50. Keingintahuan

15.8K 3K 138
                                    

Sudah berlalu beberapa hari sejak acara pernikahan dan pernyataan cinta Pangeran Mahkota Ambertia yang menjadi pembicaraan hangat sampai sekarang.

Kisah cinta yang berkali-kali dikira akan berakhir terpisah malah saling menjalin, jadi tidak heran banyak orang yang membicarakan kedua pasangan itu walau beberapa juga tampak tidak begitu menyukai.

Anstia memperhatikan Ariel yang sedang membantu Ella, tepatnya Ella sedang memaksa agar Ariel bisa meracik sendiri ramuan agar bisa tetap berada di permukaan, siapa tau suatu waktu Ella sedang tidak berada di tempat atau terjadi sesuatu Ariel bisa meracik sendiri.

"Ini sulit."

Ariel mengeluh lagi, entah kali keberapa. Rambut merah yang diikat cepol itu sudah tidak serapih sebelumnya, sudah berkali-kali gadis Mermaid itu menggaruk kepalanya saat takaran yang ia masukkan selalu salah.

"Pelan-pelan saja. Ikuti instruksinya, jangan membuat takaranmu sendiri." Ella menghela nafas. "Lakukan sesuai ini." Ella menunjuk kertas yang menjadi patokan dalam meracik ramuan.

Ella berjalan, membiarkan Ariel meracik sendiri, sedangkan ia memilih menjadi penonton seperti Ana yang sejak tadi menatap mereka berdua yang kadang berdebat.

"Ah, ini melelahkan." Ella menyandarkan punggungnya di kursi. "Padahal sebenarnya dia bisa."

Anstia terkekeh. "Ariel selalu mencari jalan yang mudah, jadi jangan heran."

"Begitulah."

Baik Ella maupun Anstia diam memperhatikan Ariel yang tampak serius saat menakar bahan-bahan.

"Apa ada ramuan yang bisa menampilkan diri asli seseorang?"

Ella menaikkan sebelah alisnya, dia mengangguk pelan. "Setahuku ada, tapi ramuan itu bukan langsung merefleksikan diri asli seseorang, lebih ke aura yang dimiliki orang tersebut."

"Aku tidak bisa melihat aura."

Ella menatap Anstia lalu tertawa. "Aku juga. Tapi saat ramuan itu diminum, perlahan aura orang yang meminum akan keluar. Tapi ramuan ini hanya bereaksi saat orang yang diberikan ramuan tertidur. Warnanya akan keluar saat orang yang meminum sampai di alam sadar mereka." Ella tampak berfikir. "Kalau tidak salah, bahkan ramuan ini bisa membuat orang yang meminumnya berkata jujur. Tapi aku juga tidak begitu tau, ramuan itu sulit di buat dan kalaupun ada hanya dibuat jika ada permintaan khusus, ramuan itu agak menyusahkan."

"Efeknya akan hilang saat orang itu bangun?"

Elle mengangguk. "Hem. Kenapa? Kau kelihatan penasaran sekali."

Anstia awalnya tidak pernah memikirkan hal seperti itu, tapi saat melihat Ariel yang meracik ramuan hal itu seperti terlintas di pikirannya. Awalnya dia ingin bilang serum kejujuran, tapi dia ragu ada hal seperti itu di sini. Pernah dia membaca jika ada ramuan yang bisa menunjukkan jati diri seseorang, sebenarnya itu hanya cerita yang ada di buku yang pernah Anstia baca.  Tapi siapa sangka benda itu benar-benar ada.

"Apa kau bisa membuatnya?"

Ella tampak kaget. "Kenapa kau perlu ramuan itu?"

Sekarang alasan apa yang harus dia buat. Anstia menghela nafas, dia menunduk. "Sebenarnya Kakakku akan segera menikah, tapi aku merasa calon suaminya seperti berbeda. Sulit untuk menjelaskannya, aku tidak ingin Kakakku sampai memilih orang yang salah. Jika ramuan itu memang ada, jika memang laki-laki itu bukan orang yang baik, aku bisa memberikan bukti langsung. Kakakku tidak pernah percaya apa yang aku katakan, padahal aku hanya mau melindunginya. Aku tidak mau dia terluka." Anstia menutup wajahnya, berpura-pura menangis. Saat dia menunduk tadi ia berusaha agar matanya tidak berkedip, alhasil dia bisa menangis sekarang. Kalau ini di dunianya dulu dia sudah mendapatkan penghargaan bergengsi karena bakatnya ini.

Elle mengusap panggung Anstia sedangkan Ariel yang sejak tadi diam-diam mendengar datang mendekat dan menepuk bahu Anstia.

"Aku akan membuatnya."

Anstia mengangkat kepala dia menatap Elle. "Benarkah?"

Elle mengangguk. "Tapi ada dua bahan yang agak sulit dicari. Sedikit membutuhkan waktu, apa tidak masalah?"

"Bahan apa?" Anstia mengusap air matanya. "Aku akan mencarinya juga."

Elle berdiri, dia membawa sebuah kertas dan buku besar yang merupakan jurnal berisi berbagai tanaman obat serta tanaman lain yang bisa di buat menjadi ramuan. Elle membuat obat juga terkadang jika di perlukan.

"Ini namanya akar jarum, dia agak susah dicari karena biasanya berada di dalam gua. Dia berukuran kecil jadi agak sulit mencarinya, seperti namanya." Elle menunjuk satu tanam mirip rumput namun dengan bentuk mirip jarum, lurus dan kecil. "Ini bunga anggrek jatuh. Bukan karena bunganya jatuh, tapi karena pohon anggrek ini hidup menggantung di sesuatu yang tinggi, biasanya berada di pinggir jurang. Mereka tanaman yang sering jadi incaran karena memiliki warna hijau yang cantik, tapi walau begitu dia memiliki duri dan durinya beracun jadi, hanya bunga dan daunnya saja yang di perlukan, karena selain itu dia beracun."

Ella memberikan selembar kertas berisi ilustrasi dan informasi lain yang dapat memudahkan dalam proses pencarian.

"Dua bahan ini yang terpenting, sisanya di toko penjual ramuan langgananku ada."

Anstia meraih kertas tersebut, menatap gambar dan apa-apa saja tulisan yang ada di kertas tersebut. "Secepatnya aku akan berikan semua."

Elle mengangguk.

Hari Anstia di toko itu berakhir dengan Ariel yang akhirnya berhasil meracik ramuannya.

***

Rusta dalam wujud manusia menatap kertas yang Anstia berikan padanya, ekornya bergerak pelan ke beberapa arah selagi matanya menatap selembar kertas bergambar dua tanaman.

"Kau pernah melihatnya tidak?" Anstia yang sudah selesai mandi dan tinggal menunggu jam makan malam melirik Rusta yang duduk di atas ranjangnya. "Gerkan juga tidak tau?"

Rusta mengangkat bahu. "Sepertinya dia sedang sibuk, aku tidak bisa menghubunginya."

Anstia mengangguk. "Ah, aku lelah." Anstia menjatuhkan tubuhnya di samping Rusta. Rubah emas itu melirik Anstia.

"Untuk apa tanaman ini?"

Anstia membuat kedua tangannya menjadi bantal sebelum membalas ucapan Rusta. "Kau tau aku curiga dengan Kasilva, 'kan?" Rusta memberikan anggukannya. "Aku meminta temanku untuk membuatkan ramuan. Ramuan ini bisa membuat orang mengeluarkan aura asli orang yang meminumnya, juga bisa membuat orang itu jujur."

"Kau mau menggunakan itu untuk mencari informasi tentang perempuan itu?"

Anstia mengangguk. "Kau saja bilang kalau aura orang itu aneh, aku juga sama. Mana bisa orang entah datang darimana tiba-tiba begitu miripnya dengan Raja? Tapi malah lupa ingatan, atau mungkin pura-pura."

"Aku akan kembali ke gua kalau begitu, aku dan Gerkan akan mengusahakan. Tapi aku rasa aku sering melihat tanaman ini di sana."

"Benarkah? Aku sudah lama tidak kesana, aku mau ikut."

Mata Anstia berbinar, tapi Rusta menggeleng. "Hentikan. Kau disini saja. Kalau sampai ketahuan bagaimana?"

Anstia menggecutkan bibir. "Aku biasa pergi ke kota saja tidak ada yang tau. Ah, aku tidak butuh ijin darimu, ada Gerkan disana." Anstia berdiri, Putri bungsu Raja itu menatap Rusta yang tampak kesal. "Besok aku ikut, awas saja kalau kau sampai pergi tanpaku. Akan aku mandikan kau."

. . .

Siapa yang kangen sama Anstia?

Atau sama Rusta?

Aku belum nulis sih jujur, lagi sibuk banget. Jadi nggak sempat, idepun hilang-hilang jadi susah buat mau nulis.

Jangan lupa komen

Sampai bertemu di tanggal 13 bulan depan (⌒o⌒)

TAWS (1) - AnstiaWhere stories live. Discover now