49. Perpisahan dan Awal Baru

17.8K 3.1K 205
                                    

Pernihakan Kakak Putri Janesita adalah hari ini, Putri Diania. Anstia sekarang tau kenapa Pangeran Hilberth tergila-gila pada Putri Diania.

Jika aura yang dimiliki Putri Janesita adalah tenang dan kalem, Putri Diania memiliki aura yang kuat tapi lembut. Anstia juga bingung bagaimana menjelaskannya. Intinya terlihat tegas namun lembut disaat bersamaan. Memang selera Kakaknya itu sekali.

"Ada yang melihatmu dari tadi." Anstia menoleh saat Pangeran Brandon berbisik padanya. "Kau bisa langsung katakan ke Ayah jika kau mau, itu bisa jadi alasan agar kau tidak turun ke medan perang."

"Aku bahkan tidak mengerti apa yang Kakak maksud." Anstia menatap Brandon dengan tatapan datar. "Siapa yang melihatku?"

Brandon menggerakkan matanya ke arah yang dimaksudkan, Pangeran bungsu itu langsung terkekeh saat wajah Anstia berubah merah karena bertatapan dengan Pangeran Haindre.

"Kenapa dia menatapku begitu." Anstia berbalik, berusaha agar tidak menoleh ke arah Pangeran Haindre yang tersenyum geli melihat tingkah Anstia.

"Heh, kau masih kecil tapi sudah bisa jatuh cinta." Brandon terkekeh. "Aku harus pergi. Oh, sedikit informasi, Pangeran Berkuda Putihmu berjalan kemari."

Brandon tersenyum sebelum meninggalkan Anstia di meja yang telah disediakan. Melirik kebelakang, benar saja Pangeran Haindre memang berjalan mendekat, tapi bisa saja bukan ke arahnya, kan?

"Salam, Putri Anstia."

Anstia menoleh, memaksakan sedikit senyumnya agar dia tidak terlihat gugup di depan Pangeran Mahkota itu. Ya ampun, kenapa Pangeran Haindre makin terlihat keren dengan pakaian formal ini.

"Hei."

"Ah, maaf." Anstia membuang muka, sadar jika dia terlalu lama menatap Pangeran Haindre yang terkekeh geli dengan tingkah Anstia.

"Aku kira kau tidak akan datang." Pangeran Haindre duduk di samping Anstia.

"Ah, aku kenal dengan Putri Janesita jadi aku juga di ajak. Aku jarang keluar istana, jadi kapan lagi."

Anstia meraih gelas berisi air dan meminumnya hingga habis, dia mengipasi wajahnya yang terasa panas. Ayolah, kenapa dia gugup sekali sih?

Pangeran Haindre tersenyum. "Datanglah ke Kerajaan kami, dengan senang hati kami akan menyambut."

Jangan senyum semanis itu dong, Anstia jadi baper. Ya ampun kenapa di di dunia ini dia mudah melenyot sekali.

"Putri." Anstia menoleh, agak terkejut saat Pangeran Haindre meraih tangannya dan meletakkan sebuah gelang dengan beberapa ukiran rumit yang membuat gelang itu semakin indah. "Mungkin tidak seberapa. Aku tidak sengaja melihat ini di toko, aku rasa akan cocok pada Putri."

Anstia yakin, wajahnya memerah sekarang dia mengangguk. "Terimakasih Pangeran."

Pangeran Haindre tersenyum. "Boleh aku memasangkannya?"

Anstia sekali lagi mengangguk, Pangeran Haindre meraih gelang itu dan memasangkan di pergelangan tangan Anstia.

"Lihat, kapan kau akan seperti itu Kak?" Brandon melirik Kakaknya, si Putra Mahkota yang menatap ke arah lain. "Putri Janesita tampak cantik."

Mata Pangeran Hilberth mengarah pada Putri Janesita yang tampak semakin anggun dengan balutan gaun berwarna merah. Hilberth melirik kedua mempelai yang duduk di kursi dengan wajah tampak bahagia. Ah, mungkin dia memang harus melepaskan cintanya itu, sebenarnya dia juga tidak lagi merasakan getaran yang dulu dia dapatkan dari Putri Diania.

"Pangeran."

Hilberth mengerjab, dia menatap Putri Janesita yang berdiri di hadapannya. "Putri Janesita."

Mata Putri itu tampak berbinar saat Hilberth menyebutkan namanya. "Kenapa anda sendiri di sini Pangeran?"

"Tidak, aku bersama Brandon tadi. Sepertinya dia pergi." Hilberth meminum minumannya dengan mata melirik ke arah lain, dia menemukan Pangeran Brandon yang mengangkat ibu jarinya. Sengaja ternyata.

Putri Janesita mengangguk. "Putri Anstia dan Pangeran Haindre tampak sangat dekat."

Pangeran Hilberth mengangguk. "Mereka hanya berbeda beberapa tahun, jadi tidak sulit untuk dekat."

Putri Janesita tersenyum. "Saya mohon undur diri, Pangeran."

"Tunggu." Tanpa sadar Hilberth menahan tangan Putri Janesita tapi cepat-cepat melepaskan tangannya. "Ah, itu.. Akan ada perang sebentar lagi.. "

Putri Janesita mengangguk, perang dengan penyihir hitam. Dia sudah dengar itu, dan tampaknya Pangeran Hilberth akan turun ke medan perang. "Semoga kita bisa menang melawan mereka." Putri Janesita tersenyum.

Pangeran Hilberth mengangguk, dia menggaruk tengkuknya. Tidak biasanya dia begini, citranya adalah Pangeran dingin berhati beku. Tapi kenapa dia malu-malu seperti ini. Hilberth menghela nafas panjang, dia menatap Putri Janesita. "Tunggu aku."

Putri Janesita mengerutkan kening. Tidak mengerti apa maksud dari Pangeran Hilberth.

"Tunggu aku kembali. Saat aku kembali, ayo kita menikah!"

Ruangan itu seketika hening, seluruh mata tertuju pada Pangeran Hilberth dan Putri Janesita.

Putri Janesita mengerjab, dia menatap Pangeran Hilberth yang wajahnya sedikit memerah. Putri Janesita tersenyum, dia terkekeh pelan.

"Bukannya Pangeran tidak menyukaiku? Bagaimana bisa kita menikah?"

Pangeran Haindre terdiam. Pandangannya hanya tertuju pada Putri Janesita, kata-kata di ujung lidahnya seperti tidak mau keluar. Tapi jika dia tidak mengatakannya sekarang, mungkin dia akan menyesal selamanya. Sejak awal acara ini dia sadar banyak laki-laki yang mendekati Putri Janesita, itu membuatnya sedikit tidak suka. Padahal mereka jelas-jelas tau jika Putri Janesita masih menyukainya.

"Tidak." Putri Janesita menatap Pangeran Hilberth. Wajah Pangeran itu berubah serius.

Pangeran Hilberth meraih tangan Putri Janesita. "Setelah perang berakhir, aku akan kembali. Aku tidak akan melepaskanmu lagi, ini kali terakhir. Aku tidak mau kau dimiliki oleh orang lain, karena hanya aku yang pantas berada disisi Putri. Jadi, tunggu aku. Aku akan kembali."

Putri Janesita tersenyum. Cinta sepuluh tahunnya terbalaskan, meskipun butuh waktu selama ini. Janesita mengangguk. "Aku akan menunggu."

"Boleh, aku memelukmu?" Anggukan kepala Putri Janesita membuat Pangeran Hilberth memeluk Putri itu.

Sebenarnya ini bukan hal spontan, namun bisa dikatakan spontan. Dia sudah meminta pada kedua orang tua Putri Janesita, bahwa dia serius kali ini. Bahkan dia yang datang sendiri kehadapan orang tua Janesita. Setelah perang berakhir dia ingin agar mereka menikah, dia ingin Janesita yang menjadi Ratunya saat dia naik Takhta nanti.

Kakak Putri Janesita yang paling setuju, Putri Diania senang saat tau cinta sang adik terbalaskan yang artinya Pangeran Hilberth telah merelakannya dan membalas perasaan Putri Janesita. Kali ini tulus tanpa embel-embel hal lain.

Anstia yang melihat itu tersenyum, kisah cinta yang indah. Akhirnya setelah penantian begitu lama, kedua manusia itu akhirnya bisa saling tau perasaan sesungguhnya di dalam hati mereka.

Terdiam, Anstia menunduk. Jika nanti dia merubah kisah ini, apa akan tetap sama?

Pada akhirnya dia berakhir ditangan sang Raja, tapi di kisah tersebut Pangeran Hilberth memang menikah dengan Putri Janesita tapi benar-benar penuh rasa terpaksa, tapi kisah ini memang berpindah terlalu jauh, kini kedua manusia itu saling mencintai.

Artinya, jika Anstia mengubah cerita ini menjadi yang seharusnya. Maka tidak akan ada Pangeran Hilberth yang mencintai Putri Janesita.

. . .

Holaaaa, gimana?

Ada yang kangen.

Yang ship Anstia sama Yasa pasti panas melihat ini 😂

Silahkan menunggu dua minggu lagi, itu juga kalau aku update. Soalnya udah mulai sibuk, biasalah penyakit akhir-akhir semester.

Selamat menunggu 👋

TAWS (1) - Anstiaजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें