38 - Hilangnya Duton

30.6K 2K 99
                                    

"Mama, selamat sore. Eireen datang, tapi hari ini, Eireen lupa bawa bunga, tidak apa-apa ya, Ma?"

Eireen mengusap lembut sebuah batu yang menuliskan nama Mamanya, gadis kecil seusia Ezekiel itu tidak menangis. "Mama, tadi aku melihat sebuah kejadian manis antara Ibu dan anak laki-lakinya. Anak laki-lakinya sangat mencintai Ibunya dan begitu mengagungkan Ibunya, jika Mama masih ada di dunia ini, aku juga akan melakukan hal yang serupa."

"Mama, andaikan ada kesempatan kedua untukku terlahir kembali. Aku akan menolong Mama,"

Dari arah belakang, Rene dengan buket bunganya tersenyum menatap punggung seorang gadis beranjak remaja yang dia tahu, jika gadis seusia Ezekiel itu memang teman dari anak tampannya. "Halo, sayang."

Eireen mendongak, "Halo Tante."

"Ini makam?"

"Mamaku,"

Rene menatap sekilas nama yang tertulis di batu, dia pun kembali tersenyum tipis. "Mamamu pasti bangga memiliki anak seperti dirimu,"

"Mama memang harus bangga memilikiku! Oh ya, Tante mau ke mana?"

"Ke makam seseorang yang pernah memiliki peran penting dalam hidup Tante,"

"Siapa itu?"

"Sini ikut,"

Rene dan Eireen bergandengan tangan, Rene membawa Eireen ke makam mendiang Giorgio. "Ini makamnya, Tante?"

"Benar, kamu mengenalnya?"

"Papa,"

Deg.

"Papa?"

Eireen mengangguk, dia berjongkok di samping makam Giorgio. Tangannya yang mungil terulur menyentuh, "Mama pernah bilang. Mama pernah melalui sebuah malam yang sangat mengesankan hingga aku bisa hadir, Mama bilang, Mama tidak pernah menyalahkan takdir atau pun Papa. Mama juga bilang, bukan Papa tak ingin bertanggung jawab pada Mama tapi Mama yang menolak sebuah pertanggung jawaban."

Fakta baru yang Rene dapatkan sangat mengejutkan, ternyata, setiap manusia yang dia temui di dimensi kedua ini, saling memiliki hubungan satu sama lain. Contohnya Eireen yang Rene kira, hanya sebatas teman sekelas Ezekiel tapi ternyata, sepupu Ezekiel. Keponakan kandung dari suaminya, Lucas. Jika Giorgio dan Ibu dari Eireen sudah meninggal, maka gadis itu tinggal dengan siapa?

"Kamu tinggal sama siapa, sayang?"

"Sama seseorang yang sangat Papa percaya,"

"Papa percaya? Sejak kapan kau tinggal dengannya?"

"Sehari setelah Papa meninggal, Mama menyusul. Aku tinggal bersama Tante Laudya,"

Laudya? Rene menatap wajah cantik Eireen yang memang tidak memiliki kemiripan wajah dengan Giorgio tapi pastinya, dia mirip dengan wanita yang pernah melalui satu malam dengan Giorgio. "Baik, mau Tante antar pulang?"

"Tidak perlu Tante, aku bisa pulang sendiri. Aku duluan ya, bye Tante!"

"Bye cantik,"

Setelah kepergian Eireen, sebuah asap putih muncul. "Giorgio sangat terluka karena melepasmu untuk Kakak kandungnya sendiri, tapi dia tidak memiliki pilihan lain. Dia terpaksa meninggalkanmu agar jika dia pergi, dia tidak akan melukaimu terlalu dalam. Untuk wanita yang pernah mengandung darah dagingnya, itu benar terjadi. Giorgio terlalu kacau setelah melihat kau menikah dengan Kakak kandungnya sendiri ...."

".... Di mulut dia mengatakan rela, tapi tetap saja di hatinya ada rasa sakit yang tidak bisa di jelaskan. Dia hanya ingin minum sedikit tapi berakhir mabuk dan tidak sengaja melewati malam panas dengan seorang wanita yang baru putus cinta. Wanita itu, Ibu dari Eireen, menolak pertanggung jawaban yang ingin Giorgio berikan karena dia trauma akan sebuah hubungan percintaan ...."

".... Giorgio tidak pernah lupa pada perannya sebagai Ayah, makanya kau lihat? Tidak ada sorot kebencian atau marah dari mata Eireen meski kedua orang tuanya tidak pernah menikah. Giorgio melakukan kesalahan tapi dia berani bertanggung jawab,"

Rene setia mendengarkan semuanya dalam diam, wanita itu lagi-lagi kagum dengan apa yang sudah Giorgio lakukan. Selama ini, Rene tidak tahu kesulitan apa saja yang sudah Giorgio lalui seorang diri sebelum mengembuskan napas terakhirnya karena sakit. Mengembuskan napas terakhir? Rene tiba-tiba menatap ke arah Duton yang hanya bisa dirinya lihat dalam bentuk kepulan asap.

"Duton, apa Gio berpindah dimensi ke dimensi satu? Dia meninggal di dimensi kedua!"

Dengan tampang menyebalkan yang untungnya tidak Rene lihat, Duton mengangkat bahunya. "Aku tidak tahu,"

"Duton!"

"Apa sih? Aku memang tidak tahu, dasar manusia pemaksa!"

Rene menghela napasnya kasar, bicara dengan Duton memang selalu menguji kesabaran. "Jika iya, bukankah selalu ada cara untuk suatu permasalahan? Aku hanya kasihan melihat Eireen, dia masih kecil tapi sudah harus menjalani hari yang berat tanpa sosok orang tua."

"Irene, akan ada cara seperti apa yang kau katakan tapi memiliki konsekuensi yang berat terutama untukmu yang menginginkan."

Lagi-lagi masalah konsekuensi, Rene pun melangkah dengan diikuti asap putih di belakangnya tanpa tahu jika dari arah berbeda, ada seseorang yang melihatnya. Melihatnya yang berbicara sendiri, "Apa ini waktu yang tepat?" Sudut bibirnya terangkat, dia meniup ujung kukunya yang di hias dengan begitu cantik dan indah.

Dia mengeluarkan ponselnya, "Lakukan dalam waktu dekat."

"Baik Nyonya Walter,"

Tut.

Sudut bibirnya sudah terangkat dengan sinis, "Kau sudah terlalu lama aku biarkan setelah membunuh Kakak dan Adikku, Irene."

Ingat korban yang tewas di tangan Rene? Jackson Walter dan Gideon Walter yang tewas di tangan Lucas, dan dirinya adalah bagian dari Walter yang mungkin kalian lupa siapakah dirinya tapi yang pasti, nama belakangnya pernah di sebut.

***

Perpindahan dimensi selalu memiliki kaitan yang terhubung, dirinya dan semua yang berdekatan dengan dirinya adalah terhubung. Mereka telah di takdirkan untuk saling berhubungan, Rene menatap wajahnya di pantulan cermin. Ini memang wajahnya, wajah yang sama dengan di dimensi pertama. Rene mengingat tentang sosok Ed Lukes di dimensi pertama, "Apa Eireen bisa bertemu keluarganya di dimensi pertama?"

"Tiap melompati dimensi, pasti akan selalu ada pintu penghubung atau gerbang penghubung." Rene tiba-tiba mendapati ide cemerlang, dia pun mengunci ruang kerjanya agar tidak ada yang masuk, lalu setelah itu, Rene memanggil Duton tapi sampai panggilan ke sekian. Tidak ada tanda-tanda munculnya asap putih di sekitarnya.

Rene memejamkan matanya, Duton. Duton kau di mana? Rene sudah mencoba bicara dari dalam hatinya tapi tetap saja, tidak ada tanda-tanda kemunculan Duton. "Ini aneh, kenapa Duton bisa tiba-tiba menghilang? Bukankah Duton pernah bilang, jika dia akan selalu ada di sekelilingku? Tapi kenapa dia tidak ada saat aku memanggilnya,"

Rene tengah kebingungan karena baru kali ini Duton tidak datang saat dirinya panggil, tapi petir yang menyambar di luar sana tanpa adanya langit mendung atau tanda-tanda hujan, mengejutkan Rene. Wanita itu berdiri dari duduknya, dia pergi menyingkap gorden jendela besar di ruangannya, dia melihat langit yang cerah tapi petir terus saling menyambar satu sama lain seakan sangat marah pada bumi.

"Apa yang terjadi?"

Rene menutup telinganya dengan mata terpejam, saat kilat terang seakan ingin menyambar dirinya yang berdiri di depan jendela besar ruangannya.

***

Hayo loh, emang enak di gantung. CEPAT SPAM KOMENT!!! Buayyyy

Perpindahan Dimensi Sang Penulis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang