57. Semakin Parah

14.3K 2.7K 105
                                    

Keadaan Brandon tidak kunjung membaik, pendarahan memang berhenti tapi tampaknya luka itu seperti tidak kunjung sembuh.

Bahkan di lokasi mereka sekarang masih terkena dampak anti sihir yang semakin menyebar.

"Baiklah."

Jalvier mengangguk. Dia akan membawa Brandon kembali ke Istana untuk di obati. Mungkin akan memakan waktu cukup lama.

"Gerkan akan membantu." Anstia menatap Jalvier. "Tidak ada waktu lagi."

Mengangguk Jalvier di bantu Sylvester mengikat Brandon di panggung Pangeran keempat itu.

"Gerkan." Anstia berlari menuju Gerkan yang masih dalam keadaan naga. Dia sudah membicarakan ini dengan naga itu, dan naga itu setuju. "Katakan pada Pangeran Phil untuk datang besok."

"Baiklah."

Gerkan menurunkan kepalanya agar Pangeran Jalvier bisa naik ke atasnya. Saat pertama kali tau jika Anstia sebenarnya memiliki sihir dan bahkan memiliki dua siluman yang membuat kontrak dengan adik mereka tentu saja kaget adalah respons pertama mereka. Pantas saja rubah yang selalu bersama Anstia tidak mau dipegang orang lain.

Anstia menatap Gerkan yang membawa kedua saudaranya pergi. Dia tidak menyangka jika pihak sana akan membuat tindakan besar seperti ini.

Ada sebuah sihir, tepatnya sebuah mantra untuk membuat sebuah tempat tidak ada sihir. Mematikam semua sihir yang ada, dia membaca itu di buku ungu yang ia pinjam dari perpustakaan. Ah, dia lupa. Harusnya dia mengembalikan buku itu sejak lama, tapi dia malah membawa buku itu ke medan perang.

"Kau perlu istirahat." Sylvester menepuk bahu Anstia. "Tenanglah."

Ini membuat Anstia frustrasi, dia harus cepat mengakhiri semua ini. Kalau tidak akan lebih banyak korban, jika korbannya adalah orang yang ia sayangi, dia tidak akan memaafkan dirinya.

Mengangguk, Anstia masuk ke dalam tendanya bersama Rusta yang mengikuti gadis itu.

"Semua akan baik-baik saja." Rusta menatap Anstia yang duduk di depan meja. "Gerkan akan membawa saudaramu secepatnya, dia akan baik-baik saja."

"Rusta," Rubah itu menatap Tuannya dengan tatapan bertanya. "Kalau aku mati kau akan mati juga, kan?"

"Ya. Itu sesuai dengan perjanjian kita." Rusta duduk di hadapan Anstia. Tangan Rubah itu meletakkan pedang yang sejak tadi dia pegang di atas meja. "Kau tidak akan mati, tenang saja."

Anstia tersenyum. "Maaf."

Rusta mengerutkan kening, menatap Anstia kebingungan. "Kau tidak waras atau kenapa? Jangan karena ini di medan perang aku tidak berani memarahimu."

Anstia terkekeh. "Terimakasih."

Rusta berdecak.

***

Keadaan Pangeran kelima sekarat.

Penanganan di Istana tidak langsung bisa menyembuhkan Pangeran bungsu itu. Lukanya sudah terlalu parah.

Pangeran Mahkota menghela nafas. Rasanya menyebalkan, dia hanya bisa diam melihat tanpa bisa berbuat apa-apa, bahkan adiknya sendiri sudah menjadi korbannya.

"Aku harus pergi!" Hilberth tidak tahan lagi. "Aku akan pergi!"

"Dinginkan kepalamu, Pangeran Mahkota." Pangeran kedua yang duduk di seberang bersuara. "Jangan gegabah."

Hilberth menghela nafas kasar. "Kau lihat sendiri keadaan Brandon, apa kau akan tetap diam?"

Phil meminum tehnya, tentu saja dia memikirkan hal itu. Dia kelihatan tenang tapi pikirannya tidak. "Kau harus tetap ada di Istana."

TAWS (1) - AnstiaWhere stories live. Discover now