31. Acara Menginap

22.1K 3.6K 258
                                    

Sejak kejadian di taman, Putri Janesita tampak tidak tenang apalagi saat Pangeran Mahkota Kerajaan Ambertia ikut dalam acara mereka. Jangan lupakan Pangeran kelima dan ketiga.

"Harus pakai baju tidur? Tapi aku tidur tidak pakai baju." Entah polos atau segaja, Pangeran Sylvester menatap Anstia yang menatap kesal. "Aku hanya jujur."

"Pakai saja kemeja dan celana." Anstia yang kesal akhirnya menjawab, gadis itu memakai gaun tidurnya begitu dengan Putri Janesita dan Bianiana, sebenarnya mereka tidak boleh berpakaian seperti ini--non formal--tapi dia sudah mendapatkan izin dari Raja dan Ayahnya bilang lakukan apa saja yang Anstia suka.

Pangeran Sylvester mengangguk, dia menatap Bianiana yang tampak tidak tenang. "Kenapa Putri Bianiana?"

Bianiana menoleh, lalu menggeleng. Menunduk. "Tidak." Pangeran Sylvester tersenyum penuh arti, walau terkenal dengan keahlian dalam berperang, Pangeran yang satu ini agak aneh, kalau harus jujur. Tapi Anstia rasa semua Pangeran sama saja, mereka semua berlagak dingin dan sok keren--itu kata Anstia--kalau di depan publik, padahal aslinya aneh.

Pangeran Mahkota yang selalu berwajah datar saja bisa berubah jadi pelawak jika hanya mereka-mereka saja yang ada.

Pangeran Sylvester berbisik di telinga Anstia. "Sepertinya temanmu menyukai Brandon."

Anstia ikut melirik, sangat kentara jika Bianiana tidak tenang duduk di samping Pangeran Brandon. Bahkan terlihat gugup, sesekali mencuri pandang ke Pangeran yang sedang membaca sebuah buku.

"Sepertinya, kenapa?"

Pangeran Sylvester tersenyum, dia berbisik pada Anstia. Sampai Anstia terkekeh dan membuat Pangeran Mahkota menatap kedua adiknya yang sibuk berbisik.

"Bukannya tidak sopan berbisik-bisik?" Pangeran Hilberth menatap kedua adiknya yang balas menatapnya saat dia berbicara. "Apa yang kalian bicarakan?"

Putri Anstia dan Pangeran Sylvester saling menatap lalu tersenyum, keduanya lalu duduk kembali dengan tenang seperti tidak terjadi apa-apa.

"Jadi, apa yang akan kita lakukan?" Pangeran Brandon menutup bukunya, matanya lalu bertemu dengan milik Putri Bianiana yang tidak sengaja sedang meliriknya namun cepat-cepat mengalihkan pandangan, sedangkan Pangeran Brandon tersenyum.

"Ayo main petak umpet!" Anstia tersenyum lebar. "Tapi, versi lampu yang dipadamkan."

"Maksudnya?" Putri Janesita sedikit kebingungan.

Pangeran Ketiga berdiri. "Jadi begini, tidak akan seru kalau main petak umpet lalu lampu menyala tidak akan menantang, jadi kita akan bermain dengan seluruh lampu dipadamkan. Jadi, akan ada tiga kelompok, dua kelompok bersembunyi dan satu yang mencari. Kalau salah satunya kalah, berarti dua-duanya kalah."

"Itu tampak tidak adil." Pangeran Brandon menatap datar Kakaknya itu.

Pangeran Sylvester menggeleng. "Tangan kalian akan diikat, lalu harus mencari bola yang disembunyikan. Ada sepuluh bola, kalau terkumpul lima kalian sudah menang. Bagaimana? Menyenangkan, bukan?"

"Memangnya kalian sudah mempersiapkan semua?" Pangeran Hilberth menatap Anstia dan Sylvester yang menggeleng. Membuat ia menghela nafas.

"Jadi, kelompoknya sudah terbagi, aku dan Kak Sylvester akan jadi penjaga, sedangkan yang lain akan bersembunyi sembari mencari bola." Anstia tersenyum. "Kalian harus diluar dulu, kami akan menyiapkan semuanya. Kalau sudah kami akan keluar dan membawa kain untuk mengikat tangan kalian."

"A-apa tidak masalah bermain seperti itu saat malam?" Bianiana menatap Anstia tidak yakin.

"Disini tidak ada hantu," Anstia menyengir. "Sepertinya." Anstia tertawa membuat Bianiana tampak sedikit takut.

"Di sini tidak ada hantu, jadi tenang saja." Ucapan Pangeran Brandon membuat Bianiana agak tenang, walau jantungnya malah seperti berlari maraton karena senyuman Pangeran bungsu Raja itu.

"Ah, iya. Kalian diberikan waktu satu jam untuk menemukan bola-bola itu. Ini akan sangat seru." Anstia tampak sangat bersemangat. "Yang kalah akan ada hukumannya. Yang menang akan ada hadiah."

"Ini seperti jebakan." Pangeran Hilberth menatap datar Anstia yang menggeleng.

"Apa yang jebakan? Ini hanya permainan, atau Kakak takut, ya?" Anstia tersenyum menyebalkan, membuat Pangeran Hilberth berusaha untuk mempertahankan wajah datarnya. "Jadi semua setuju? Tenang saja, tidak ada hantu di sini."

Setelah setuju dengan permainan buatan dadakan oleh Pangeran Ketiga dan Putri Bungsu Kerajaan Ambertia, keempat orang itu menunggu di luar istana.

"Kau takut dengan hantu?" Putri Janesita menggeleng pelan saat Pangeran Hilberth bertanya, namun cepat-cepat mengalihkan pandangannya saat mata keduanya bertemu.

Hilberth mengangguk, membiarkan angin lembut malam menyapu rambutnya.

"Ada satu lagi," Anstia keluar dari pintu istana Ruby. "Kalau kami menemukan kalian, kami akan melemparkan ini. Ini hanya serbuk warna, tenang saja." Anstia menunjuk sekeranjang bola penuh warna.

"Kalian akan masuk duluan dan terserah mau kemana, kami akan masuk setelah lima menit." Pangeran Sylvester menambahkan. "Ini untuk penerang jalan."

Anstia telah selesai mengikat tangan kedua pasangan, sedangkan Pangeran Sylvester membagikan bola lampu pada masing-masing kelompok.

"Jangan sampai ikatannya lepas, karena kalau lepas artinya kalah." Anstia tersenyum saat wajah kedua Kakaknya yang menjadi peserta menatapnya datar. "Oke, matikan lampunya."

Seketika istana itu gelap, bantuan bola cahaya yang melayang di atas para peserta membantu memberikan cahaya untuk berjalan masuk ke dalam istana.

"Mulai!"

***

"Sepertinya mereka bersenang-senang." Pangeran keempat yang sedang membaca berkas menoleh saat Pangeran kedua bersuara.

Pangeran Phil tersenyum, sinis. "Apa semenyenangkan itu?"

Jalvier terkekeh pelan. "Kakak sesekali harus mencoba."

Pangeran Phil mendengkus. "Aku tidak sudi bersama anak itu." Pangeran Phil meraih beberapa berkas yang seharusnya menjadi tugas Pangeran Mahkota, namun karena Pangeran tertua sedang bermain bersama adik kecil mereka, jadilah tugas itu dilimpahkan padanya. Ia tidak keberatan sejujurnya, dia akan lakukan apa saja. Asal tidak ada hubungannya dengan Anstia, kecuali perintah langsung Raja. Alias terpaksa.

Pangeran Jalvier tertawa. "Ayah saja sanggup ia ubah sampai seperti sekarang, apalagi Kakak."

"Jangan berbicara omong kosong." Phil melirik Pangeran Keempat gemas. "Jangan mengganggu."

"Sebenarnya dia bukan alasan Ratu meninggal."

Phil diam, dia hanya membaca laporan di tangannya tanpa peduli dengan ucapan Pangeran Jalvier.

"Ada yang datang dan pergi."

Pangeran Phil menatap Jalvier. "Dia masih bersalah di mataku. Sampai kapanpun akan seperti itu."

"Kita semua memang berhubungan darah. Dan sebenarnya Kakak yang adalah Putra Mahkota, karena Kakak merupakan keturunan Ratu."

Phil meletakkan laporan yang ia baca, lalu mengambil lagi laporan lain. "Aku tidak suka jadi pusat perhatian, biarkan saja Pangeran yang sekarang yang menjadi Raja nantinya. Aku hanya akan bekerja di belakang layar."

Jalvier tersenyum. "Menjadi seorang penasihat tidak terlalu buruk."

"Sebenarnya aku tidak mau juga, aku hanya ingin berada di tempat yang tenang dan melukis. Aku lelah dengan istana." Phil menghela nafas pelan. "Setidaknya aku tidak di kekang."

Pangeran Jalvier tersenyum. "Anstia punya Kakak sedarah yang luar biasa," Pangeran Phil melirik. "Sayangnya kalian tidak bisa akur."

"Dia tidak berguna, aku tidak perlu seseorang yang tidak memiliki guna." Pangeran Phil membaca kembali laporan ditangannya, sedangkan Pangeran Jalvier hanya tersenyum sambil membaca tulisan-tulisan dari kertas di tangannya.

. . .

Lama nggak update, kan? Sebenarnya aku nggak ada ide makanya belum update, harap maklum, jangan lupa komennn

TAWS (1) - AnstiaWhere stories live. Discover now