13. Benda Berkilau

33.9K 4.9K 132
                                    

Seketika Anstia merasa menjadi miliarder, bayangkan saja dia mendapat tujuh benda berkilau. Entah itu kalung, gelang atau tiara yang Jalvier pakaikan dikepalanya. Bahkan, Jalvier meminta maaf karena hanya membawa sedikit hadiah untuk Anstia.

Padahal hadiah ini sudah banyak, apalagi sudah tiga bulan Anstia tidak mendapatkan asupan benda berkilau.

Pada saat yang bersamaan Pangeran Mahkota datang dan memberikan beberapa hadiah, pakaian dan tentunya benda berkilau. Tapi Anstia paling suka bola bening yang mirip dengan milik Yasa, namun ukurannya agak sedikit lebih besar. Sebenarnya itu adalah pajangan, lampu tidur dengan bentuk bagai bola.

Tapi Anstia suka. Baru Anstia sadari saat dia sampai dikamar, kalau para Pangeran sudah kembali, berarti sang Raja juga, 'kan? Tapi, belum tentu juga. Bisa saja kedua Pangeran itu pulang duluan sedangkan sang Raja akan menyusul, karena dia tidak melihat kehadiran Pangeran ketiga yang juga ikut dalam perjalanan kemarin.

Anstia menyimpan semua benda berkilaunya disebuah box yang ia letakan dibawah tempat tidur. Anstia yakin, sang Raja tau tentang penyimpanan benda berkilau Anstia, tapi membiarkan.

Waktu tidur siang, biasanya Anstia akan menghindar dan menyuruh Yasa  untuk membuka portal menuju danau berkilau. Tapi, dia merasa mengantuk kali ini. Tenangnya sudah habis untuk bahagia dan bercerita serta mendengarkan cerita para Pangeran.

Anstia tidur, sangat nyenyak. Bahkan tidak menyadari kedatangan sang Raja yang baru selesai rapat dengan para perdana menteri dan tetua.

Tumpukan baju dan sebuah hiasan di atas narkas menandakan jika Anstia baru saja kembali dari menemui para Kakak-kakaknya.

Raja Astevia naik keatas tempat tidur. Gadis kecil ini tampaknya belum tau jika dia sudah berada di istana.

"Anastia." Anstia yang tadinya tertidur nyenyak terbangun, padahal dia sudah sempat bermimpi tadi. Tapi suara yang dia kenal itu membuatnya bangun, apalagi panggilan khusus yang tidak orang lain gunakan terdengar.

"Ayah?" Anstia yang masih belum terkumpul nyawanya penuh menetap dengan mata masih ingin tertutup, menatap dengan bingung laki-laki berambut silver di hadapannya.

"Hm." Astevia mengusap rambut Anstia.

"Ayah?" Anstia mengusap matanya, kali ini menatap dengan jelas siapa yang ada dihadapannya. "Ayah!" Anstia bangun dan langsung memeluk Raja Astevia erat yang dibalas oleh sang Raja dengan usapan dikepala gadis kecil itu.

"Ayah." Anstia senang, ya ampun dia sudah menunggu sang Raja pulang sangat lama, tentunya dia senang. "Ayah kapan kembali?" Anstia bertanya tanpa merubah posisinya.

"Tadi malam."

Anstia melepaskan pelukannya. "Tadi malam? Berarti Ayah yang pindahkan buku-buku yang aku baca?"

Raja Astevia mengangguk.

"Kenapa Ayah tidak bangunkan aku dan menghilang satu hari ini." Anstia hampir menangis mengatakan itu semua. Namanya juga anak kecil.

Raja Astevia mengusap rambut Anstia. "Saatnya tidur siang." Raja Astevia menjatuhkan tubuhnya keatas tempat tidur, masih dengan posisi Anstia memeluk. "Tidurlah." Raja mengusap rambut Anstia, gadis kecil yang memang masih mengantuk itu perlahan tertidur diatas dada sang Ayah yang terus mengusap rambutnya.

Mungkin hal itu harus dilakukan secepatnya.

***

Tak hanya Kakak-kakaknya, tapi sang Raja ternyata membawa benda berkilau lebih banyak lagi. Berbagai pakaian juga ada, bahkan ada yang untuk Anstia hingga besar nanti.

Iya, kalau dia masih hidup.

Ruang makan tampak terlihat penuh, kembalinya para Pangeran dan sang Raja memang memberikan dampak yang sangat besar. Para koki bahkan memasak makanan yang sangat banyak dan beragam.

Makan malam selesai dan para Pangeran langsung kembali ke kamar mereka masing-masing. Sedangkan Anstia mencari Yasa yang mendadak hilang, padahal biasanya penyihir itu selalu ada di sekitarnya.

"Anastia." Anstia menoleh, menatap Raja yang berada di gazebo, tampak sedang bersantai. Anstia mendekat, pengawal setia sang Raja membantunya naik keatas gazebo yang memang agak tinggi untuk anak sesusianya. Anstia duduk disamping sang Raja. "Kau memiliki kamar sendiri mulai sekarang."

"Benarkah?" Wow, ini sesuatu yang baik. Dengan memiliki kamar sendiri tentunya Anstia dapat melakukan apa yang dia mau. Salah satunya memikirkan strategi untuk membuat Raja tidak membunuhnya.

"Barang-barangmu sudah ada dikamar." Raja Astevia menatap taman dengan tatapan tenang.

"Terimakasih Ayah!" Anstia memeluk Raja Astevia yang hanya membalas dengan usapan singkat dirambut sang  Putri bungsu.

"Besok, bangun lebih pagi." Anstia menatap Raja Astevia bingung. "Kau akan berlatih menggunakan pedang mulai besok." Tatapan itu berubah dingin.

Anstia terpaku. Pedang? Bukannya seorang Putri malah tidak boleh menggunakan benda itu?

".. Buktikan, jika kau memang pantas." Anstia menatap mata sang Raja. "Mereka bahkan membunuh ratusan orang untuk mendapatkan nama itu. Meski kau perempuan, tidak ada toleransi."

Nama? Ah, Anstia ingat ucapan Pangeran Ketiga, nama. Apa maksudnya Marga keluarga Kerajaan?

"Jika kau tidak pantas," Sang Raja bangkit, menatap Anstia dingin. "Maka, pergi... Atau mati."

Deg!

Jantung Anstia berdetak tidak karuan,  bahkan sampai sang Raja tidak lagi terlihat oleh matanya.

Ternyata, tidak semudah itu meluluhkan hati sang Raja.

Taman kecil itu diliputi hening, mendadak Anstia semakin merasa senang tidak tidur dikamar sang Raja lagi. Karena jika--mungkin--Anstia gagal dia akan langsung dibunuh sang Raja.

Mengerikan.

"Menjadi gadis manis tidak berdosa tidak akan membuat Raja semudah itu luluh." Anstia menoleh, menatap Pangeran kedua yang meyilangkan kedua tangannya didepan dada dengan tatapan sinis. "Kau tau seberapa banyak orang yang mati ditangan Raja? Ratusan, bahkan ribuan. Kau tidak seberapa, jika Raja mau mungkin kau sudah mati sejak awal. Tapi, sepertinya Raja ingin bermain-main." Pangeran kedua menyeringai.

"Dia membantai seluruh keluarganya, kau tau?" Phil menatap  Anstia yang menatapnya dengan pandangan tidak terbaca. "Istri dan semua Putri yang ada di Kerajaan ini, anaknya sendiri. Kau harus berterimakasih karena Raja masih mengizinkan kau hidup hingga sekarang. Mungkin Raja mulai bosan, karena itu kau mulai diuji."

Anstia diam, tidak berniat membalas.  Lagipula dia tau semua itu, dia penulis cerita ini. Dia yang membuat cerita ini, walau sebagian cerita telah ia lupakan. Tapi dia tau jika sang Raja memang membantai habis semua istri dan para Putri. Jika tidak salah sang Raja memang hanya memiliki lima Putra, dan dua belas Putri, termasuk Anstia.

Anstia lupa apa yang membuat sang Raja tidak membunuhnya saat itu.

"Jangan terlalu berharap, orang disini bukanlah orang yang suci. Yang tangannya bersih dari darah orang lain," Phil menghela nafas pelan, matanya melirik beberapa lampu taman yang menyala. "Bahkan Putra Mahkota membunuh Kakaknya sendiri demi posisinya sekarang."

Anstia menatap kaget, membuat Phil tersenyum. "Tidak perlu kaget. Pangeran kelima saja membunuh sahabat baiknya agar dia diakui."

Jantung Anstia bagai ingin lompat. Kenapa dia membuat cerita serumit dan sesadis ini?

"Lalu," Anstia menatap Phil. "Aku hampir membunuh adikku jika saja, sang Raja tidak menahan. Padahal adikku seorang pembunuh."

Tatapan benci itu membuat Anstia bagai menggigil, gemetar.

"Aku tidak akan melewatkannya kali ini, dia harus benar-benar pergi dari dunia ini. Dia yang membuat semua berubah, dan dia harus mati."

. . .

Update oiii...

TAWS (1) - AnstiaWhere stories live. Discover now