8. Titah Raja

41.2K 5.8K 70
                                    

Yasa segera bangkit dari atas tempat tidur, dia berdiri tegak. Sedangkan Anstia yang melihat tingkah penyihir itu terkekeh pelan.

Mata tajam yang mirip dengan milik Anstia menatap gadis kecil yang tersenyum saat sang Ayah datang mendekat.

"Ayah!" Anstia menyibakan selimut dan melompat turun, hampir terjatuh tetapi cepat menyeimbangkan badan. Dia berlari menuju sang Raja dan memeluk kaki Raja.

Astevia meraih tubuh kecil Anstia, membawanya kedalam gendongan. Anstia memeluk erat leher Sang Raja.

"Ayah.."

Raja Astevia hanya diam, dia duduk di pinggir tempat tidur masih dengan Anstia memeluknya.

"Ayah.. "

Raja Astevia mengangkat tangannya, mengusap pelan surai gadis kecilnya. "Hm." Beberapa pengawal, bahkan pengawal setianya menatap tidak percaya. Karena meski menjawab dengan singkat dan terlihat cuek, tatapan mata sang Raja tidak lagi dingin. Namun melembut, dengan tangan yang masih mengusap rambut sang Putri bungsu.

"Ayah!" Anstia melepaskan pelukannya, menatap sang Raja yang diam. "Aku merindukanmu." Anstia tersenyum, kembali memeluk sang Raja.

Sedangkan semua orang yang berada di tempat itu tercengang mendengar ucapan sang putri. Tatapan itu berubah, benar-benar berubah. Tidak dingin malah semakin melembut.

Dengan gerakan tangan, dia menyuruh semua orang untuk keluar. Menyisakan dirinya dan sang Putri bungsu.

"Anastia."

Anstia melepaskan pelukannya, dia menatap sang Raja yang menatapnya dengan tatapan lembut.

"Apa?" Anastia menatap sang Raja.

Sangat tipis namun untuk pertamakali Anstia lihat, senyuman sang Raja.

"Kau kembali." Sang Raja mengusap bekas luka di pipi sang Putri. "Syukurlah." Sang Raja kali ini membawa si Putri kecil kedalam pelukannya, dengan persaan super lega melihat gadis kecilnya telah kembali.

***

Berita sang Putri yang telah sadar dari tidur panjangnya terdengar hingga ketelinga para Pangeran.

Pangeran kelima yang menjadi orang pertama yang datang dan memeluk sang adik yang terlihat sudah kembali ceria.

Semua Pangeran senang, semua datang berkunjung dan memberikan banyak benda berkilau pada Anstia. Namun, hanya Pangeran kedua yang tidak datang.

Malam harinya, Anstia berada dikamar sang Raja. Ternyata kamar yang sering Anstia datangi hanya kamar formal, aslinya kamar sang Raja berada dilantai tiga istana dengan ukuran yang lebih luas dari kamar sebelumnya. Berwarna cokelat dengan beberapa interior kayu, dan yang membuat Anstia takjub adalah peta kekuasaan Kerajaan Ambertia yang bingkainya adalah emas dan jangan lupakan foto seluruh anggota Kerajaan Ambertia yang bahkan bingkainya diberikan berlian.

Sebenarnya Raja ini seberapa kaya sih?!

"Anastia, kemari." Anstia baru tau tempat ini setelah malam, pengawal setia Raja mengatakan jika Raja yang akan turun tangan langsung dalam menjaganya.

Kasur milik sang Raja di kamar ini bahkan lebih besar lagi serta halus dan empuk. Benar-benar kualitas terbaik. Ada tirai kecil yang menutupi setiap sisi tempat tidur, tetapi pada sisi sebelah tempat Raja tidur dibiarkan terikat.

Sang Raja membantunya naik, Anstia di dudukan di pangkuan Raja. Dengan mata dingin yang tajam dia menatap Anstia yang menatap benda yang baru dia berikan pada gadis itu beberapa waktu lalu. Sebuah berlian dengan tujuh warna yang sangat langka, berlian yang ditemukan di daerah baru yang menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Ambertia.

Raja Astevia mengusap rambut sang Putri, warna emas bercampur silver yang sangat sang Raja hapal. Tidak semua orang memiliki warna rambut seperti ini. Bahkan, dia tidak menyangka warna rambut itu akan turun pada anak bungsunya.

"Kamar Ayah banyak benda berkilau." Mata yang begitu mirip dengan miliknya itu menatapnya.

"Hm." Sang Raja hanya bergumam, membiarkan Putri kecilnya memandangi kamarnya yang memiliki banyak benda berkilau.

"Ayah," Raja Astevia menatap Putrinya. "Mama.. Seperti apa?"

Astevia membeku, sang Raja lupa jika gadis kecil ini penyebab sang istri meninggal. Karena gadis kecil ini sang istri meregang nyawa.

Merasa ucapannya salah Anstia mengutuk mulutnya yang berbicara dengan ringannya. Tapi dia juga tidak tau mengapa dia bisa mengatakan hal itu. Dia hanya sempat melihat pigura seorang wanita dengan senyuman manis yang memiliki rambut sama dengan miliknya tepat disamping foto para anggota Kerajaan.

"Tidurlah." Sang Raja mengusap rambut Anstia, sedikit mengeluarkan sihir yang memuat Anstia menjatuhkan berlian ditangannya dan tertidur dengan bersandar pada dada sang Ayah.

Mata sang Raja semakin dingin, tatapan tajam menusuk. Walau tangannya mengusap rambut sang Putri, tangannya yang sebelah lagi mengepal kuat.

***

Anstia terbangun, dia mengerjab pelan. Dia duduk dan menatap sekeliling. Tampaknya sang Ayah sudah berurusan dengan urusan Kerajaan lagi.

"Ayah." Raja Astevia yang tadinya sedang sibuk mengelap pedang miliknya menoleh.

Dia mungkin berada di tubuh anak kecil tapi jiwanya sudah dewasa. Anstia berjalan mendekat pada sang Raja yang tidak menutupi tubuh bagian atasnya. Matanya juga sibuk memperhatikan pedangnya yang tampak sangat tajam.

Anstia duduk disamping sang Raja, matanya memperhatikan sang Raja yang bangkit dan meletakkan pedang yang tampak berkilau itu kembali ke tempatnya, yaitu menjadi pajangan yang terkadang dapat berguna.

Mata Anstia menatap bekas luka, berupa garis panjang yang ada di punggung sang Raja.

Raja Astevia memiliki luka seperti ini? Apa ada ya di ceritanya? Bahkan jalan cerita dari kisah ini mulai membuat Anstia bingung, karena mulai tidak sesuai dengan apa yang dia tulis.

"Ayah.. " Anstia menatap sang Ayah yang memakai kemeja. Dengan cepat mengancingkan semua kancing dan beralih menggendong Anstia dengan satu tangan. Sedangkan tangan yang lain meraih sebuah berkas yang dikirim dengan menggunakan sihir ke atas narkasnya.

Sejujurnya Anstia menyukai sensasi memeluk sang Raja. Hangat dan menenangkan. Karenanya, Anstia sering minta di gendong oleh sang Raja. Dan tampaknya sang Raja oke-oke saja.

"Sebaiknya kau mandi." Sang Raja lantas menurunkan sang Putri. "Tidak sembarang orang masuk ke sini."

Mata tajam sang Raja menatap Anstia yang membalas tatapannya dengan lugu.

"Putra Mahkota akan menjemputmu." Raja Astevia meletakkan berkas yang sempat ia baca ke atas narkas.

Suara ketukan pintu membuat sang Raja menoleh, sedangkan sang Putri lebih tertarik mengambil berlian warna-warni miliknya yang ternyata jatuh dikarpet.

"Ayo." Anstia digendong oleh sang Putra Mahkota.

"Daah, Ayah." Anstia melambaikan tangannya pada sang Raja yang hanya diam menatap kepergian sang Putri dan Putra Mahkota.

Mengusap wajahnya kasar, Astevia masih ingat pertanyaan gadis kecil itu semalam.

"Dia mirip denganmu.."

. . .

Hoho... Akhirnya update juga..

TAWS (1) - AnstiaWhere stories live. Discover now