46. Kembali

16.1K 3.3K 132
                                    

Kepala Anstia masih terasa pening, matanya menatap sekitar yang begitu asing. Merubah posisinya menjadi duduk, mata Anstia jatuh pada lambang ditangannya.

"Kepalamu masih sakit?" Anstia menoleh, dia menatap Rusta yang berjalan mendekat. "Aku bertanya padamu, bukan pada tembok."

Anstia menatap Rusta kesal. "Kau menyebalkan sekali."

Rusta melipat kedua tangannya di depan dada, siluman rubah itu mendekat pada Anstia yang berada di ranjang. "Aku kaget kau bisa menahan kekuatan itu."

"Hah? Aduh, kepalaku." Anstia menegangi kepalanya yang masih terasa pusing.

Tes!

Anstia menatap selimut, beberapa tetes darah jatuh diatas selimut itu. Anstia cepat-cepat mengangkat kepalanya, berusaha menatap ke atas guna menghentikan darah yang mengalir. Tangannya mengusap hidungnya yang mengeluarkan darah.

"Ini." Rusta memberikan sebuah sapu tangan pada Anstia, gadis itu menerimanya dan menggunakan untuk menahan laju darah yang keluar.

"Apa ini salah satu efeknya?" Anstia melirik Rusta masih dengan posisi yang sama.

Rusta mengangguk. "Ya begitulah. Dan kau beruntung kau bisa menahan kekuatan itu kalau tidak kau pasti sudah mati."

Anstia berdecak. "Kalian membuatku menjadi seperti tumbal untuk keinginan kalian sendiri."

"Tapi kau selamat, jadi jangan mengeluh." Anstia hanya diam. Rusta sangat menguji kesabaran.

Rusta melirik pergelangan tangan Anstia yang memiliki tanda, sebenarnya ada sedikit perbedaan saat membuat perjanjian dengan siluman. Ikatan itu lebih kuat. Bahkan terkadang si manusia yang menjadi wadah perjanjian bisa merasakan rasa sakit dari siluman yang membuat kontrak, begitu juga sebaliknya.

Anstia menurunkan kepalanya setelah yakin jika tidak ada darah yang mengalir lagi. Anstia mengelap tangannya yang terdapat jejak darah dengan sapu tangan. "Aku tidak akan meminta maaf untuk noda ini." Anstia menunjuk beberapa jejak darah di selimut.

"Ini bukan kamarku, jadi aku tidak peduli." Rusta mengangkat bahu. "Lagipula kau bisa sihir, kan? Kenapa tidak pakai itu."

"Badanku lemas." Anstia bersandar pada sandaran tempat tidur. "Bahkan untuk mengeluarkan sihir aku tidak sanggup. Apa memang begini setelah membuat kontrak?"

"Tidak juga." Rusta menatap ke arah lain. "Karena biasanya mereka semua tinggal nama."

Gerkan datang dengan tatapan langsung tertuju pada selimut dan sapu tangan penuh darah yang ada di tangan Anstia. "Apa kau mau kembali ke dunia manusia?"

"Ah, maaf soal ini." Anstia menunjuk selimut. "Ya, aku mau kembali. Tapi aku bahkan tidak bisa menggunakan sihir, dan badanku lemas."

"Kau bisa tidur disini." Rusta memberikan tatapan super kaget sedangkan Anstia langsung menolak.

"Tidak bisa. Aku seorang Putri, kalau aku tidak ada di kamarku saat makan malam bisa-bisa satu kerajaan gempar." Anstia menghela nafas. "Ngomong-ngomong kontrak ini sudah sempurna atau belum?"

"Sudah." Gerkan mejawab, naga itu berjalan mendekat pada Anstia. "Kami akan membawamu kembali, karena kami telah memiliki akses untuk ke dunia manusia, itu bukan perkara sulit."

"Kalian sekuat itu?" Anstia menatap Gerkan dan Rusta. "Oke,"

Anstia berdiri, untuk beberapa saat diam karena rasa pusing yang datang. "Ini kenapa aku benci mimisan."

Rusta berjongkok di depan Anstia, membuat gadis itu kebingungan. "Cepat."

Anstia terkekeh, namun tetap naik ke panggung Rusta. "Aku boleh pegang ini?"

TAWS (1) - AnstiaWhere stories live. Discover now