10. Kepergian Raja

37.9K 5.1K 50
                                    

Makan malam bersama di ruang makan berukuran besar baru pertamakali Anstia rasakan, karena dia memang jarang menginap di istana. Dia hanya sampai sore di istana untuk bermain, selebihnya dia akan ada di mansion.

Menatap satu-persatu orang yang ada di meja makan. Mata Anstia berhenti di Pangeran Phil, Pangeran kedua yang menatapnya dengan dingin. Namun walau begitu Anstia tidak dapat melepaskan tatapannya dari sang Pangeran.

Hingga sang Pangeran sendiri yang memutuskan kontak mata mereka. Kenapa Pangeran kedua tampak sangat membencinya? Kenapa pula dia lupa dengan cerita yang ia tulis.

Makan malam itu selesai, Anstia diajak oleh Pangeran ketiga untuk berkeliling. Sedangkan sang Raja dan Putra Mahkota hilang entah kemana. Pangeran keempat dan kelima sepertinya akan menghabiskan malam di perpustakaan, Pangeran kedua sibuk dengan lukisannya.

Anstia menatap takjub taman istana yang biasanya menjadi tempat ia bermain penuh dengan cayaha. Lampus warna-warni menghiasi taman.

Pangeran Sylvester mengangkat Anstia untuk duduk di bangku taman.

"Cantik, 'kan?"

Anstia mengangguk cepat, matanya masih belum lepas memandangi cahaya-cahaya yang menerangi taman.

Pangeran Sylvester mengusap surai keemasan bercampur silver milik Anstia. "Kau hebat."

Anstia menatap bingung. "Apa?"

"Kau bisa membuat Ayah luluh dengan mudah." Sylvester menatap cahaya lampu taman. "Dulu, aku bahkan hampir mati hanya untuk mendapat perhatiannya. Sedangkan kau dengan mudah mendapatkan itu."

Anstia dapat melihat, ada kilat terluka disana. Tampaknya rumor tentang marga Kerajaan itu ada benarnya, tidak semua orang mendapatkannya dan tidak mudah untuk mendapatkan marga itu.

"Kakak," Anstia memegang tangan Sylvester, dia tau jika Pangeran satu ini sangat terkenal dengan keahlian berpedang, memanah dan ahli dalam menunggangi kuda. Tapi dia tidak tau jika Pangeran yang satu ini memiliki sisi yang lemah. Coba dia ingat ceritanya. "Kakak kuat!" Anstia mengangkat kedua ibu jarinya.

Sylvester tersenyum, dia mengusap rambut Anstia. "Setidaknya, dia tidak sedingin dulu setelah kau datang."

Anstia mengerutkan kening tidak mengerti yang di balas tawa oleh Pangeran Sylvester. Sang Pangeran mengangkat Anstia kedalam gendongannya. "Ayah akan berangkat besok bersama Putra Mahkota, mungkin satu bulan lagi baru kembali."

"Ayah!" Anstia menatap tidak percaya. Apa? Si Raja akan pergi selama satu bulan? Ini masalah besar. Jika tidak ada Raja siapa yang akan memberikan benda berkilau padanya?! Rencananya bisa gagal!

Pangeran Sylvester tertawa. "Aku juga akan ikut. Kau akan bersama Pangeran kedua dan keempat, tapi aku dengar Pangeran keempat akan ikut. Ah, Brandon tidak ikut dan katanya si penyihir kecil itu Ayah tugaskan untuk menjaga dan menjadi temanmu disini."

Tidak!

Anstia tidak mau. Dia tidak akan dapat benda berkilau jika begini caranya.

"Huaaa!" Anstia mendadak menangis, memikirkan benda-benda berkilau yang tidak akan dia dapat untuk jangka waktu satu bulan karena sang Raja yang akan pergi.

Sylvester yang kaget dengan tangisan Anstia tertawa, Pangeran itu mengusap surai milik Anstia yang masih menangis.

"Kau sedih Ayah akan pergi?"

Dia bukan sedih karena itu, tapi karena benda berkilau.

***

Katakan saja dia sedang dalam mode merajuk. Bahkan semalam saat sang Raja datang menjemputnya, dia tidak mau. Malah memilih tidur dengan Pangeran ketiga.

Anstia masih ingat wajah kaget semua orang disana. Ya, mana ada yang mau menentang perintah Raja. Tapi tampaknya sang Raja tidak masalah dengan itu. Malah membiarkan Anstia.

Dan hari ini adalah hari kepergian Sang Raja. Anstia sudah mandi dan dipakaikan gaun berwarna pink lembut, rambut emas bercampur perak miliknya diikat ekor kuda, ada hiasan bunga dikepalanya.

"Ayo." Walau dia marah semalam dan tidak mau tidur dikamar sang Raja, Anstia tidak menolak saat dibawa oleh Pangeran ketiga yang juga akan berangkat menuju halaman depan istana.

Sudah ada beberapa kereta kuda serta pengawalan ketat tentunya, beberapa kuda yang ditunggangi oleh orang-orang kepercayaan Raja.

"Yang Mulia Raja telah tiba!" Teriakan salah satu pengawal membuat semua orang yang ada disana membungkuk. Tapi tidak dengan Anstia yang hanya menatap kearah sang Raja yang berjalan mendekat padanya.

Anstia memeluk kaki Pangeran ketiga saat sang Raja berdiri dihadapanya. Pangeran ketiga memberikan salam sedangkan mata sang Raja langsung melirik gadis kecil yang memeluk kaki putra ketiganya.

"Anastia." Anstia masih tetap memeluk kaki Pangeran Sylvester. Bahkan memejamkan matanya erat.

"Hei, adik kecil." Anstia membuka matanya, dia menatap Pangeran Sylvester yang berjongkok di depannya dengan senyuman. "Aku harus berangkat sekarang, jaga dirimu." Anstia memeluk Pangeran ketiga, sedangkan dibalik punggung Anstia mata sang Raja sudah menusuk dingin, bahkan beberapa pengawal memilih menjaga jarak dari sang Raja.

Anstia melepaskan pelukannya, dia bahkan memeluk semua saudaranya yang akan berangkat. Hanya sang Raja saja yang ia abaikan.

Anstia melambaikan tangannya pada Pangeran keempat yang baru saja masuk ke dalam salah satu kereta kuda. Sedangkan tangannya memegang tangan Putra kelima, Brandon.

Tubuh Anstia terangkat secara tiba-tiba, dia menatap mata sang Raja yang menatapnya dengan pandangan tidak terbaca.

"Jaga dirimu." Hanya ucapan itu dan usapan dirambutnya, sang Raja menurunkannya lalu berjalan bersama pengawal setianya menuju kereta kuda.

Anstia diam bahkan sampai rombongan itu tidak terlihat lagi. Sampai gerbang istana tertutup.

"Ayo masuk." tangan Anstia ditarik oleh Pangeran Brandon. Ah, kenapa dia merasa sedih, ya?

"Hei," Bahu Anstia ditepuk, dan ia baru sadar jika sang Pangeran kelima sudah berjalan duluan, sedangkan beberapa pengawal berada dibelakangnya. Lorong istana yang dijaga beberapa pengawal membuat Anstia terdiam. "Kau melamun."

Anstia menatap penyihir kecil yang memegang sebuah bunga ditangannya. "Sedang apa kau disini?"

"Apa kau belum diberitahu jika aku akan menjadi temanmu? Lagipula kita seumuran." Yasa memainkan bunga ditangannya. "Kau sedih karena Raja pergi?"

Anstia menggeleng pelan. "Entahlah, aku juga bingung." Anstia menyentuh dada kirinya. "Rasanya memang agak sedih. Mungkin karena aku sudah terbiasa dengan kehadiran Raja."

"Kau mungkin mulai menyayangi Raja."

Anstia menoleh kaget. "Apa maksudmu?"

Yasa memutar-mutar tangkai bunga ditangannya. "Dia saja bisa sangat menyayangimu. Jadi kenapa kau tidak bisa?"

. . .

Updatee uyyy....

TAWS (1) - AnstiaWhere stories live. Discover now