melakukan kesalahan apa pun? Hei! Sekali pun kau Malaikat pencabut nyawa, aku tidak akan takut. Kau bukan Tuhan, tidak ada yang perlu di takutkan."

"Mama keren," Bisik Ezekiel sembari mengecup pipi Ibunya.

"Kau! Dasar cucu menantu tidak sopan!"

"Aku akan sopan jika kau juga bisa menerapkan hal yang sama, tidak peduli pada yang lebih muda atau tua. Tuan, umur Anda sudah banyak. Cukup menunggu kapan kematian datang, jangan memulai pertengkaran dengan yang lebih muda, Anda bisa saja terkena serangan jantung!"

Sejak pertama kali melihat Bramasta La Elguerro, Rene sudah menaruh dendam pribadi. Lanie bilang, yang mendidik Ezekiel dengan keras adalah pria tua di depannya ini. Ibu mana yang tidak jengkel? Jika gara-gara pria tua di depannya ini, anak tampannya memiliki sifat kejam dan sarkasme.

"Satu lagi, Tuan Bramasta. Aku Ibu kandungnya, aku berhak atas dirinya. Jika Anda menolak anak saya dengan saya sendiri, saya tidak ragu membawa masalah ini ke meja hukum."

"Kau!"

Pria itu itu memegang dadanya dan memilih pergi meninggalkan rumah sakit, juga meninggalkan Rene dan Ezekiel yang tertawa sambil bertepuk tangan.

Ternyata sebahagia ini dekat dengan Mama.

***

Perpindahan Dimensi Sang Penulis Where stories live. Discover now