41 - Memori Yang Hilang (3)

24K 1.9K 211
                                    

Rene mengira, dia tidak akan bisa merasakan betapa sakitnya kontraksi saat akan melahirkan karena dirinya tidak bisa lagi mengandung di dimensi kedua. Tapi siapa yang tahu? Jika dirinya akan merasakan hal itu di saat akan melahirkan Ezekiel. Rene mencengkeram tepi meja wastafel, wanita itu berusaha keras menahan rasa sakit luar biasa pada tubuhnya.

Sehebat ini rasa sakit saat kontraksi ternyata, pantas dirinya begitu mencintai anak yang sudah dia lahirkan dengan mempertaruhkan nyawa. "L-Lucas," dengan keringat yang membanjiri kening, Rene berusaha keras berjalan keluar kamar mandi dan mengambil ponselnya yang ada di atas meja nakas.

Tapi ternyata, kondisinya tidak sebaik yang dirinya kira. Rene terjatuh tepat sebelum tangannya berhasil menggapai ponsel di atas meja.

Ceklek.

"Nyonya!"

Lanie muncul tepat waktu, wanita itu terburu-buru memanggil bantuan dan lekas membawa sang Nyonya ke rumah sakit yang telah di siapkan secara khusus untuk persalinan Nyonya yang sudah di prediksi namun tiba lebih cepat. Rene di bawa dengan brankar melewati lorong rumah sakit, isi kepalanya saat ini hanya bagaimana caranya berjuang yang baik agar anaknya bisa lahir dengan sehat tanpa kurang apa pun.

"Ke sini!"

Rene terpaku menatap ke arahnya, dia mengerjap menatap sebuah nama yang tertera di dada kiri sang Dokter yang menangani dirinya. Dia .... Ternyata Eireen memang terhubung dengan takdirku, Eireen, Ibumu ada di hadapanku. Rene menatap sosok wanita yang benar-benar mewarisi wajahnya untuk anaknya di masa depan, wajah Eireen sangat mirip dengan Ibunya.

Ketika di bawa ke ruang bersalin, Rene menatap Lanie yang begitu setia ada di sisinya. "Nyonya, Anda masih bisa menunggu atau mau melahirkan sekarang saja?"

"Di mana suamiku?"

"Tuan ...."

"Di mana suamiku?!"

"Tuan belum bisa di hubungi,"

Perasaan dirinya saat ini adalah kecewa tapi Rene sebagai pengamat, bukan merasa kecewa melainkan bingung. Jika mengingat betapa Lucas menjaga dirinya dan mencintai dirinya, sangat mustahil Lucas melewati momen mengharukan ini. Momen di mana mereka akan bertemu dengan anak yang mereka nanti-nanti untuk pertama kalinya.

Rene ingin mengatakan, terus hubungi suamiku. Tapi yang terucap berbeda, "Biarkan. Aku ingin sekarang,"

Dokter mengangguk dan memberi aba-aba untuk Rene, dan proses kali ini semakin membuat Rene percaya, betapa dia ingin melindungi Ezekiel dengan seluruh nyawanya jika perlu. Melahirkannya saja sudah mempertaruhkan nyawa maka Rene akan sangat siap memberikan nyawanya untuk melindungi anak tunggalnya yang di masa depan, entah sedang apa.

Nak, Mama kembali merasakan posisi saat melahirkanmu ke dunia. Dan yang mengejutkan, dirinya dalam memori juga membatin. Lucas, ini hari kelahiran putra kita dan hari anniversary pernikahan kita tapi kenapa kau tidak ada di sisiku? Anniversary pernikahan? Rene terkejut, jujur, dirinya baru tahu jika ulang tahun Ezekiel sama dengan hari jadi pernikahannya.

Hingga tiba-tiba,

"Nyonya."

Rene mendongak dengan napas yang terengah, dia menatap seorang Dokter yang menangani dirinya tapi kini dalam posisi kepala di todongkan sebuah pistol oleh seorang perawat dan Lanie yang tadi di sisinya, kini telah kehilangan kesadarannya. "Kalian?!"

"Kau tidak boleh melahirkan penerus untuk Elguerro,"

Perawat itu tersenyum miring dengan menarik perlahan pelatuk untuk menembak tapi dirinya dalam memori, dengan cepat mengambil gelas di atas meja dan melemparnya hingga mengenai kepala perawat yang kini menjatuhkan pistolnya. Dengan kepala mengeluarkan darah, perawat yang di buat marah oleh Rene langsung berdiri, dia mendorong Rene hingga jatuh terjerembab dari atas brankar.

Rene berteriak dengan melindungi perutnya dari benturan, "Harusnya, aku hanya membunuh anakmu tapi karena kau juga membuatku marah. Maka jangan salahkan aku jika aku juga akan membunuhmu!" Perawat yang tidak Rene kenali itu bersiap mendekat, dia berniat menginjak perut Rene sebelum Rene menahan kakinya dan mendorongnya dengan sekuat tenaga di tengah rasa sakitnya.

Dengan peluh membasahi kening dan bayinya yang seakan meminta untuk segera dirinya lahirkan, Rene mengulurkan tangan. Dirinya mengambil pistol yang tadi perawat itu bawa, mengarahkan ujung pistol tepat ke kepala perawat itu. "Lebih baik kau yang mati di tanganku!"

Dor!

Dor!

"Akh!"

Pistol di genggaman tangan Rene terjatuh, wanita itu menyentuh perutnya yang semakin sakit. "Sayang, sayangnya Mama, bertahan sebentar ya, Nak!" Dengan posisi yang semakin sulit dan tidak bisa di prediksi, Rene mengejan, dia berusaha keras untuk melahirkan bayinya ke dunia dalam kondisi baik-baik saja meski tidak memiliki bantuan dari medis.

Rene sebagai pengamat, ikut menangis melihat betapa sulitnya saat dirinya ingin melahirkan dan menunjukkan keindahan dunia pada Ezekiel. Tapi yang terjadi, Ezekiel dirinya lahirkan di antara mayat dan darah yang bersimbah. Rene berusaha meraih bayinya tapi tidak bisa, hingga ....

Brak!

"Sayang!"

Setelah itu, Rene tak ingat apa pun lagi.

***

"Tuan!"

"Kau baik-baik saja?"

Lucas menekan luka tembak di bagian perutnya, dia menatap asisten Ben yang juga mendapat luka tembak di lengannya. "Anda yang harusnya saya tanyakan, Tuan."

Dengan lantai yang penuh akan darah, Lucas semakin menekan perutnya yang dia kira memang sakit karena terkena tembakan meski kali ini terasa lebih. "Ben, kita harus pergi sekarang. Perasaanku mendadak tidak enak,"

"Baik, Tuan."

Dengan tubuh keduanya yang sama-sama penuh darah, mereka berdua pergi meninggalkan sebuah bangunan kosong yang semula di jadikan tempat pertumpahan darah. Ben mengikat luka tembak di lengannya dengan sepotong kain, dia juga memberikan kain yang lebih tebal untuk Lucas menahan pendarahan pada perutnya.

"Ben, di mana ponselmu?"

Ponsel dirinya hancur ketika berkelahi tadi, asisten Ben pun memberikan ponselnya pada sang Tuan yang langsung di sambut dengan ratusan pesan dari Lanie dan ada satu pesan yang membuat Lucas mengeraskan rahang.

Lanie: Tuan Ben, Nyonya mau melahirkan!

"Ben, kerumah sakit sekarang! Istriku mau melahirkan!"

Asisten Ben ikut terkejut dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit. Setibanya di rumah sakit, tidak peduli jika perutnya terluka begitu parah, Lucas berlari menuju ruang bersalin. Semua pasang mata memandangnya dengan pandangan berbeda-beda, belum lagi asisten Ben yang menyusul berlari dengan tubuh yang sama berlumuran darah.

"Tuan! Anda terluka! Harus di obati lebih dulu!"

Lucas mendorong seorang Dokter yang menghalanginya, dia kembali berlari menuju ruang bersalin, membukanya dengan kasar dan terkejut setengah mati melihat pemandangan naas di depan matanya. "Sayang!"

Wanitanya, istrinya, tengah berusaha keras melahirkan buah hatinya di tengah darah yang membanjiri. Darah dari tubuh yang tertembak, tanpa memikirkan hal lain, Lucas berteriak memanggil Dokter yang langsung berbondong-bondong datang. Mereka semua bergerak cepat memberi pertolongan pertama untuk Rene yang tersenyum ke arah Lucas dengan mata perlahan terpejam.

"Tuhan, tolong istriku. Tolong anakku,"

Lucas menatap kedua tangannya yang bergetar hebat, sakit di perutnya akibat tertembak seakan lenyap melihat istrinya yang pasti lebih kesakitan. "Mama, maafkan aku. Aku gagal menjaga dan menemani istriku melalui persalinannya, maafkan aku. Aku suami dan Ayah yang tidak becus untuk kedua orang terbaik dalam hidupku,"

***

200 komentar untuk selanjutnya!!

Perpindahan Dimensi Sang Penulis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang