46 - Keberangkatan

27.2K 1.9K 73
                                    

"Bagaimana kondisi anakku?"

Harry Jossi tidak akan membiarkan orang-orang yang membuat putrinya terluka bisa hidup tenang, semua itu terbukti dengan jurang yang menjadi saksi tumpukan mayat mengerikan dengan beberapa bagian tubuh terpisah. Harry tidak menyangka, jika Laudya Walter akan dengan penuh ambisi merencanakan penyerangan untuk putri semata wayang seorang Harry Jossi.

"Nyonya La Elguerro baik-baik saja, sempat membutuhkan transfusi darah tapi sudah kami lakukan dan masa kritis juga sudah Nyonya La Elguerro lalui dengan baik."

"Baguslah, kalian boleh pergi." Harry Jossi bergantian menemui tangan kanan putrinya, "Bagaimana dengan menantu dan cucuku?"

"Ponsel Tuan Lucas tidak bisa dihubungi, mereka pasti sudah melakukan penerbangan menuju perbatasan Size."

Harry Jossi mengangguk, "Biarkan saja. Jangan memberi kabar yang membuat konsentrasi mereka pecah, terutama konsentrasi cucuku. Saat ini, dia sedang di training oleh Buyutnya sendiri dengan cara terjun langsung ke sebuah pertumpahan darah. Pria tua sialan itu memang gila! Aku akan membuat perhitungan dengannya setelah anakku membuka mata,"

Luke hanya bisa tersenyum sungkan mendengar segala macam omelan Harry Jossi yang tertuju pada Bramasta La Elguerro, berbeda dengan Ezekiel yang saat ini tengah mematut dirinya sendiri di depan sebuah cermin besar. "Mama, aku janji akan baik-baik saja. Setelah ini, aku sendiri yang akan menebas kepala pria tua itu, Mama tidak perlu mewakiliku."

Kadang kala, ucapan Ezekiel seperti lelucon padahal kenyataannya, apa yang dia ucapkan adalah suatu hal yang serius. Ezekiel tidak akan sulit untuk menebas leher Bramasta, sosok pria tua yang membuat hidupnya jungkir balik di usia belia. Sekarang, di usia yang bahkan baru 11 tahun, Ezekiel sudah di tekan untuk turun langsung dalam pertumpahan darah.

"Tuan muda, perbatasan Size di kelilingi oleh lautan. Anda harus tetap berada di dekat saya," Ezekiel memutar bola matanya malas mendengar ucapan asisten Ben yang seperti tidak mengenal bagaimana tabiat buruknya. "Kau di dekat Papa saja, pastikan Papa tidak tergores atau Mamaku akan menangis nantinya."

"Nyonya akan menikam jantung saya jika saya membiarkan Anda yang tergores dan lalai dari jangkauan mata saya," Asisten Ben tersenyum sekilas ke arah Ezekiel yang kini menatapnya tajam. "Aku muak terus di perhatikan, biarkan aku bergerak sesuka hatiku."

"Tidak ada yang melarang, Tuan muda. Silakan lakukan semua yang Anda inginkan dengan tetap dalam pengawasan kami," Ezekiel pun mengangguk. Dia menarik resleting jaketnya, memakai topi hitam lalu berjalan beriringan dengan asisten Ben memasuki lift menuju rooftop gedung.

"Dari sini, kita akan memakai helikopter dan berpindah ke pesawat pribadi Tuan Lucas di penerbangan Yale,"

"Ya, lakukan saja lah, aku malas mendengarnya."

Helikopter yang membawa Ezekiel dan asisten Ben akhirnya tiba di bandar udara bisnis Yale, Ezekiel turun yang langsung di sambut tundukan hormat dari seluruh anggota Mors. Ezekiel melihat Papanya yang berdiri tegak nan tegap dengan raut wajah datarnya, tidak lupa tatapannya yang selalu setajam bilah pedang.

"Hormat kami, Tuan muda!"

Ezekiel mengangguk sekilas dan mendekati Ayahnya, "Kau harus kembali tanpa goresan atau Mama akan menangisimu." Lucas terkekeh, dia mengusap kepala putranya tapi di tepis dengan wajah menyebalkan. "Jangan menyentuh anggota tubuhku, kau ini penyebab alergi!"

"Mulutmu! Kau ini anak siapa sih?"

"Anak Mama!"

"Anakku juga!"

"Sorry, tidak Sudi."

"Hei! Aku yang membuatmu!"

"Mama yang melahirkanku!"

Perpindahan Dimensi Sang Penulis Where stories live. Discover now