12. Anastia

34.5K 5.1K 88
                                    

Setelah sekian lama tinggal di istana, perlahan Anstia mulai mengenal dan tau letak tempat-tempat yang ada di istana.

Contohnya dapur.

Anstia memperhatikan para koki yang tampak sibuk memasak, sedangkan Anstia melirik sesuatu yang baru saja diletakan di atas meja.

Cup cake. Tampaknya keracunan saat itu tidak membuat Anstia kapok untuk makan cup cake.

Melangkah dengan kaki kecilnya, Anstia mengintip kedapur. Tersenyum, Anstia mengambil dua cup cake dan melangkah keluar dari dapur.

"Kebiasaan." Anstia menoleh, tubuhnya yang sempat menegang merileks melihat siapa yang menegur.

"Kau mau?" Anstia mengulurkan cup cake ditangan kanannya kepada Yasa yang mendengkus, berjalan meninggalkan Anstia yang mengejar penyihir kecil itu.

"Yasa," Menoleh dengan malas, Yasa menghentikan langkahnya. "Temani aku kedanau."

Yasa berdecak, sebenarnya dia malas. Tapi, dia juga tidak ada pekerjaan lain. Lagipula didanau dia bisa tidur.  Dengan sihirnya, Yasa membuka portal yang langsung menuju danau.

Anstia melompat masuk, tersenyum senang saat tiba di pinggir danau berkilau yang menjadi tempat kesukaannya.

Yasa duduk bersandar disalah satu pohon, sedangkan Anstia memilih untuk mendekat pada danau berkilau kesukaannya.

Matahari yang mengenai permukaan danau memberikan kesan berkilau saat bertemu dengan air.

"Terimakasih." Anstia menyodorkan cup cake ke hadapan Yasa. Menerima, Anstia tersenyum saat Yasa menerima pemberiannya. Meski hanya penyihir itu letakan di atas perutnya dan kembali tidur.

Anstia duduk disamping Yasa, matanya masih belum lepas dari danau berkilau. Dia ingat, saat pertamakali sang Raja membawanya kemari.

Ah, Anstia menatap danau berkilau itu dengan sendu. Ini sudah tiga bulan sejak kepergian Raja untuk melihat daerah kekuasaannya dan selama itu pula, Anstia menunggu. Mungkin ucapan Yasa benar, dia mulai menyayangi Ayahnya itu. Tapi, dia juga tidak bisa terlalu percaya. Karena dia ingat bagaimana ending cerita ini.

"Yasa."

Yasa hanya bergumam, masih dengan mata tertutup.

"Ini sudah tiga bulan."

Mata Yasa terbuka, melirik Anstia yang menatap sendu kearah depan.

"Mereka pergi, sudah lama sekali ya?" Yasa diam. Anstia menunduk, menatap cup cake ditangannya. "Aku ingin benda berkilau!"

Yasa mendengkus kuat. "Apa isi kepalamu hanya benda berkilau?"

Anstia menyengir. "Koleksi benda berkilauku belum mengalami peningkatan, tidak ada yang memberikan aku benda berkilau tiga bulan ini. Biasanya Raja yang memberikan, tapi 'kan Raja masih bepergian."

Yasa hanya menggelengkan kepalanya. "Aku dengar, Raja akan segera pulang."

"Benarkah?" Anstia menatap Yasa dengan binar dimatanya.

"Kalau tidak salah, Raja akan pulang besok."

Anstia berdiri menatap Yasa dengan senyuman lebar. "Akhirnya!"

"Kau bahagia sekali."

Anatia mengangguk. "Kau tau, Pangeran kedua semakin menyeramkan. Aku takut dia akan benar-benar membunuhku jika Raja tidak segera kembali."

"Pangeran kedua tentu masih punya otak. Mana mungkin dia membunuhmu. Membunuh anggota Kerajaan sama saja mengantar nyawa, sekalipun yang melakukan sesama anggota Kerajaan."

TAWS (1) - AnstiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang