16 - Hilangnya Rene

67.5K 4.5K 372
                                    

"Bagaimana Lanie?"

"Tidak ada kabar," Lanie menggigit jarinya, dia ketakutan juga khawatir saat sang Nyonya tidak kunjung kembali padahal sudah tengah malam. Bahkan dia nekat mendatangi mall yang ternyata, Nyonya sudah pulang dari sore hari juga tidak ada riwayat transaksi pembelian tas seperti yang Nyonya katakan sebelum pergi seorang diri.

Nomor asisten Ben dan Lucas, tidak ada satu pun yang aktif. Lanie benar-benar cemas, takut sesuatu terjadi pada Nyonya. "Terus hubungi, Tuan. Saya akan bergerak dengan yang lainnya untuk terus mencari," Lanie mengangguk dan tiada henti menghubungi Lucas sedangkan kepala pelayan, membantu dengan menghubungi asisten Ben.

Sementara itu, di posisi Rene. Apakah Rene akan pasrah? Persepsi dari mana itu? Buktinya dengan mudah, Rene menggenggam pisau di lehernya. Dia tidak peduli, jika telapak tangannya meneteskan darah semakin banyak. Dengan tangan menggenggam pisau, Rene menyikut perut si pria. Berbalik badan, menendang dan menduduki perutnya. Tidak lupa mengangkat tinggi pisau yang akan dia tusukkan ke dada si pria.

Belum sempat pisau menembus dada pria asing, tangannya sudah lebih dulu di tahan dan posisi kembali terbalik dengan Rene yang berada di bawah kendali pria itu. "Kau wanita yang cukup cerdik karena berani melawanku,"

Bukannya takut, Rene malah terkekeh pelan. "Aku hanya takut pada Tuhanku, pria pengecut sepertimu memang pantas di habisi oleh seorang wanita. Biar dunia tahu, seseorang yang berlindung di balik penis dan tubuh kekar, nyatanya, hanya seorang pengecut yang gemulai. Berani hanya untuk melumpuhkan wanita yang sedang lengah, apa cocoknya untukku memanggilmu? Banci?"

Mempermainkan emosi lawan adalah keahlian Rene, dia terbiasa membuat cerita dengan dialog yang sarkasme dan menusuk hati, jadi mempraktikkan pada dunia nyata, ternyata tidak sesulit itu. "Kau berani berkata seperti itu padaku?!"

"Sejak kapan aku bilang takut padamu?" Ketika lawan di kuasai amarah, Rene mengambil tindakan dengan merebut pisau dan memiting leher si pria. Dia juga kembali mengubah posisi dengan sengaja, menginjak dada pria itu. "Kau cukup bodoh karena terus menginginkan kematianku,"

Rene tidak tahu, keberanian dalam dirinya datang dari mana, tapi yang pasti, tidak ada rasa takut sedikit pun dalam dirinya meski tangan bercucuran darah. Dia ingin segera menuntaskan, dia pun menusuk dada si pria bersamaan dengan kakinya yang menginjak kuat. Darah muncrat membasahi gaun indahnya, Rene tersenyum lalu menunduk dan menyeret si pria dengan menarik tangannya.

Tubuh pria itu beberapa kali mengalami kejang sebelum akhirnya mati di tempat, apa Rene peduli dengan darah yang ikut terseret? Menodai tempatnya berpijak, jelas saja dirinya tidak peduli. Dia lupa jika akan pergi dengan sopir Giorgio, dia pun meraba saku si pria dan menemukan sebuah kunci. Menekan alarm dan mendekati mobil yang menyala.

Dia membawa si pria masuk ke dalam mobil lalu di susul dirinya di kursi pengemudi, dengan tatapan datar, Rene mengendarai mobil menjauh dari tempat acara. Dia berhenti di pinggir sebuah tebing yang sangat kebetulan, gedung di adakan di sebuah lokasi yang perjalanannya curam. Maka dari itu, banyak tamu yang lebih memilih untuk menggunakan helikopter.

Rene keluar dari mobil, dia mengambil sebuah batu lalu melemparnya hingga jatuh ke atas pedal gas. Kalian tahu, apa yang terjadi ketika pedal gas ditekan ke bawah. Mobil pun meluncur dari atas tebing ke bawah, meledak ketika menghantam sesuatu. Rene tersenyum, dia berjalan seorang diri untuk kembali ke tempat acara.

Dari jam di pergelangan tangannya yang ternoda darah, sekarang sudah pukul 3 pagi. Mungkin suaminya sedang bersenang-senang di acara private dan Rene tidak akan membiarkan hal itu terjadi dengan tenang sedangkan dirinya terluka. Rene bukan tipe pendendam, tapi dia suka membalas sesuatu dengan caranya yang di luar dugaan.

Perpindahan Dimensi Sang Penulis Kde žijí příběhy. Začni objevovat