43 - Mereka Berbeda

26.6K 1.9K 92
                                    

Ceklek.

"Duton?"

"Duton? Siapa dia, sayang?"

Rene memijat pelipisnya sembari menggeleng, "Ah, maksudku, Lucas. Ada apa kau ke sini?"

"Kau menangis?" Bukannya menjawab, Lucas malah balik bertanya dengan mengangkat dagu Rene. Melihat mata wanitanya yang sembab dan ada jejak air mata di pipinya.

"Tadi aku membaca sebuah cerita tentang perjuangan seorang Ibu saat melahirkan anaknya,"

"Cerita apa, sayang?"

Rene menatap lurus ke depan dengan ingatan yang kembali mundur ke masa lalu, "Wanita ini melahirkan anaknya seorang diri di tengah ancaman yang siap melayangkan nyawanya. Di tengah dia yang kesakitan menahan kontraksi, dia berjuang melumpuhkan musuh yang ingin kematian dirinya dan juga anaknya. Di tengah lautan darah, dia melahirkan anaknya yang begitu dia nanti kehadirannya."

Tiba-tiba, Lucas mendekat, membawa Rene berdiri dan memeluknya dengan erat. "Andaikan hari itu aku tidak terlambat, semua itu tidak akan terjadi, maafkan aku, sayang."

Rene tersenyum tipis sembari membalas pelukan Lucas, ternyata, suaminya menyadari ke arah mana dia bercerita. "Bukan salah dirimu, ini semua salahku karena terlalu angkuh hingga musuh yang ingin kematianku, ada di mana-mana."

Dari sudut ruangan, Duton menyaksikan semuanya dengan senyum tipis yang terukir. Aku tidak pernah menunjukkan diriku yang sebenarnya karena aku ingin menjaga perasaanmu, Duton menarik napasnya dan menghilang seperti asap yang tertelan angin. Meninggalkan Rene dan Lucas yang masih berpelukan dengan erat.

Drrt ....

"Ponselmu berbunyi, Lucas."

"Biarkan saja,"

"Jawab dulu, takutnya penting."

Lucas terpaks melepas pelukannya pada sang istri, dia pun melangkah mundur dan mengangkat panggilan dari asisten Ben. "Ada apa?"

"Pengiriman senjata ke pulau Size di gagalkan oleh sekelompok mafia, Tuan. Mereka menyandera semua senjata yang akan di kirimkan ke sebuah ruangan bawah tanah dekat dermaga."

Arah pembicaraan yang semakin intens, Lucas memilih pergi ke depan jendela besar di ruangan istrinya. "Kumpulkan semua anggota inti Mors, kita akan melakukan penyerangan malam ini."

"Baik, Tuan. Tapi Tuan Bramasta memerintahkan Tuan muda Ezekiel agar ikut turun tangan."

"Jangan gila! Putraku belum cukup umur untuk ikut berperang!"

"Tuan Bramasta sudah mengatur semuanya, Tuan."

"Shit! Pria tua sialan itu,"

Lucas memutuskan panggilan dan berjalan mendekati istrinya, "Sayang. Aku baru saja dapat telepon dari Ben, aku ada pekerjaan ke luar kota selama beberapa hari. Tidak apa? Ezekiel juga sepertinya akan ikut pelatihan di lapangan militer,"

Rene tersenyum sembari mengangguk, "Hati-hati. Kabari aku jika sudah sampai,"

"Iya, sayang." Lucas mengecup seluruh wajah istrinya sebelum pergi, "Aku mencintaimu."

"Aku juga mencintaimu,"

Setelah Lucas pergi, Lily masuk ke dalam ruangannya. "Nyonya, Anda baik-baik saja?"

"Aku baik-baik saja, tolong tinggalkan aku. Aku ingin istirahat dengan tidur sebentar,"

"Baik, saya permisi, Nyonya."

Rene memijat pelipisnya yang terasa berdenyut, kata istirahat hanya peralihan agar Lily tidak terus mengawasi dirinya dan melaporkan semuanya pada Lucas. Karena kenyataan, Rene tidak tertidur, dia malah menyibukkan diri dengan segala pekerjaan, tak peduli apa kata Dokter kandungan yang mengatakan, jika dirinya tidak boleh kelelahan jika ingin hamil lagi.

Dirinya tidak akan bisa hamil di dimensi ini, jadi tidak masalah jika ingin menghabiskan sepanjang waktu dengan bekerja. "Duton, apa kau masih ada di sini?"

Hening.

Rene menghela napasnya, wanita itu menelungkupkan kepalanya ke atas lipatan tangan. Tidak ada Duton di sini, Rene seperti kehilangan sumber contekan. Karena hanya Duton yang bisa menjawab segala kebingungannya di sini tapi ketika Duton tidak ada, Rene merasa benar-benar mati kutu saat ini. Aih sial!

"Duton, kenapa aku merasa, raga ini memiliki obsesi lain selain bekerja?" Rene membuka laci di meja kerjanya, wanita itu menemukan begitu banyak jenis benda tajam, dari pisau terkecil, pisau lipat, sampai belati pun ada di sana dari segala ukuran. Rene mengambil satu buah pisau lipat, mengusap permukaannya yang mengkilap dengan perlahan.

"Aku yakin, gen orang tua yang sangat pekat menurun pada anaknya. Jika Ezekiel bisa sekejam itu pasti yang utama juga turunan dari gen orang tuanya," Rene melipat pisaunya dan memasukkannya ke dalam saku celana. Wanita itu berdiri dari duduknya, dia mengambil kunci mobil dan mengatakan pada Luke jika akan pergi sendiri untuk menjemput Ezekiel di sekolahnya.

Sedangkan di sekolah, Ezekiel bersama Eireen dan Jay tengah berjalan menyusuri lorong sekolah menuju halte, Jay dan Eireen akan di jemput di sana tapi Ezekiel di jemput di halaman sekolah. Untuk kali ini, tidak masalah Ezekiel ikut menunggu di halte. Yang menjemput dirinya juga pasti akan melihat sebelum masuk ke gerbang sekolah.

"El, kau tahu salah satu kisah yang menarik?" Ezekiel sangat tidak minat pada semua cerita yang Jay bawakan karena berakhir menggosip tapi Eireen merasa penasaran, dia pun menanyakan lebih lanjut. "Aku yang tidak tahu, coba jelaskan. Aku akan mendengar dengan baik-baik!"

Jay mengajak Eireen untuk duduk di kursi tunggu halte, "Katanya. Semua hal yang di ciptakan itu memiliki duplikatnya masing-masing, aku tengah membayangkan, bagaimana jika ada bumi duplikat juga? Apa akan ada kehidupan di bumi lain selain tempat kita berpijak saat ini?"

"Pemikiranmu mulai ngaco, Jay."

"Aku serius, aku pernah mendengar ceritanya."

"Suka-suka dirimu saja!"

Jay mengerucutkan bibirnya, hingga sebuah mobil, tak lama datang, Ezekiel pun masuk karena dirinya yang sudah di jemput dan Rene melambaikan tangan ke arah Jay juga Eireen. Melihat kepergian mobil yang Rene kendarai, Eireen malah salah fokus dengan sudut bibir Jay yang terangkat satu.

"Jay, kau kenapa?"

Wajah itu langsung berubah, "Tidak apa-apa. Aku duluan ya, Eireen!"

Dalam perjalanan pulang, Ezekiel menatap ponselnya yang menyala. Ada panggilan dari Bramasta, membuatnya meminta sang Mama agar menepi sebentar. Ezekiel turun dan berlari sedikit menjauh, jika Bramasta menghubunginya lewat nomor khusus, itu artinya, ada sesuatu hal yang penting.

"Ada apa?"

"Aku punya tugas bagus untukmu cicit kurang ajar,"

"Aku tidak minat, berikan tugas itu nanti saja kalau aku sudah ingin."

"Kau tidak bisa menolak, datang sekarang ke kediamanku tanpa Ibumu tahu!"

Ezekiel mendengus sebal, Bramasta selalu membuatnya jengkel setiap saat. Dia pun kembali mendatangi Mamanya, "Mama. Aku ada latihan di lapangan militer, bisakah antar kan aku ke sana saja?"

Rene tersenyum, "Mama sudah tahu dari Papamu. Mama akan antar kan kamu ke sana,"

"Terima kasih, Mama."

"Apapun untukmu, sayang."

Rene mengusap puncak kepala putranya penuh sayang, dia mengingat bagaimana sulitnya dia berjuang saat itu. Antara mempertahankan nyawanya, melahirkan bayinya, dan membunuh seseorang yang menanti akan kematian dirinya juga bayinya.

"Sayang, buktikan pada Mama jika kamu akan terus baik-baik saja. Mama akan marah padamu jika kau terluka, mengerti?"

"Akan selalu aku jadikan alarm dalam hidupku, Mam. Love you,"

"Love you too, sayangnya Mama."

***

200 komentar untuk selanjutnya!!

Perpindahan Dimensi Sang Penulis Where stories live. Discover now