65. Tanda Balik

10.7K 1.7K 88
                                    

Kalau dihitung, ini sudah sekitar seminggu. Dan ini sudah lewat dari perjanjian Anstia dan dua penjaganya.

Anstia sebagai pemilik kedua roh sihir itu, dia memiliki sebuah kuasa yang akan dipatuhi dan tidak bisa dilanggar oleh roh yang terikat. Katakan saja karena Anstia adalah Tuan dari Rusta dan Gerkan maka saat Anstia menggunakan kuasa perintahnya kedua roh itu tidak bisa menolak.

Perintahnya adalah lupakan Anstia selama seminggu, jadi dia sengaja membuat agar kedua roh itu tidak ingat padanya selama seminggu, dan perintah selama seminggu sebagai gantinya adalah menolong pasukan Ambertia. Anstia juga memerintahkan mereka untuk tidak berbicara sama sekali.

Padahal, walaupun ada Anti Sihir Anstia dan dua rohnya itu bisa berkomunikasi karena pada dasarnya  jiwa mereka telah terikat.

"Efek itu sudah hilang hari ini, kan?" Anstia telah kembali ke dalam selnya, begitu juga dengan Hil yang luka-lukanya sudah mulai sembuh. Orang-orang itu tidak hanya melukai kaki, tapi kali ini sampai tangan gadis itu juga. Benar-benar mengerikan.

"Iya." Hil mengangguk.

Kasilva sempat datang dan mengatakan kalau pasukan Ambertia mulai memasuki wilayah mereka, itu kenapa Hil diambil darahnya lebih banyak dari biasanya, itu untuk menghentikan pasukan Ambertia.

Ini bagus, artinya Anstia bisa memiliki kesempatan untuk pergi dan mengubah jalan cerita ini.

Efek dari darah Hil akan habis hari ini, dan Pasukan Ambertia telah memasuki daerah ini. Ini kesempatan yang sangat bagus.

Anstia berbaring di atas ranjang. Dia harus berpikir bagaimana caranya agar bisa keluar dari sini.

"Hei,"

Anstia menoleh, dia merubah posisinya menjadi duduk. "Ada apa?"

Ahimoth selalu kelihatan kacau, tapi tidak pernah sekacau ini. Sepertinya laki-laki itu tertekan karena Pasukan Ambertia yang sudah memasuki daerahnya.

"Ubah cerita itu sekarang." Ahimoth memegang besi jeruji yang menjadi penghalang antara Anstia dan Ahimoth. "Buat aku jadi Raja, tidak, Kaisar!"

Siapa yang akan mau dipimpin oleh orang seperti Ahimoth, bahkan orang-orang ditempat ini jelas sekali tidak menyukai Tuan mereka. Ya, Ahimoth sangat sering berteriak dan bahkan sering melukai orang dengan sesuka hatinya. Beberapa isi dari sel di tempat ini adalah bawahan Ahimoth sendiri. Nantinya orang-orang itu akan di siksa, kalau sudah lelah maka orang-orang itu akan langsung dihabisi.

Benar-benar tidak punya hati.

"Aku bahkan tidak memegang alat tulis ataupun buku itu. Bagaimana cara aku berubahnya?" Anstia menatap Ahimoth yang matanya melotot tajam ke arah Anstia. "Kau hanya ingin menjadikan aku sandera saja, kau tidak akan pernah memberikan buku itu padaku. Kenapa? Kau tau aku tidak akn mengubahnya seperti yang kau mau."

Ahimoth menarik ujung bibirnya, dia lalu tertawa kuat sampai menggema di seluruh ruangan.

"Kau memang pintar," Ahimoth bertepuk tangan beberapa kali. "Aku memang tidak akan menyerahkan buku itu padamu, tidak akan pernah. Kau tidak akan membuat akhir yang aku mau."

"Tentu saja. Kenapa aku harus membuat akhir yang berat sebelah?" Anstia melipat kedua tangannya di depan dada. "Jadi? Apa sekarang kau mulai ketakutan? Kaisar yang sedang bergerak kemari adalah orang yang sama, dia sudah menghabisi seluruh keluarganya dan hanya meninggalkan para manusia terbuang, tapi mereka semua berharga dimatanya."

"Aku akan membunuhmu." Ahimoth meremas kuat besi jeruji dengan mata menatap Anstia penuh tatapan ingin melakukan apa yang ia katakan.

Anstia terkekeh. "Kau tau peraturannya, di tangan Kaisar. Aku tidak akan mati ditanganmu itu."

Ahimoth mengangguk beberapa kali. "Kau sekarang sangat pintar menjawab ucapanku."

Anstia mengangkat bahu. "Seorang Putri harus pandai berbicara."

"Akan aku bawakan kepala Ayahmu nanti sebagai hadiah karena kau membalas semua ucapanku dengan sangat ramah dan santun."

Anstia tersenyum. "Ya, lakukan jika kau bisa. Kau bukan apa-apa, kau tidak lebih dari kerikil bagi Ayahku."

Ahimoth mengangguk. "Ya, kita lihat saja." Ahimoth menjauh dari sel Anstia, dia melirik sel milik Hil. Perempuan itu tampak duduk ketakutan. Ahimoth hanya berjalan begitu saja.

"Kau baik-baik saja?" Anstia menatap Hil yang berada di seberang.

Hil mengangguk. "Aku tidak luka."

Anstia mengangguk.

Saat Pasukan Ambertia menyerang tempat ini, Anstia harus menggunakan kesempatan itu untuk merubah jalan cerita.

Jika sihir sudah kembali bisa digunakan, Anstia akan aman. Dia bisa melawan juga jika memang pasukan Ambertia tiba.

Anstia ingin menggunakan sihirnya, tapi sepertinya Ahimoth memiliki orang yang tau tentang pergerakan sihir, kalau Anstia menggunakan sihirnya sedikit saja maka akan langsung ketahuan. Satu-saatnya cara paling aman adalah dengan menunggu Pasukan Ambertia menyerang dengan begitu semua orang akan sibuk melawan dan tidak akan sadar kalaupun Anstia menggunakan sihir.

Masalahnya dia akan kabur kemana? Atau dia tidak perlu kabur, lagipula untuk apa? Saat dia bisa menggunakan sihir maka semua akan baik-baik saja.

Itu Kasilva, tampaknya Ahimoth benar-benar dalam situasi buruk dan melampiaskan pada Kasilva. Sejak kemarin wajah dan tubuh Kasilva banyak meninggalkan lebam. Kasilva bahkan tidak pergi ke medan perang, dan perasaan Ahimoth sedang tidak baik akhir-akhir ini jadi bisa saja.

"Mereka sedang berusaha untuk menghalangi, bahkan sekarang mereka semua sedang bersiap-siap." Kasilva meletakkan nampan berisi makan siang Anstia hari ini. "Mereka mungkin akan tiba malam hari."

"Kenapa kau seakan menolongku?" Anstia menatap Kasilva yang meletakkan nampan di sel Hil.

Kasilva menghela nafas. "Aku hanya bahan percobaan, apa yang bisa aku dapatkan?" Kasilva mengangkat bahu. "Anggap saja ini rasa terimakasih karena kau rela membagi keluargamu padaku, walaupun itu hanya pengaruh sihir."

"Bantu aku lagi." Kasilva menatap Anstia, lebam di pipi Kasilva menjelaskan kalau Kasilva benar-benar tersiksa di tempat ini. "Aku mau merubah jalan cerita ini, bantu aku. Aku janji kau akan dapat apa yang kau mau."

Kasilva diam, dia menatap Anstia cukup lama. "Aku hanya ingin hidup tenang, tidak perlu diperbudak. Aku mungkin hanya hasil percobaan baginya, tapi aku juga manusia. Aku mungkin berasal dari sihir hitam, tapi aku tidak begitu." Kasilva menundukkan kepalanya, tangannya mengepal kuat. "Akan aku pastikan kau akan mengubah cerita itu."

Anstia mengangguk. "Hidup dipedesaan dengan seluruh hal yang baru, tidak masalah, kan?"

Kasilva tersenyum. "Itu ide terbaik."

Anstia mengangguk. "Kau bisa dipercaya, kan?"

"Aku datang ke Istana atas perintah, bukan atas keinginanku. Aku tidak butuh banyak harta, cukup aku bisa lakukan apa yang aku mau. Itu sudah lebih dari cukup."

"Akan aku buatkan akhir seperti itu." Anstia mengangguk. "Tapi, bantu aku."

"Apa aku perlu meberikan jariku agar kau percaya kalau aku tidak akan berkhianat?" Kasilva tersenyum. "Akan aku lakukan, tenang saja."

"Baiklah aku percaya padamu." Anstia mengangguk. "Saat mereka menyerang tempat ini, pastikan saja tidak ada yang bisa kemari."

Kasilva mengangguk. "Baik."

Dia harus mengubah ini secepatnya.

. . .

Spoiler: Yasa sebentar lagi bakal muncul, sebagai apa? Silahkan tebak sendiri 😆

TAWS (1) - AnstiaWhere stories live. Discover now