44. Perjanjian

16.9K 3.6K 243
                                    

Anstia diam, dia hanya berjalan mengikuti Rubah emas yang ternyata bernama Rusta.

Tempat ini tampak sama saja dengan hutan biasa, kecuali roh dan beberapa hewan yang pernah Anstia lihat dibuku yang ia baca.

"Kau seorang Putri, 'kan?"

"Ya, begitulah." Anstia melirik pakaian yang ia kenakan, masih sama seperti saat dia berada di Kota. Mungkin karena itu Rusta bertanya. "Kenapa?"

"Aku hanya bertanya." Rusta berhenti, rubah itu berbalik menatap Anstia yang juga berhenti saat Rusta berhenti. "Aku penasaraan kenapa kau bisa punya hubungan dengan sihir hitam."

Menghela nafas, Anstia melipat kedua tangannya didepan dada. "Kenapa itu membuatmu sangat penasaran?"

Rusta mengangkat bahu. "Aku hanya penasaran." Rubah itu melanjutkan langkahnya. "Kau.. Sudah memiliki roh?"

"Hah? Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan?"

"Perjanjian."

Langkah Anstia berhenti, begitu juga Rusta yang melirik Anstia yang menggeleng. "Aku tidak memiliki sihir jadi aku tidak membuat perjanjian dengan roh manapun."

Rusta tertawa. "Kau kira portal itu tidak menggunakan sihir? Lagipula rambut dan matamu sudah kembali bukan?"

Anstia tersadar, dia meraih rambutnya. Benar saja warna emas dan silver rambutnya berada disana. "Bagaimana bisa? Aku belum merubahnya."

"Semua orang akan mengeluarkan sesuatu dalam dirinya secara sadar ataupun tidak sadar saat berada di satu situasi yang mencekam. Seperti saat kau jatuh tadi." Rusta mengalihkan pandangannya pada seekor kupu-kupu yang terbang dan hinggap disebuah bunga. "Aku bilang aku pernah mencium aromamu, tapi karena warna rambut serta matamu yang berbeda, aku penasaran. Maka dari itu aku mendorongmu dari tebing."

"Kau sengaja?! Kalau aku mati bagaimana?!" Dia sudah panik dikejar oleh penyihir hitam dan di dorong dari tebing, itu sangat membuat Anstia ingin gila. Lepas dari kandang singa masuk ke lobang buaya.

Rusta menarik ujung bibirnya. "Aku bilang tidak semua orang bahkan mustahil sebuah portal bisa sampai kemari."

Anstia menatap Rusta, yakin jika Rubah itu belum selesai dengan ucapannya.

"Hanya ada dua kemungkinan, kau pernah kemari dan membuat pintu disini agar kau bisa kemari sewaktu-waktu kau ingin, atau ada sesuatu yang memanggilmu kemari." Rusta menatap Anstia serius. "Aku percaya pada yang pertama, tapi aku penasaran juga jika saja itu yang kedua."

Mengangkat bahu, Anstia menggeleng. "Aku juga tidak tau, aku dikejar-kejar oleh penyihir hitam, awalnya aku membuat portal untuk sampai kekamarku. Tapi portal itu hancur karena tidak stabil, tapi saat terakhir aku tidak membayangkan apa-apa, aku hanya panik, dalam hatiku aku hanya mengatakan 'kemana saja, aku mohon' lalu saat itu portal muncul dibawah kakiku dan aku tiba di gua."

"Kau dikejar-kejar penyihir hitam?" Rusta mengerutkan kening. "Apa hubunganmu dengan mereka sampai-sampai mereka mengejarmu?"

"Aku tidak tau." Anstia menggeleng. "Aku harusnya tidak mengatakan ini padamu, kan?" Anstia menyadari jika dia baru saja membuka rahasia yang sejak tadi tidak ingin ia katakan.

Rusta tersenyum miring.  "Ya, kau yang bodoh sampai tidak sadar menceritakan hal itu padaku."

Anstia tersenyum masam. "Kau menyebalkan."

Rusta mengabaikan, rubah itu kembali berjalan. Hingga mereka sampai di sebuah danau yang sangat mirip dengan danau yang sering Anstia kunjungi, tempat kesukaanya, danau yang bercahaya bagai permata.

TAWS (1) - AnstiaWhere stories live. Discover now