13 - Menjenguk Sekretaris

79.6K 5.3K 44
                                    

Katanya, Viona masuk rumah sakit dengan luka melepuh di wajah akibat tumpahan kuah ramyeon. Rene merasa bersalah? Jelas saja dia bahagia, tapi dia sedikit merasa kagum dengan keberanian Viona yang mengirimkan suaminya pesan dan meminta suaminya untuk menjenguk ke rumah sakit.

Selain Viona, nyatanya ada Friska yang juga menggunakan Ayahnya untuk menekan Lucas agar datang menjenguk ke rumah sakit. Rene menatap suaminya yang masih terlelap dengan memeluk erat dirinya, wanita itu mengembuskan napasnya berat. Apa memang merepotkan seperti ini jika memiliki suami tampan kaya raya?

Rene pun mengusap lembut rahang tegas suaminya, membuat kelopak mata itu terbuka, dan tangannya menggenggam lembut jemari sang istri yang ada di rahangnya. "Pagi, sayang." Duh, siapa yang tidak meleleh? Jika pagi-pagi begini, mendengar suara berat dan serak pria tampan seperti Lucas.

"Pagi suamiku yang tampan," Lucas terkekeh, dia mengecup bibir istrinya dengan gemas. "Apa hari ini kamu akan ke rumah sakit?"

"Untuk apa?"

"Menjenguk Viona dan Friska, kedua korbanku."

Korban? Rene rasanya ingin tertawa keras, belum lama pindah ke dimensi kedua, Rene malah sudah menciptakan dua korban. "Aku malas, sayang." Lucas mendusel di antara belahan dada istrinya, tangannya juga ikut merayap ke titik yang menjadi bagian kesukaan seorang Lucas di tubuh istrinya.

"Ayo sama aku, aku ingin melihat mereka."

"Ya, terserah kamu saja."

***

"MAMA! I LOVE YOU!"

Rene tertawa, dia melambaikan tangannya dan kembali masuk ke dalam mobil usai mengantar sang anak ke sekolah. Di dalam mobil, Lucas tengah menyandarkan punggungnya di sandaran kursi sembari memejamkan mata. "Ngantuk kan sekarang, siapa suruh minta bergadang?"

Di depan, isi kepala asisten Ben langsung terkoneksi. Pria itu mencoba menepis telinganya yang mulai memerah, dia juga mencoba untuk fokus menyetir menuju rumah sakit di mana menjadi tempat di rawatnya Viona dan sekretaris Friska. Keduanya turun dari mobil dan berjalan beriringan ketika tiba di rumah sakit.

Menjadi pusat perhatian seperti ini, tentu saja hal asing untuk Rene yang di kehidupan pada dimensi pertama, Rene hanyalah penulis introvert yang jarang bergaul dengan banyak orang. Dia melampiaskan semua emosi dan kebahagiaannya dalam bentuk tulisan yang di nikmati banyak orang. Tapi sekarang, hidupnya seakan seperti dunia novel.

"Sayang? Irene Jossi!"

Rene tersentak kaget saat mendengar suara Lucas yang meninggi namun menyiratkan kekhawatiran, Rene mengerjap lalu mendongak. "Maaf, aku melamun. Kita masih di lift?"

Mengembuskan napasnya lega, Lucas tersenyum tipis. "Sebentar lagi kita tiba dilantai tiga," ucapnya yang di angguki Rene dengan pelan.

Dilantai 3, Rene meminta Lucas agar masuk duluan karena Rene ingin ke toilet sebentar. Tanpa bantahan, Lucas mengangguk dan berjalan menuju ruangan VIP ditemani asisten Ben yang ternyata sudah lebih dulu tiba dan menunggunya didepan pintu lift lantai 3, entah dia naik lewat apa tadi.

Asisten Ben mengetuk pintu, setelah diizinkan, baru dia membuka pintu itu dan membiarkan Lucas masuk. Melihat kedatangan pujaan hatinya, Sekretaris Friska tersenyum manis.

"Lucas, aku kira kamu tidak datang."

Melirik sekilas tangan kanannya, asisten Ben pun segera paham dan mengeluarkan sebuah cek dari saku jas nya. "Sekretaris Friska, ini cek dan isinya lebih dari cukup untuk menganti rugi biaya rumah sakit."

Dibalik selimut, tangan Sekretaris Friska yang tak di infus tampak terkepal erat. "Tuan Ben yang terhormat, singkirkan cek itu karena saya tidak butuh! Ayah saya sudah lebih kaya hanya untuk sekedar cek seperti itu!"

Tanpa membantah, asisten Ben memasukan kembali lembaran cek itu ke saku jasnya. "Baiklah, kalau begitu kami akan pamit karena tak memiliki waktu banyak untuk sekedar berbasa-basi."

Asisten Ben memang sangat cocok menjadi tangan kanan Lucas, karena keduanya begitu mirip di kepribadian. Bedanya, asisten Ben masih bisa tersenyum tipis pada orang lain tapi Lucas tidak. Apalagi, keduanya tumbuh bersama dari kecil hingga Lucas mengangkat asisten Ben menjadi tangan kanannya.

"Lucas, aku terluka karena wanita itu. Tidak bisakah kamu bertanggung jawab? Setidaknya, temani aku sampai aku benar-benar sembuh dan pulih kembali." Pintanya memelas, tanpa memperdulikan tatapan mengejek dari asisten Ben.

Belum sempat menjawab, Rene sudah datang lebih dulu. Rene menatap Sekretaris Friska dengan satu alis terangkat, "Aku yang melukai Anda kenapa Anda meminta pertanggungjawaban dari suamiku? Anda masih tau dirikan? Atau perlu aku ulangi kejadian di kantor yang membuat kepala Anda hancur ups, bukan hancur, maksudnya berdarah-darah."

Tatapan penuh kebencian Sekretaris Friska layangkan untuk istri Bosnya itu. "Lucas! Ayahku seorang pengacara, aku bisa meminta Ayahku untuk menjebloskan wanita ini ke penjara atas kasus penganiayaan! Dia akan di penjara selama sisa hidupnya!"

Bukannya gemetar ketakutan, Rene malah terkekeh. "Hukum? Apa kau yakin? Hukum masih berlaku pada nama belakangku?"

Sekretaris Friska mengepalkan kedua tangannya semakin erat, "Jangan sombong, Irene! Kesombonganmu bisa menjadi bumerang dalam hidupmu!"

"Aku tunggu bumerang itu menyerang balik dirimu," Rene tersenyum cantik. Dia tidak terusik sama sekali dengan semua ucapan sekretaris Friska pada dirinya.

Tatapan sekretaris Friska beralih pada Lucas, "Luc. Ayahku sangat berharap bisa melihat kita menikah, aku akan mengurungkan niatku untuk menjebloskan wanita itu ke penjara jika kau mau menikah denganku. Aku siap menjadi istrimu sekarang!"

"Suamiku yang tidak siap memiliki istri titisan pelacur seperti dirimu, berapa tarifmu permalam? Di jadikan simpanan om-om juga? Atau bahkan, pernah di labrak istri sah saat ketahuan duduk pangku-pangkuan dengan suami orang? Suami orang yang usianya jauh di atas dirimu!" Rene mulai menggebu-gebu dengan emosi di dadanya.

"Tutup mulutmu, Irene! Aku bisa menuntutmu selain pasal penganiayaan juga pasal pencemaran nama baik!"

"Laporkan! Laporkan semua sampai aku di hukum mati! Kamu kira, aku akan takut? Tidak sama sekali! Kau tahu, betapa licik dan kotornya dunia kriminalitas. Apa pun bisa mereka lakukan untuk mempertahankan berlian mereka dan menghancurkan seonggok krikil kecil seperti dirimu. Ingat baik-baik, Friska. Kau boleh tidak memandangku sebagai istri Lucas, tapi jangan munafik, kau tahu aku berasal dari keluarga mana. Keluarga yang tidak segan menghancurkan karir keluargamu."

Rene berbalik, memeluk lengan Lucas dengan manja. "Suamiku, ayo kita pulang. Bukankah tadi kau bilang, kau ingin bercinta denganku?"

Diwaktu yang tidak tepat, telinga kedua pria itu memerah saat mendengar kata bercinta sedangkan wajah Sekretaris Friska semakin suram dengan tangan terkepal erat.

Mengecup singkat bibir istrinya, Lucas berbisik. "Jangan salahkan aku jika kau tak bisa berjalan esok hari," bisiknya namun masih bisa didengar oleh asisten Ben.

Ya Tuhan, begini banget nasib jadi jomblo.

***

Perpindahan Dimensi Sang Penulis Where stories live. Discover now